MALANG POSCO MEDIA– Sejak berbentuk Gemeente Malang, di tahun-tahun awal, Kota Malang sudah memiliki legislatif. Awalnya didominasi penduduk Eropa, legislatif pribumi juga sudah ambil peran. Dari tahun ke tahun kritis, berani menyuarakan pendapat.
Dalam Kroniek der Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939 yang ditelusuri Malang Posco Media menyatakan legislatif saat itu dinamakan Dewan Kota. Tugasnya mendampingi asisten keresidenan dan kemudian wali kota untuk mengatur dan membuat kebijakan dan urusan penganggaran. Tidak jauh berbeda dengan tugas dan fungsi DPRD Kota Malang saat ini.
Akan tetapi jumlah anggota legislatfnya, khususnya yang berasal dari pribumi tidak banyak. Sejarawan Kota Malang Dr R Reza Hudiyanto SS MHum menjelaskan seiring berjalan waktu, anggota Dewan Kota dari kalangan pribumi semakin besar porsinya.
“Memang awalnya 11 anggota kan di awal-awal dulu, tapi kemudian terus bertambah. Ini membuktikan warga pribumi, warga lokal sudah bisa masuk dalam jajaran pemerintahan saat itu. Meski perlahan,” ungkap Reza.
Menurut penelusuran Malang Posco Media di Kroniek der Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939, di Tahun 1914 jumlah dewan kota sebanyak 11 orang. Dua di antaranya warga pribumi. Mewakili kurang lebih 40 ribu penduduk pribumi di Malang saat itu.
Peran dari dua anggota dewan kota pribumi saat itu juga penting. Karena di tahun 1915 sempat disebut sebagai tahun yang subur di bidang legislatif. Terutama dalam peraturan fiskal daerah. Beberapa aturan yang dimunculkan saat itu salah satunya terkait upeti pasar.
Aturan lain yang dibentuk adalah pungutan bea untuk pemakaman warga Tionghoa yang meninggal dunia di luar pemakaman umum. Selain itu peraturan tentang pajak anjing, aturan dilarang memelihara babi di dalam wilayah kota hingga aturan memasang nama dan nomor rumah bagi semua penduduk.
“Aturan-aturan awal Dewan Kota ini memang untuk membantu tugas asisten residen saat itu. Dengan perwakilannya masing-masing bagi orang Eropa hingga pribumi dengan kepentingan kelompoknya masing-masing,” jelas Reza.
Ia mengungkapkan pula, sejak awal Gementee Malang ditetapkan, warga atau penduduk di Malang pun semakin bertambah. Hal ini juga dinilai sebagai dasar penambahan anggota Dewan Kota saat itu.
Menurut Kroniek der Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939 disebutkan pada 12 November 1918, untuk pertama kalinya di Kota Malang muncul dewan yang anggotanya dipilih oleh warga. Dan saat ini pula jumlah anggota dewan bertambah.
Dewan Kota bertambah menjadi 15 orang anggotanya. Diisi sembilan orang orang Eropa, empat orang pribumi dan dua orang timur asing (asia timur).
“Dan memang saat itu konsep pemerintahan baik di Batavia Maupun di daerahnya sudah berkembang. Konsep kebijakan atau kekuasaan tidak boleh sebatas di pemerintahan pusat saja. Dan memang terus berkembang,” jelas Reza.
Kemudian jumlah pribumi masuk ke dewan bertambah lagi di sekitar tahun 1929.Saat itu jumlah pemilih meningkat. Pribumi yang terpilih menjadi dewan kota bertambah menjadi 6 orang. Saat itu dewan kota beranggotakan total 17 orang.
Kemudian rekam jejak anggota dewan yang berasal dari pribumi mengkritisi kebijakan pemerintahan kolonial saat itu juga tercatat di dokumen Kroniek Stadsgemeente Malang Over de Jaren 1914-1939.
Anggota Dewan Kota berasal dari warga pribumi, R Soerkardjo Wiriopranoto tercatat mempertanyakan kebijakan yang merugikan masyarakat pribumi Kota Malang saat itu. Yakni hilangnya otonomi desa yang mengakibatkan tidak meratanya pembangunan di kawasan-kawasan perkampungan pribumi saat itu.
Tercatat ia mengemukakan pendapatnya dalam rapat tanggal 24 Agustus 1928. Pertanyaan kritisnya apakah pemerintah bisa mengarahkan kebijakan ke wilayah desa-desa di luar pusat kota. Yang saat itu membutuhkan pemeliharaan dan perbaikan jalan. (ica/van)