MALANG POSCO MEDIA-Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) megap-megap. Pemerintah mewajibkan perusahaan yang dulu disebut PJTKI itu deposito Rp 1,5 miliar. Kebijakan ini mulai berdampak di Kota Malang. (baca grafis di Koran Malang Posco Media)
Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP) Kota Malang Siti Mahmudah menjelaskan aturan tentang wajib deposito Rp 1,5 miliar diatur dalam putusan No 15 P/HUM/2020 atas uji materiil terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 10 Tahun 2019. Yakni tentang Tata Cara Pemberian Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
“Aturan ini mensyaratkan agar P3MI menambah deposito hingga Rp 1,5 miliar agar bisa memperpanjang izin perusahaan atau membuat izin baru,” jelas Mahmudah saat ditemui di kantornya, Selasa (12/7) kemarin.
Kebijakan itu berdampak terhadap kelangsungan perusahaan penempatan pekerja migran yang berlokasi di Kota Malang. Tercatat sejak tahun 2020 lalu hingga Juli 2022 ini, empat P3MI tak lagi mendapat izin Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2MI).
Mahmudah menyampaikan empat P3MI yang dicabut izinnya ini sudah menyatakan ketidaksanggupan memberikan uang deposito paling sedikit senilai Rp 1,5 miliar. Ini diketahui saat pengelola perusahaan mau melakukan perpanjang izin usahanya.
“Sebenarnya izin usahanya itu berlaku seumur hidup. Tapi kalau ada perubahan di tubuh perusahaan atau sebagainya butuh pembaharuan izin. Nah saat mau diperpanjang lagi mereka tidak sanggup deposito,” jelasnya kepada Malang Posco Media.
Dari data Disnaker PMPTSP Kota Malang, saat ini total ada 26 P3MI masih beroperasi. Sementara empat perusahaan yang dicabut izinnya ini kebanyakan memang sudah beroperasi di Kota Malang bertahun-tahun lamanya.
Dikatakannya, kebijakan deposito senilai Rp 1,5 miliar ini memiliki tujuan yang baik dan efektif. Uang deposito disyaratkan pemerintah pusat untuk melindungi pekerja migran Indonesia. Khususnya sejak dalam pembinaan atau penempatan kerja di perusahaan.
“Jika ada masalah, misal tidak segera ditempatkan atau butuh pemulangan dan masih tanggungjawab perusahaan maka uang itu bisa jadi jaminan,” tegas Mahmudah.
Menurut catatan Disnaker PMPTSP Kota Malang empat perusahaan itu dicabut izinnya pada tahun 2021. Sedangkan tahun ini belum ada perusahaan penempatan pekerja migran yang tutup.
Untuk itulah pihaknya terus melakukan imbauan dan memberi pehamanan kepada perusahaan serupa jika ingin beroperasi di Kota Malang.
Kabid Tenaga Kerja Disnaker PMPTSP Kota Malang Titis Andayani menambahkan, warga Kota Malang yang memilih bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih terbilang cukup besar peminatnya.
Di tahun 2022 ini, per 15 Juni lalu total 55 PMI asal Kota Malang yang ditempatkan di luar negeri. Negara tujuan yang paling banyak diminati yakni Taiwan dan Hongkong. Selain itu seperti Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Taiwan diminati. (ica/van)