MALANG POSCO MEDIA – Puasa Ramadan yang dilanjutkan dengan puasa Syawal, merupakan perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan pribadi dalam beribadahnya seorang hamba yang bisa jadi belum sempurna, saat masing-masing peribadi merasakan hati yang bersih dan tenang, merasa aman dan tentram di dalam menghambakan diri secara sempurna kepada Allah Sang Maha Sempurna.
Sempurnanya hamba dalam melaksanakan ibadah, akan tercipta di dalam kalbu satu keyakinan dan ketenangan hakiki bahwa tiada kekuasaan melainkan hanya milik Allah semata. Demikianlah hati yang kaya dan penuh dengan keagungan Allah. Yakin bahwa dirinya tidak memiliki apapun di hadapan Allah SWT kecuali hanya titipan, dan titipan itu juga sebagai sarana untuk beribadah.
Yakin bahwa uangnya, jabatannya, anaknya dan rumah yang diberi Allah adalah Amanah dan sebagai sarana. Maka manusia diperintahkan oleh Allah untuk memanfaatkan kenikmatan itu agar dapat menolong kaum yang lemah, para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Kepribadian mukmin yang bahagia-paripurna adalah pribadi yang mulya dan bersih dari sifat kikir, pelit, memfitnah, su’udhon, hasud, murka, dengki dan sejenisnya.
Siapapun yang dijaga Allah dari sifat-sifat kurang terpuji tersebut di dalam hatinya akan tenang dan damai, maka merekalah orang-orang yang beruntung dan sukses hidupnya. Kepribadiannya menjadi pribadi yang bersih dari sifat serakah. Menjadi pribadi yang sukses dengan cara membagi-bagikan rezeki yang ada di dalam kekuasaanya. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Menurut salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ra yang artinya: “Rasulullah SAW dalam masa satu bulan atau dua bulan, di dalam rumah beliau tidak dinyalakan api sama sekali, alias tidak masak. Pernah suatu ketika, para sahabat meminta penjelasan kepada Siti Aisyah ra tentang makanan Rasulullah SAW. Tatkala para Sahabat melihat di dalam rumah beliau tidak dihidupkan api sama sekali, sehingga mereka heran. Aisyah berkata: makanan Rasulullah SAW hanya dua, yakni kurma dan air putih.”
Subhanallah, Makhluk Allah yang paling agung secara mutlak, lebih senang makan kurma dan minum dengan air putih dalam masa dua bulan berturut-turut. Sedangkan umat beliau lebih suka dengan aneka macam makanan dan kuliner.
Menjaga Hasil Ibadah
Kebahagiaan seorang muslim adalah tatkala bisa menjaga hasil puasa Ramadan dan puasa-puasa sunnah yang lain, lalu selalu istiqomah menjalankan buah hikmahnya sesudah puasa. Karena meninggalkan nikmat puasa dan buahnya puasa berarti mengkufuri nikmat-nikmat Allah SWT dan menyebabkan kerusakan di atas bumi, menjauhkan ridla Allah SWT.
Buah puasa adalah sedikit makan, dermawan kepada teman, selalu menjalin tali silaturrahim kepada famili, menjaga lisan, selalu mengunjungi orang-orang fakir miskin, membiasakan membaca Al Qur’an dan mengisi waktu kosong dengan ibadah dan amal baik.
Demikianlah kebahagiaan yang agung, nikmat yang agung, yang mencerminkan perubahan pada masa setelah Ramadan yang bisa dirasakan di dalam hati masing-masing, sebagai pembalasan yang seimbang atas puasa yang benar.
Adapun, poin kebahagiaan saat bertemu Allah, manusia selama masih berpijak di atas muka bumi tidaklah mungkin sanggup menerangkan variable kebahagiaan bertemu Tuhan. Manusia tidak akan sanggup membuka rahasia kebahagiaan tersebut dan tidak sanggup menghitung berkah kebahagiaan tersebut.
Kita semua cukup percaya kepada Allah SWT di dalam salah satu hadits qudsi, riwayat Imam Muslim, bahwa; “Semua amalan manusia selain puasa itu bagi dia sendiri, adapun puasa adalah bagiKu dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Amalan amalan seperti puasa, haji dan zakat mungkin bisa dikira-kirakan balasan pahalanya, bisa 10 kali lipatnya, 100 kali lipat, 700 kali lipat, 1.000 kali lipat atau 100.000 kali lipat, akan tetapi balasan puasa tidak dibatasi dan itu merupakan rahasia Allah SWT yang sangat istimewa.’’
Berdasarkan Syarah Nawawi ‘ala Muslim juz 7 hal. 56 disebutkan, alasan menyamakan pahala enam hari Syawal dengan puasa setahun lamanya berdasarkan nilai pahala kebaikan yang diberikan dilipatkan hingga 10 kali ganjaran. Perhitungannya yaitu ganjaran untuk Ramadan yakni 30 hari x 10 : 300 hari. Adapun enam hari di bulan Syawal menyamai dua bulan lain menjadi 6 x 10 : 60 hari atau 2 bulan. Jadi total 360 hari kita mendapatkan pahala puasa.
Masuk akal kan? Jadi pahala puasa Syawal selama enam hari sama dengan berpuasa selama satu tahun penuh. Pahala puasa Syawal menjadi penyempurna puasa Ramadan.
Pahala ini didapatkan bagi orang yang telah menyempurnakan puasa Ramadan sebulan penuh dan telah mengqadha puasa Ramadan jika ada yang ditinggalkan. Bagi yang punya utang puasa Ramadan diharuskan membayar utang puasanya dulu. Namun, siapa saja yang berpuasa Syawal sebelum membayar utang puasa Ramadannya, puasanya masih sah. Syaratnya, setelah itu ia tetap membayar utang tersebut.
Kebahagiaan Orang Berpuasa
Bagi orang yang berpuasa, kebahagiaan saat menghadap Allah itu adalah pembalasan yang akal kita tidak mampu memahami seberapa besar pembalasannya yaitu mendapatkan ridla Allah SWT, mendapat bermacam-macam kenikmatan, mendapat derajat dekat dengan Allah, disayang Allah, mendapat rasa aman dan tenang dari kekhawatiran hari di saat manusia dibangunkan dari alam kubur, aman dari siksa neraka, dan juga mendapatkan kenikmatan-kenikmatan yang tiada habisnya di surga, bersama-sama berkumpul dengan para Auliya dan kekasih Allah.
Mengingat puasa tidak hanya berdimensi ukhrowi semata, tetapi juga memiliki dimensi duniawiyah, maka sudah selazimnya manusia setelah melaksanakan puasa, baik wajib maupun sunnah memiliki dampak positif bagi perubahan pola pikir, sikap dan perilaku yang lebih baik. Hidupnya selalu berorientasi pada perdamaian, kemaslahatan dan kemanfaatan manusia di sekitarnya, tidak suka merusak, menyakiti orang, permusuhan, apalagi memfitnah orang lain yang akan bisa menggugurkan seluruh amal baiknya yang telah ia lakukan. Dan apabila itu yang dilakukan, maka tidak pantas dijuluki sebagai orang muslim, tetapi orang-orang yang sudah mendustakan agama, bahkan Allah menjauhkan mereka dari Surga-Nya.(*)