Akhir-akhir ini sebagai pendidik, kita mulai familiar dengan istilah filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang menjadi dasar diberlakukannya kurikulum baru bertajuk “Merdeka Belajar.” Menurut KHD, pendidikan menciptakan ruang bagi siswa untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). KHD mengingatkan bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar siswa memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dalam kurikulum ini, guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa. Kurikulum ini memiliki 3 prinsip yakni pengembangan soft skills dan karakter, fokus pada materi esensial, dan pembelajaran yang fleksibel.
Kurikulum Merdeka mencakup tiga tipe kegiatan pembelajaran yakni: Pertama, Pembelajaran intrakurikuler yang dilakukan secara terdiferensiasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswanya. Kedua, Pembelajaran kokurikuler berupa projek penguatan Profil Pelajar Pancasila, berprinsip pembelajaran interdisipliner yang berorientasi pada pengembangan karakter dan kompetensi umum. Ketiga, Pembelajaran ekstrakurikuler dilaksanakan sesuai dengan minat siswa dan sumber daya satuan pendidik.
Dalam rencana strategis kementerian pendidikan dan kebudayaan (Renstra Kemdikbud), terdapat sembilan tantangan pemajuan pendidikan yang memerdekakan yakni: Pertama, Belajar menjadi pengalaman yang menyenangkan. Kedua, Sistem terbuka (kerjasama antar pemangku kepentingan). Ketiga, Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar.
Keempat, Pedagogi berbasis kompetensi dan nilai-nilai, kurikulum, dan penilaian. Kelima, Pendekatan berbasis kebutuhan individu dan berpusat pada siswa. Keenam, Pembelajaran yang memanfaatkan teknologi. Ketujuh, Program-program yang relevan dengan industry. Kedelapan, Kebebasan untuk berinovasi. Kesembilan, Sebagai agen untuk seluruh pemangku kepentingan.
Dari sembilan tantangan tersebut terdapat tantangan yang menurut penulis perlu menjadi perhatian pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia, pada poin pertama yakni “belajar menjadi pengalaman yang menyenangkan.”
Proses memerdekakan pembelajaran saat ini dirasa masih menjadi beban bagi para guru karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki. Kebanyakan guru hanya mengenal kurikulum merdeka melalui berita yang beredar saja, dan belum paham sepenuhnya bagaimana cara menerapkan pembelajaran tersebut. Sehingga masih banyak guru yang merasa berat, dan kurang mampu untuk menerapkan model pembelajaran yang mengacu pada merdeka belajar.
Oleh karena itu kegiatan sosialisasi ataupun pelatihan yang diadakan pemerintah dalam implementasi kurikulum merdeka menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh seorang guru. Sehingga dengan begitu akan didapatkan pemahaman yang lebih, dan dapat diterapkan ke dalam kegiatan pembelajaran bersama siswa.
Namun realitanya, motivasi intrinsik dalam diri guru masih kurang dalam meningkatkan kompetensi pada hal-hal baru karena kecenderungan fixed mindset. Fixed mindset dapat disebut juga pola pikir tetap, dimana mereka seringkali menghindari tantangan, mudah menyerah, dan tidak dapat menerima kegagalan. Sehingga hal ini membuat mereka merasa enggan keluar dari zona nyaman untuk mengikuti perkembangan zaman.
Beda halnya dengan guru yang memiliki pandangan growth mindset. Mereka akan merasa tertarik dan tertantang akan adanya perubahan. Mereka memiliki keyakinan dasar bahwa potensi yang mereka miliki dapat terus berkembang seiring waktu, usaha, dan ketekunan.
Seorang guru yang bertipe growth mindset, dalam menghadapi perubahan kurikulum ini akan berusaha mengembangkan kompetensi diri serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai merdeka belajar. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tersebut, mereka dapat menggali lebih dalam tentang aset atau potensi apa yang ada, yang dapat digunakan dalam penerapan merdeka belajar.
Hal ini sesuai dengan konsep pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi Universitas Michigan Amerika Serikat. Dalam kurikulum merdeka, guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dapat memaksimalkan pemanfaatkan ekosistem sekolah (interaksi biotik dan abiotik) dalam mewujudkan visi dan misi sekolah tersebut, mengoptimalkan pengelolaan sumber daya (aset) dalam mengembangkan potensi yang dimiliki siswa serta mencari alternatif solusi dari permasalahan yang mungkin saja terjadi.
Pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran yang berkualitas, memunculkan keaktifan siswa, rasa percaya diri, keceriaan (merdeka) siswa sehingga potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang. Dengan begitu, penerapan merdeka belajar bukan dilihat sebagai beban, melainkan sebagai suatu pengalaman yang menarik dan menyenangkan.
Untuk mengatasi kurangnya minat guru dalam mempelajari dan menerapkan kurikulum merdeka, rupanya pemerintah mulai mencanangkan berbagai macam benefit bagi guru penggerak. Salah satunya adalah otomatis terekrut dalam program sertifikasi guru yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan.
Dengan adanya benefit tersebut, harapannya guru merasa tertarik untuk mau mengikuti pelatihan sehingga kegiatan mempelajari dan menerapkan merdeka belajar tidak lagi dirasakan sebagai beban yang memberatkan.
Kembali pada topik merdeka belajar sebagai pembelajaran yang menyenangkan. Pada bulan Ramadan seperti saat ini, ada beberapa kegiatan pembelajaran menarik yang dapat diterapkan sesuai dengan konteks merdeka belajar yang mendukung proyek penguatan profil pelajar Pancasila.
Dalam kondisi puasa, guru tetap dapat menyajikan kegiatan yang menarik namun tidak menguras tenaga. Misalnya, dalam kegiatan intrakurikuler, guru dapat melakukan kegiatan seperti kegiatan mendongeng, game digital, membuat prakarya bertema Ramadan.
Dalam kegiatan kokurikuler, guru dapat bekerja sama dengan tokoh agama setempat guna memberikan penguatan terhadap ibadah yang dilakukan selama Ramadan, serta mengajak siswa melakukan kegiatan berbagi kepada sesama, baik berupa berbagi takjil, maupun penyaluran zakat dan shodaqoh.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler guru dapat mengajak siswa untuk tadarus, maupun sholawat nabi bagi yang suka menyanyi. Serta masih banyak kegiatan positif serta menyenangkan yang dapat dilakukan selama Ramadan ini.
Dari pembahasan di atas, rasanya merdeka belajar seharusnya tidak lagi dirasakan sebagai beban, melainkan merupakan sebuah tantangan dan pengalaman yang menyenangkan baik bagi guru maupun bagi siswa untuk mengembangkan segala potensinya yang tetap berpedoman pada nilai-nilai luhur Pancasila.
So, jadikan ramadanmu lebih bermakna dengan pembelajaran yang merdeka. Salam merdeka belajar!(*)