Cerpen Oleh Flowana
Malang Posco Media – Dulu semuanya tak seperti ini. Dulu, mencintaimu dalam diamku terasa menyenangkan. Hanya bisa memperhatikanmu dari jauh sudah mampu membuatku bahagia. Apalagi saat kita berpapasan di koridor sekolah, dan kau menyapaku dengan senyuman manismu, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat jantungku berdetak tak karuan.
Kamu dengan segala sikap ramahmu selalu membuatku jatuh ke dalam pesonamu, lagi dan lagi. Kamu yang selalu bersikap baik pada siapa pun terkadang membuat sebagian wanita ge’er, dan menganggap segala bentuk kebaikanmu adalah karena kamu yang menyukai wanita wanita itu. Padahal kenyataannya tak seperti itu.
Aku selalu mengagumimu. Ah tidak. Lebih tepatnya aku mencintaimu sangat mencintaimu.
Tapi…
Mengapa kamu yang aku cintai dengan sangat ini kini malah membuatku terluka?
Entah apa yang aku perbuat hingga membuatmu tega menyakiti hatiku?!.
***
Semua berawal dari dua minggu lalu..
Saat itu aku sedang berjalan di koridor sekolah, aku sedang menuju ke ruang OSIS untuk menyimpan proposal yang telah dibuat untuk Pensi. Hingga sebuah suara mengintrupsiku.
“Hay Flow, mau ke mana?” Kata Kak Zoey. Pria yang sangat aku cintai.
“Hmm.. hay juga kak. Emm ini mau ke ruang OSIS” jawabku sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku.
Ya Tuhan, jantungku serasa melompat-lompat dari tempatnya.
“Ohh.. Flow bisa kita bicara sebentar?” Ohh Tuhan, ada apa dengan jantungku? Kenapa jantungku berdetak semakin cepat.
“Mmm.. i..iya kak bisa. Tapi Flow harus ke ruang OSIS dulu”
“Oke.. kalo gitu aku tunggu di taman belakang sekolah ya Flow!”.
Setelah mengiyakan, aku segera pergi ke ruang OSIS sambil menormalkan detak jantungku yang tak beraturan. Sedangkan kak Zoey dia melangkah pergi menuju taman belakang sekolah.
Entah apa yang akan pria itu katakan padaku, rasa penasaran itu membuatku bergegas pergi secepatnya ke taman belakang setelah dari ruang OSIS.
***
Aku melihatnya duduk bersandar di bawah pohon. ‘Tuhan aku begitu mencintai pria ini, jaga selalu dia untukku, Tuhan.’ Batinku.
Pria ini selalu terlihat sempurna di mataku bagaimanapun keadaannya. Terdengar lebay memang, tapi aku tak peduli karena memang begitu kenyataannya.
Dia melihatku berdiri tak jauh darinya, kemudian dia menyuruhku untuk duduk di dekatnya.
“Flow, kamu sahabatan sama Febi kan?” Tanya kak Zoey. Ya Tuhan kenapa aku jadi resah seperti ini? Dan lagi kenapa hatiku terasa seperti tercubit? Padahal dia hanya bertanya tentang sahabatku Febi.
“Iya kak. Kenapa?” Aku mencoba untuk tenang, walau hatiku resah, walau jantungku berdebar dengan liar.
Dia menatapku lama. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia kembali bertanya.
“Flow, kamu mau bantu aku gak?” Astaga, hatiku terasa semakin resah.
“Ba.. bantu apa kak?” Aku takut, aku takut apa yang aku pikirkan menjadi kenyataan.
“Bantu aku mendekati Febi, Flow.” Katanya sambil menatap mataku dalam.
Apa katanya tadi? Maksud dari perkataannya tak sama dengan apa yang aku pikirkan kan? Tuhan kumohon jangan.
“Maksudnya apa kak?” Tanyaku ragu. Dalam hati aku berdoa, semoga apa yang aku pikirkan tak jadi kenyataan.
“Aku mencintai Febi, Flow. sudah sejak lama aku mencintainya. Kamu mau kan bantu aku?”
Deg. Rasanya menyakitkan, Tuhan. Rasanya sakit ini berkali-kali lipat terasa sakit dari rasa sakit biasanya.
Bolehkah aku berharap bahwa semua ini hanya mimpi? Tapi ini semua bukan mimpi, ini nyata. Kenapa harus sahabatku yang dia cintai? Kenapa bukan aku?
Air mata sudah terkumpul di pelupuk mataku. Aku gak mau kak Zoey curiga. Aku gak mau kak Zoey tahu aku menangis. Aku butuh sendiri.
