MALANG POSCO MEDIA- Mengabdi kepada bangsa, bisa macam macam caranya. Itu dibuktikan Elga Kharisma Novanda. Ia memilih cara prestasi olah raga. Elga dikenal sebagai Ratu BMX Asia Tenggara. Kini ia punya kesibukan baru.
Atlet sepeda BMX andalan Indonesia itu sekarang menjadi pelatih Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), pusat penggemblengan atlet untuk olimpiade mendatang.
Cedera tulang punggung menjadi alasan utama Elga, ‘Arek Sawojajar’ ini hingga membuatnya putar haluan jadi pelatih. Padahal ketika itu, saat medio tahun 2018, prestasi dan karirnya tengah moncer. Setelah sukses mengoleksi emas di SEA Games 2011 Indonesia, SEA Games 2013 di Myanmar dan SEA Games 2017 di Malaysia, Elga saat itu tak berangkat mengikuti Kejuaraan Asia Track 2018 dan Asian Games 2018 lalu karena cederanya tersebut.
Wanita kelahiran tahun 1993 ini mengawali karir sebagai atlet sekitar tahun 2008 lalu. Elga sebelumnya memang sudah gemar menekuni olahraga sepeda sejak kecil. Di tahun 2008 itulah ia mulai mengikuti kejuaraan BMX setelah pamannya mengarahkan jadi atlet.
“Jadi om saya itu yang mengajak dan sangat memengaruhi perjalanan saya menjadi atlet,” ujar Elga kepada Malang Posco Media.
Tidak disangka, setelah beberapa kali mengikuti kejuaraan, Elga sukses meraih prestasi. Sederet kejuaraan di berbagai tingkatan sukses ia taklukkan. Meski seorang atlet perempuan, ia tetap fokus menjalani karirnya itu.
Hingga akhirnya predikat Ratu BMX Asia Tenggara pun sukses ia sandang. Sebab berbagai ajang di atas level nasional ia kuasai, seperti SEA Games.
“Ya tapi bagaimanapun memang karena cedera tulang punggung itu yang membuat saya harus operasi dan tidak bisa ikut kompetisi. Tepatnya pas di pelatihan cederanya. Waktu itu saya butuh tiga kali operasi, mulai tahun 2019 sampai 2020. Bekas rasa lukanya pun masih terasa,” kenangnya.
Pasca operasi, Elga berhasil sembuh dari cederanya itu. Ia mengungkap, beberapa waktu setelahnya dari Pelatnas sempat memanggilnya kembali untuk mengikuti ajang BMX lagi. Namun sadar diri, Elga izin karena dirinya ingin recovery.
Elga paham cedera tulang punggung seperti dirinya itu sungguh penting untuk menjalani penyembuhan secara total. Apabila dipaksakan, justru ia khawatir malah lebih parah.
“Jadi memang tulang belakang itu menurut saya inti banget. Apalagi untuk olahraga seperti BMX ini kan, butuh topangan yang kuat,” sebutnya.
Singkat cerita, karena beberapa waktu kemudian Elga masih khawatir dengan kondisinya, sementara ia begitu cinta dengan olahraga BMX, akhirnya terlintas di pikirannya untuk melatih saja. Sehingga dia masih bisa menyaksikan serunya bersepeda BMX sekaligus ikut andil di dalamnya lagi.
Saat itu hanya berpikir untuk melatih komunitas atau suatu klub sepeda saja. Bahkan, awalnya hanya terpikir untuk melatih keponakannya yang kala itu diketahui mulai terjun juga di dunia yang sama.
Berjalannya waktu, berkat tambahan pengalamannya sebagai atlet, ia pun kemudian sukses mendapatkan lisensi pelatih atau sertifikasi pelatih UCI level 1. Dari situ, Elga makin mencurahkan perhatiannya dengan menjadi pelatih. Tidak disangka, berbagai tawaran melatih akhirnya muncul. Hingga yang terbaru dibuka pendaftaran pelatih DBON yang saat itu mematok standar tinggi untuk mencetak atletnya
Tidak dipungkiri, ia sempat ragu dan khawatir setelah menyadari bahwa di DBON itu pula, asa dan harapan bangsa Indonesia merengkuh prestasi di Olimpiade mendatang bakal berada di pundaknya. Setelah dipikirkan beberapa lama, ia pun bulat memutuskan ikut.
“Beberapa orang menyarankan ikut, akhirnya saya ikut. Awalnya sih karena BMX itu spesialis saya, jadi percaya diri latih. Nah kalau megang DBON, sebenarnya challenge juga karena kan tidak sejak kecil saya pegang. Mereka sudah jadi lah istilahnya. Tapi saya bulatkan tekad dan diniatkan untuk mengabdi ke bangsa dan negara selain jadi atlet kemarin,” tukasnya.
Elga yang terakhir menduduki peringkat 17 dunia itu pun dipercaya melatih atlet BMX dari seluruh Indonesia di DBON. Training camp yang dilatihnya saat ini berada di Jakarta Timur dan kini kesehariannya dihabiskan di sana dibanding di Malang.
Elga dipercaya melatih atlet muda yang berusia sekitar 13 tahun hingga 16 tahun. Ia mengaku sempat canggung dan butuh waktu beberapa lama ketika melatih atlet-atlet DBON.
“Canggungnya itu dalam artian saya takut ngomong saja. Saya mempelajari berkomunikasi dengan mereka dan perlahan terbiasa,” kata bungsu dari tiga bersaudara ini.
Menurut Elga, kondisi terbaru atlet-atlet yang disiapkan untuk Olimpiade itu mengalami perkembangan dan peningkatan yang signifikan. Ia pun terharu dan mengaku menaruh harapan besar kepada penerusnya itu. Meski Olimpiade yang ditargetkan masih lama pada 2044 nanti, namun ia berjanji untuk terus menjaga komitmen memberikan semua ilmu dan pengalamannya dengan yang terbaik.
Hal ini dilakukan supaya harapan Indonesia Emas di tahun 2045 benar-benar terwujud. “Sejauh ini progres mereka cukup baik. Lalu ada tanggung jawab juga, mereka sudah mulai tahu itu dan sekarang sudah makin tertata. Baik kedisiplinannya, latihannya, menjaga kesehatannya dan sebagainya,” pungkas wanita yang juga gemar berolahraga tenis ini. (ian/van)