Enam Tuntutan Harus Ditindakjuti
MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Penutupan TPA Tlekung oleh Pemerintah Kota Batu pada 30 Agustus 2023 karena telah overload menimbulkan pro kontra di masyarakat Kota Batu. Selain itu penutupan TPA yang menampung sampah dari seluruh Kota Batu tersebut juga memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak positif masyarakat, Pemerintah Desa/Kelurahan dan pelaku usaha di Kota Batu mulai sadar, bahwa sampah adalah tanggung jawab masing-masing pihak. Sehingga dengan penutupan TPA, semua elemen masyarakat di Kota Batu melakukan pola baru dalam mengelola sampah seperti pilah sampah dari rumah.
Sedangkan sisi negatif, oknum yang tidak bertanggung jawab membuang sampah mereka sembarang tempat. Mulai dari dibuang ke sungai hingga pinggir jalanan. Menanggapi hal tersebut individu maupun masyarakat yang tergabung dalam Wong Mbatu mengeluarkan petisi yang ditujukan kepada Pj Wali Kota Batu dan DPRD Kota Batu.
Disampaikan Haris El Mahdi, mewakili Wong Mbatu menyampaikan bahwa petisi yang dikeluarkan bukannya tanpa alasan. Karena Wong Mbatu menilai bahwa belum adanya pernyataan resmi dari Pj Wali Kota untuk memberi kepercayaan kepada public, pemerintah hadir dan bertanggung-jawab menyelesaikan darurat sampah.
“Penutupan TPA Tlekung itu memantik secara spontan simpul-simpul relawan lingkungan yang peduli pada pengelolaan sampah untuk melakukan sosialisasi bagaimana mengelola sampah dengan benar. Bahkan para relawan, dengan tanpa lelah melakukan workshop memilah sampah organik, anorganik, dan residu,” ujar Haris kepada Malang Posco Media, Selasa (12/9) kemarin.
Tidak hanya itu, para relawan telah bergerak secara maraton dari pagi, siang, sore dan malam hari melakukan sosialisasi dan workshop pemilahan sampah di kampung-kampung yang tersebar di 19 desa dan 5 Kelurahan, di seluruh Kota Batu, setiap hari.
Namun di luar itu, masyarakat yang panik dengan penutupan TPA Tlekung melakukan tindakan yang kontraproduktif seperti membuang sampah di pinggir-pinggir jalan, membakar sampah, membuang sampah di sungai, atau membuang sampah ke daerah lain. Seperti ke wilayah Pujon, Landungsari atau Dinoyo.
“Sejauh ini kami menyayangkan, belum ada gestur dari Pj Wali Kota yang menunjukkan Kota Batu dalam situasi darurat sampah. Belum ada pernyataan resmi dari Pj Wali Kota untuk memberi kepercayaan kepada public, bahwa pemerintah hadir dan bertanggung-jawab menyelesaikan darurat sampah,” terangnya.
Selain itu belum ada pernyataan resmi dari Pj Wali Kota yang meminta masyarakat Kota Batu tenang menghadapi darurat sampah. Dan belum ada panduan langkah-langkah apa yang disiapkan Pemerintah Kota Batu untuk mengatasi darurat sampah. “Pj Wali Kota hanya melakukan gimmick yang tidak menyelesaikan masalah,” imbuhnya.
Padahal, lanjut dia, beberapa elemen wong mBatu sudah bertemu langsung dengan Pj Wali Kota membahas kedaruratan sampah. Pada 3 September 2023, para pendiri Kota Batu, yang tergabung dalam POKJA bertemu langsung dengan Pj Walikota, memberi solusi-solusi alternatif menangani darurat sampah.
“Selain itu, secara resmi dan terbuka, GUSDURian Kota Batu juga bertemu secara langsung dengan Pj Walikota pada 8 September 2023, di Balai Kota Among Tani. Berbagai saran dan masukan disampaikan ke Pj Walikota, termasuk Pj Wali Kota mensinergikan SKPD terkait dengan para relawan yang sudah all-out bekerja di lapangan dengan membentuk semacam Satgas,” paparnya.
Bahkan dalam dialog itu, GUSDURian Kota Batu juga meminta Pj Walikota untuk speak-up ke publik mengenai situasi yang terjadi dan menenangkan masyarakat. GUSDURian Batu memfasilitasi Pj Walikota untuk bicara melalui kanal YouTube TV Wong mBatu. Selain itu juga beberapa kali, para pegiat lingkungan yang tergabung dalam Sabers Pungli juga berdialog dan berdiskusi dengan Pj Wali Kota terkait penanganan sampah.
“Namun sampai saat petisi ini dipublikasikan, saran dan masukan itu belum mendapat respon positif dari Pj Wali Kota. Sehingga melalui petisi ini, Wong mBatu meminta Pj Wali Kota Batu untuk menjalankan enam poin tuntutan dalam menyelesaikan permasalahan sampah di Kota Batu,” ungkapnya.
Pertama, Pj harus berbicara di depan publik dan meminta maaf karena menutup TPA Tlekung secara mendadak tanpa memberi penjelasan dan menyiapkan langkah-langkah strategis pasca penutupan TPA Tlekung.
Kemudian Pj juga harus berbicara di depan publik untuk memenangkan masyarakat Batu agar tidak panik menghadapi darurat sampah, tidak membuang sampah sembarangan, tidak membakar sampah, tidak membuang sampah ke sungai atau membuang sampah ke daerah lain. Serta Pj Walikota perlu juga berbicara di depan publik meminta masyarakat Batu bersama-sama menyukseskan gerakan pilah sampah dari rumah.
“Kedua, menuntut Pj Walikota untuk membentuk Satgas Percepatan Penanganan Darurat Sampah Pasca Penutupan TPA Tlekung. Satgas ini diberi kewenangan khusus dan support penuh dari Pemerintah Kota Batu untuk mensinergikan SKPD terkait dengan para relawan. Satgas bertanggungjawab langsung ke Pj Walikota dan memberi laporan harian (daily report) ke publik untuk memberi kepercayaan (trust) pada publik bahwa Pemerintah bersungguh-sungguh menyelesaikan darurat sampah,” urainya.
Ketiga, Satgas Percepatan Penanganan Darurat Sampah membuat media centre sebagai pusat informasi, baik berupa langkah-langkah taktis yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maupun informasi-informasi strategis terkait pengelolaan sampah di masa darurat sampah.
“Keempat meminta DPRD Kota Batu menggunakan hak Interpelasi, hak bertanya ke Pj Walikota tentang langkah-langkah Pasca Penutupan TPA Tlekung. Sidang hearing antara DPRD dan Pj Walikota terkait tentang sampah dilakukan secara terbuka untuk memastikan publik bisa menyimak secara langsung,” terang Haris.
Kelima, menolak penyelesaian darurat sampah dengan pengadaan mesin pembakar (incinerator) di tiap desa kelurahan karena hal ini akan menyebabkan polusi udara dan menghambat gerakan pilah sampah dari rumah. Dan terakhir atau keenam melakukan refocusing anggaran APBD 2023 sebagai wujud keberpihakan Pemkot Batu menangani darurat sampah. (eri/udi)