“Hmm.. kak. Flow ke kelas dulu yah, udah mau masuk soalnya. Soal yang tadi, nanti Flow pikirin. Ya udah ya kak. Bye kak.”
Tanpa menunggu persetujuan darinya aku bangkit dari dudukku lalu berlari secepat mungkin. Air mataku tak lagi bisa kubendung. Mengalir dengan deras. Bahkan dadaku terasa sangat sesak.
Aku masuk ke dalam bilik toilet perempuan yang paling ujung. Agar tak ada orang yang tau aku menangis.
Aku menangis terisak, aku tak lagi mampu menahan rasa sakit di hatiku. Aku menepuk-nepuk dadaku, berharap dapat mengurangi rasa sesak dan nyeri pada dadaku.
Haruskah aku berhenti mencintainya Tuhan? Haruskah aku merelakan dia yang kucinta untuk sahabat yang juga sangat aku sayangi?
Febi selalu ada di sampingku ketika aku dalam kesulitan. Ia selalu menjadi sahabat yang baik untukku. Ya Tuhan..
Apakah pantas saat ini aku bersikap egois? Apa yang harus aku lakukan ketika bertemu dengannya?
Ya Tuhan. Semua hal itu membuatku lelah. Kesedihan ini membuatku tak bisa berpikir jernih. Aku lelah. Aku sakit.
***
Setelah kejadian di taman belakang itu. Esok harinya, aku mencoba menjauh dari kak Zoey. Aku akan menjauh sejauh yang aku bisa. Lalu akan tetap memerhatikan pria itu dari kejauhan. Dan ternyata, walaupun tanpa bantuanku, kak Zoey tetap bisa mendekati Febi.
Melihat dari cara febi memperhatikan Kak Zoey yang sedang berbicara, aku yakin kalo Febi pun tertarik dengan pria yang kucinta itu.
Aku hanya tersenyum miris melihat itu. Melihat bagaimana mudahnya mereka akrab, bagaimana kak Zoey tersenyum lembut pada Febi. Senyum yang tak pernah kak Zoey berikan padaku. Bolehkah aku iri?
Melihat kak Zoey dan Febi yang terlihat bahagia saat bersama, aku jadi tak mempunyai alasan untuk bertahan dengan perasaan ini.
Biarlah aku sendiri yang terluka di sini. Asalkan aku bisa melihat sahabat dan orang yang sangat aku cintai bahagia, aku rela memberikan semuanya.
Tuhan, kuatkan aku!!
Semakin hari, kak Zoey dan Febi terlihat semakin dekat. Febi selalu menceritakan apapun yang telah dia lewati bersama kak Zoey padaku, begitupun dengan perasaannya. Ia tak pernah menutupi apapun dariku.
Setiap Febi menceritakan kak Zoey aku selalu berpura-pura antusias, aku juga selalu berpura-pura bahagia. Dia tak pernah tau betapa hatiku menjerit kesakitan setiap dia menceritakan semua hal itu.
Aku masih tetap menjauh dari kak Zoey, walaupun berat rasanya. Tapi aku ingin terus menjaga jarak ini. Agar hatiku tidak terlalu sakit, agar aku tidak terlalu jatuh terlalu dalam. Aku pun tahu diri, dengan tidak merusak kedekatan Febi dan kak Zoey dengan kehadiran diriku di antara mereka.
Hingga suatu saat. Kak Zoey datang menghampiriku dan memintaku membantunya untuk menyiapkan sebuah kejutan untuk menyatakan perasaannya pada Febi. Rasanya hatiku hancur. Tapi tetap aku menuruti keinginan kak Zoey demi kebahagiaannya, demi kebahagiaan Febi. Demi mereka.
Dalam do’a, aku berharap semoga tuhan menguatkan hatiku, akupun mendo’akan kebahagiaan mereka. Semoga tak ada yang membuat mereka saling melukai. Cukup aku yang merasakan sakit, mereka jangan.
Ketika hari itu terjadi, hari dimana kak Zoey benar-benar menjadi milik Febi. Hatiku benar benar hancur, aku tenggelam dalam luka hatiku. Ingin tersenyum pun terasa sangat sulit. Tuhan aku benar-benar lelah saat ini!.
Hingga saat ini, aku hidup dengan kepalsuan. Aku pura-pura tersenyum, aku pura-pura bahagia, aku pura-pura ceria. Tanpa ada yang tahu bahwa aku sedang berpura-pura.
Semoga suatu saat nanti aku lupa, bahwa aku sedang berpura-pura. Doaku dalam hati. (*/cerpenku/bua)