MALANG POSCO MEDIA– Pemerintahan awal Kota Malang atau ketika transisi menjadi gementee dibikin pusing. Pes yang masih mewabah ganas, terpaksa harus menyiapkan layanan air atau waterleiding yang lebih sehat.
Tercatat wabah Pes di Malang mulai terjadi sekitar tahun 1910. Kisah Pes mewabah di Malang, salah satunya di Blimbing diulas Malang Posco Media pada HUT Kota Malang tahun lalu.
Menurut buku Kroniek der Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939 wabah ini berlangsung hingga sekitar tahun 1919. Akibatnya dalam rentang waktu tersebut sejumlah wilayah di Malang di-lockdown. Itu merupakan kebijakan lockdown pertama kali terjadi di negeri ini.
Sementara, di tahun-tahun awal itu, pemerintahan masih belum berjalan sempurna. Apalagi belum dipimpin seorang wali kota.
Pemerhati sejarah Kota Malang, Agung Buana menjelaskan wabah mematikan itu masuk ke Kota Malang lantaran pemerintah kolonial Belanda impor beras dari Burma (sekarang Myanmar). Impor beras itu diangkut dengan sebuah kereta, dari Surabaya menuju Malang.
Terbentuknya status Gementee, dikatakan Agung juga berdasarkan dari situasi wabah yang saat itu terjadi.
“Sebenarnya justru adanya wabah Pes itulah yang mendorong segera dibentuknya Gementee Malang. Dalam kondisi wabah itu, hal yang pertama kali dilakukan adalah pembentukan dinas kesehatan atau semacam lembaga yang menangani masalah Pes secara khusus untuk penderita wabah yang berasal dari warga Belanda sendiri,” jelas Agung.
Wabah mematikan yang sering disebut Black Death itu memang sangat ditakuti warga Belanda. Mereka mendorong agar ada pemerintah lokal yang lebih mudah diakses. Saat itu memang Kota Malang merupakan bagian dari Karesidenan Pasuruan. Sehingga ada kekhawatiran penanganan wabah oleh pemerintah kolonial Belanda agak lambat karena dilakukan berjenjang.
Penanganan wabah itu akhirnya mau tidak mau harus diselesaikan dan dilakukan walaupun dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini juga yang mengakibatkan selama lima tahun, sejak 1914 sampai 1915 Kota Malang belum memiliki burgemeester atau wali kota.
“Wali Kota Malang pertama H.I. Bussemaker. Dia awalnya controler dari pemerintah Belanda. Bussemaker menjabat selama 6 tahun, sejak 1913 sampai 1919 sekaligus bagian dari keanggotaan Dewan Kota (Gementee Raad). Pengalaman ketika menjadi Burgemeester ini juga didasari pengalaman dia selama menjadi controler,” tukasnya.
Tidak hanya itu, seperti yang disebut di dalam buku Kroniek der Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939, Agung juga mengamini faktor perang dunia turut memengaruhi situasi kondisi di Kota Malang saat itu. Perang yang terjadi sekitar 1915-1917 itu memengaruhi belum adanya wali kota definitif. Hanya Gementee Raad.
Dengan berbagai dinamika yang ada, maka di tahun-tahun awal ini kebijakan yang diambil adalah berkaitan dengan masalah kesehatan. Agung mengatakan, penanganan wabah menjadi salah satu fokus, yakni dengan pembentukan sanitasi air yang baik yaitu membangun waterleiding.
“Salah satu yang dilakukan Gementee Raad adalah kebijakan waterleiding, penyediaan air minum bagi warga Belanda di Malang. Akhirnya disiapkanlah penampungan air minum mulai dari Waterleiding Binangoen, Bethek dan Dinoyo. Karena untuk penanganan wabah harus diimbangi dengan perbaikan sanitasi atau sistem air dan perairan,” sebutnya.
Agung menggambarkan, warga Belanda saat itu beranggapan air yang ada di Malangh terkontaminasi wabah Pes. Banyak komplain dari warga terkait hal itu. Sehingga perlu akses air baru yang ditarik dari Batu demi kualitas air sesuai standar dan fresh.
Sebelumnya, warga Belanda maupun pribumi banyak menggunakan air permukaan atau air sumur.
“Karena pendirian Gementee Malang untuk kebutuhan Belanda, otomatis program yang paling khas atau strategis saat itu adalah yang memenuhi kebutuhan mereka. Yakni penyediaan sarana sanitasi air bersih dalam tugas utama gementee,” tegasnya.
Di tahun tahun awal Gementee Malang setelah dipimpin oleh Burgemeester, selain kebijakan saluran air, kebijakan lain yang sangat strategis adalah pemenuhan akses jalan.
Banyak ruas jalan yang dilakukan perkerasan atau pengaspalan. Selain itu juga penataan perkotaan. “Yang menarik lagi adalah nanti di era 1920-an, di tahun pertama Bussemaker, dia mengambil kebijakan menjadikan kawasan Kayutangan berubah fungsi dari hunian menjadi kawasan yang diproyeksikan menjadi perdagangan dan jasa.
Kawasan Kayutangan disebut dalam buku Kroniek der Stadsgemeente Malang sebagai ‘Permatanya Malang’. (ian/van)