MALANG POSCO MEDIA- Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kota Malang ditanggapi Realestate Indonesia (REI) Komisariat Malang dan beberapa asosiasi pengembang. Mereka meminta dialog dengan Wali Kota Malang Drs H Sutiaji dan DPRD Kota Malang, pekan depan.
REI Malang sebenarnya memahami kenaikan NJOP. Apalagi sudah tujuh tahun NJOP di Kota Malang tak naik. Namun demikian jangan sampai naik hingga 1.000 persen.
Ketua REI Komisariat Malang Suwoko mengaku sudah menerima beberapa keluhan dari kalangan pengembang. Sebab kenaikan NJOP ber efek panjang.
Tak hanya nilai transaksi antarpenjual, tapi juga memengaruhi kepada pembeli. Sebab nilai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga akan naik.
“Keluhan yang masuk ke kami dari teman-teman pengembang itu salah satunya seperti ini. Ada pembeli tanah, dia sudah beli tahun lalu nah tahun ini NJOP kan naik tuh, ada pembeli yang bayar bertahap dan sebagainya ini jadi bingung dan protes. Belum lagi pajak BPHTB naik. Mereka bakal tak mau lagi transaksi,” beber Suwoko.
Ia juga menerima keluhan pengembang yang hendak menjual properti lahan di kawasan Kecamatan Blimbing tepatnya di kawasan Jalan LA Sucipto. Menurut mereka kenaikan NJOP di kawasan itu sangat tidak wajar.
Yakni dari NJOP sebesar Rp 320 ribu per meter persegi menjadi Rp 4 juta per meter persegi. Menurut Suwoko kenakikan NJOP tersebut sangat tidak wajar karena kenaikannya lebih dari 1.000 persen.
Kemudian di wilayah pinggiran Kecamatan Kedungkandang. Suwoko mengatakan mendapat laporan dari anggotanya yang mengeluh. Karena NJOP di kawasan tersebut dari semula Rp 1,2 juta per meter persegi menjadi Rp 6 juta. Kenaikannya sekitar 500 persen.
“Kami tidak masalah ada kenaikan NJOP karena aturannya ada memang butuh pemyesuaian. Kami juga yakin ada kajian-kajian di dalamnya. Tapi ya tolong dipertimbangkan lagi, dipikirkan lagi kami ya kalangan pengusaha,” katanya.
Menurut Suwoko kenaikan NJOP harusnya sewajarnya saja. Yakni sekitar 10 hingga 20 persen saja. Tidak semata-mata mengikuti harga pasar.
Menjadikan harga pasar sebagai penentuan kenaikan NJOP menurutnya sangat ‘abu-abu’. Ia mempertanyakan dasar harga pasar mana yang dijadikan patokan. Lalu harga pasar yang seperti apa yang dijadikan pedoman dan sebagainya. Itulah yang menjadi pertanyaan kalangan pengembang dan pebisnis properti di Kota Malang.
“Kalau pakai penentuan harga pasar. Nanti kita jual properti di atas nilai NJOP, tahun depan diverifikasi lagi nanti naik lagi disesuaikan harga pasar. Tambah lama naik lagi, makin banyak yang tak mau investasi karena terlalu berat,” tegasnya.
Menurut dia tujuan menaikan NJOP untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang kedepan tidak akan berbuah maksimal. Warga maupun kalangan pengusaha akan berpikir panjang untuk berinvestasi atau mau melakukan transaksi di Kota Malang.
“Itu bukan pengembang saja. Klien kami, pembeli juga sudah mulai mengeluh pajak BPHTB nya kok naik sekali katanya. Nah ini kan sudah dikeluhkan banyak pihak,” jelas Suwoko.
Dijelaskannya Nilai Pajak BPHTB juga dipengaruhi nilai NJOP. Naiknya NJOP PBB di Kota Malang akan memengaruhi nilai transaksi yang juga dipastikan naik. Dari nilai transaksi yang sudah deal, maka nilai BPHTB akan disesuaikan dengan nilai transaksi tersebut.
Ia menerangkan pajak BPHTB kepada penjual/pengembang dikenakan sebesar 2,5 persen dari nilai transaksi yang disepakati. Sementara pembeli akan dikenakan sebesar 5 persen.
“Jadi ya lumayan berat kalau NJOP naik. NJOP naik ini sudah pasti akan menaikan nilai transaksi. Hitung saja jika NJOP Rp 6 juta per meter persegi dijualnya bisa Rp 2 M. Dari situ rentetan pajak pasti tinggi juga,” tegasnya.
Karena itulah Suwoko mengatakan sudah berkirim surat untuk melakukan audiensi langsung dengan Wali Kota Malang Sutiaji dan DPRD Kota Malang. Itu dilakukan bersama asosiasi pengembang lainnya. Direncanakan pekan depan REI Malang dan beberapa asosiasi pengembang bertemu Wali Kota Sutiaji dan DPRD Kota Malang.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang Dr Handi Priyanto mengatakan sudah mengkaji sangat detail berkaitan dengan kenaikan NJOP dan rentetan pajak lainnya yang mengikuti termasuk BPHTB.
“Sudah kami jelaskan, secara regulasi kenaikan NJOP mengikuti harga pasar. Ada wilayah-wilayah yang memang kami beri kebijakan tidak naik signifikan karena wilayah pemukiman masyarakat berpenghasilan rendah. Stimulus juga diberikan, bisa mengajukan permohonan untuk kenaikan BPHTB,” jelas Handi.
Meski begitu reaksi dan respon masyarakat dikatakannya wajar. Karena perubahan ini memang menjadikan tatanan berbagai bidang bisnis berubah. Untuk itu pihaknya akan tetap membuka kesempatan untuk memberi pemahaman dan sosialisasi lebih maksimal kedepan.
Sementara itu Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang Arief Wahyudi membenarkan agenda dengar pendapat dengan beberapa asosiasi pengembang. Sudah dijadwalkan pada Senin (6/2) pekan depan di DPRD Kota Malang.
“Kami juga akan dalami perhitungan kenaikan NJOP. Kalau polanya jelas dan tidak berlebihan, saya rasa masyarakat yang bertransaksi tidak akan keberatan. Kami akan minta pola perhitungannya itu ke Bapenda. Kami tampung masukan dari kalangan pengusaha dan warga lalu dibahas,” pungkas Arief. (ica/van)