MALANG POSCO MEDIA – Tiket wisata mahal mungkin sudah biasa. Apalagi untuk destinasi-destinasi favorit. Lebih mahal lagi untuk wisata yang berpredikat Destinasi Super Prioritas (DSP), seperti Bromo Tengger Semeru. Namun yang seringkali menjadi masalah, bukan kenaikan harga tiket yang melonjak, namun pada sosialisasinya.
Persoalan terbaru adalah diberlakukannya kenaikan tiket secara mendadak, per 30 Oktober 2024. Bagi wisatawan memang masih relatif terjangkau. Namun persoalannya wisatawan dan pengelola jasa wisata yang kaget, karena tak ada sosialisasi sebelumnya. Akibatnya, wisatawan banyak yang membatalkan trip dan pengelola jasa wisata mengalami kerugian.
Kalau sebelumnya pengelola jasa wisata memasukkan harga tiket include dengan biaya trip, dengan adanya kenaikan ini, mereka harus memisahkan harga tiket di luar harga trip. Kondisi ini tentu memberatkan bagi wisatawan dan pengelola jasa wisata di kawasan Bromo Tengger Semeru.
Berdasarkan berita Malang Posco Media edisi kemarin, tarif masuk wilayah TNBTS untuk wisatawan nusantara sebelumnya Rp 29 ribu (weekday) naik menjadi Rp 54 ribu. Sedangkan Rp 34 ribu (weekend) naik menjadi Rp 79 ribu. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp 220 ribu (weekday) naik Rp 255 ribu dan Rp 310 ribu (weekend).
Kenaikan memang tak bisa dihindarkan demi pelayanan yang memuaskan wisatawan. Menaikkan harga tiket juga menjadi hak pemerintah. Apalagi kenaikan itu juga didasari Peraturan Pemerintah (PP). Namun yang diprotes dan dipertanyakan oleh wisatawan dan pengelola jasa wisata: tak adakah waktu untuk sosialisasi?
Apa susahnya mengundang para pelaku jasa wisata di kawasan TNBTS untuk diberikan informasi terkait kenaikan harga tiket. Kalaupun tak ada ruang untuk berdialog karena keputusan kenaikan harga tiket sudah final, paling tidak bila ada sosialisasi, sebulan sebelum diberlakukan PP nya, maka masih ada kesempatan bagi pelaku jasa wisata menginformasikan ke publik dan menata ulang harga tripnya.
Wisata maju kalau sinergi. Sebagus apapun wisatanya, tapi kalau tanpa wisatawan juga sepi. Banyak wisatawan tanpa jasa pengelola wisata juga tak nyaman. Sinergi dan Kolaborasi adalah kunci mendongkrak wisatawan. Apalagi wisata yang berlabel DSP.(*)