Pernyataan Menteri Ketenagakerjaan yang disampaikan saat acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu, telah menimbulkan polemik dan mengundang kontroversi khususnya di kalangan pendidik dan Perguruan Tinggi.
Sebagaimana dilansir dari berita berbagai media Tribunnews.com, Jakarta (20/10/2022), Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah membuat pernyataan yang kontroversi saat menyebutkan bahwa ijazah tidak lagi Jaminan dapat pekerjaan.
Pernyataan Menaker Ida Fauziah tersebut sangat disayangkan oleh sebagian pengamat pendidikan. Bahkan Menaker tidak memahami hakekat tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Tampak bahwa indikator pendidikan seolah-olah direduksi menjadi hanya sebatas selembar ijazah.
Dalam pemahaman penulis, mungkin maksud pernyataan Menaker adalah bahwa proses pendidikan selain membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, juga harus memiliki keterampilan praktis tertentu sesuai dengan tuntuan dan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Konstitusi mengamanatkan bahwa pemerintah harus mengupayakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.
Dalam pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen yang keempat, dinyatakan bahwa: (1) warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban konstitusional, pemerintah kemudian menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mengacu kepada UU Sisten Pendidikan Nasional tersebut dirumuskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pengertian itu mengandung makna pendidikan bukan hanya berfokus pada pengetahuan, tetapi juga memberikan fokus pada nilai-nilai kemoralan. Melalui pendidikan, setiap orang dapat belajar mengembangkan potensi diri untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesempurnaan hidupnya. Belajar untuk membebaskan diri dari kebodohan untuk mencapai kebijaksanaan.
Dijelaskan pula bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan Kunci Utama Kemajuan Bangsa
Adalah Elizabeth Caroline Van Horn (1964) dalam disertasinya yang berjudul “The philosophy of Theodore M. Greene and its significance for philosophy of education”, yang menyatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah merupakan upaya untuk menyiapkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dalam meraih kehidupan yang bermakna. Indonesia sangat membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dalam mencapai kemajuan Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa visi Indonesia tahun 2045 adalah “Indonesia Maju.” Melalui visi “Indonesia Maju”, maka pada tahun 2045 Indonesia diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi ke-4 terbesar di dunia. Oleh karena itu, untuk mencapai visi “Indoneisa Maju” tersebut, salah satu aspek yang menentukan adalah adanya dukungan ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul. Maka untuk itu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas menjadi sebuah keharusan.
Mengacu kepada data hasil survey global U.S.News, yang melakukan survey terhadap sekitar 17 Ribu responsden di seluruh dunia, maka diperoleh data sepuluh besar Negara di dunia dengan sistem pendidikan terbaik pada tahun 2022 yakni: Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, Prancis, Swiss, Jepang, Swedia, Belanda, dan Denmark.
Sementara posisi Indonesia berada di ranking 52 dunia, di bawah Singapore (22), Malaysia (40), Thailand (48), dan Philipina (50). Dengan demikian, di lingkungan ASEAN saja kualitas sistem pendidikan Indonesia berada di urutan kelima.
Tampak bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kemajuan suatu Negara dengan kualitas sistem pendidikannya. Negara-negara dengan ranking kualitas pendidikanya masuk sepuluh besar dunia adalah merupakan Negara-negara yang sudah sangat maju dan tingkat kesejahteraan hidup rakyatnya sudah sangat tinggi.
Penentu kemajuan Negara-negara tersebut adalah terletak pada kualitas sumberdaya manusianya. Oleh karena itu pendidikan menjadi prasyarat bagi kemajuan suatu Negara.
Skor kualitas hidup (quality of life) Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya 19,4 persen. Sebagaimana kita ketahui bahwa skor kualitas hidup (quality of life) suatu Negara diukur melalui Sembilan aspek. Yakni aspek Good job market (Kesediaan lapangan kerja), Affordable (Keterjangkauan/Aksesibilitas), Economically stable (Stabilitas ekonomi), Family-friendly (Ramah keluarga), Income equality (Pemerataan Pendapatan), Politically stable (Stabilitas politik), Safe (Keamanan), Well-developed publiceducation system (Sistem pendidikan public yang baik), dan Well-developed public health system (Sistem kesehatan publik yang baik).
Bangsa Indonesia masih mempunyai tugas bersama untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikannya agar visi “Indonesia Maju” pada tahun 2045 dapat terwujud. Mari kita tingkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.(*)