Pengalaman mengajar dalam kurun waktu tertentu pasti telah mengkristalkan seluk beluk, hal-hal menarik, dan eksistensi dalam proses pembelajaran di sekolah. Dalam kurun waktu tersebut banyak peristiwa yang bisa dianggap sebagai sebuah pendewasaan, pengembangan, dan pemantapan kompetensi profesional.
Salah satu hal menarik yang muncul adalah bahwa ketergantungan kepada metode pembelajaran tertentu kadang memancing rasa bosan yang berlebihan pada diri pelaku dalam hal ini adalah guru. Mungkin siswa merasa bisa menikmati metode yang kita pergunakan tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa siswa setiap tahun berganti sedangkan guru tetap.
Maka bisa dibayangkan walaupun metode yang dipergunakan oleh seorang guru sudah sangat tepat untuk menyampaikan materi tertentu, tetapi sebenarnya justru merupakan siksaan yang terus-menerus mendera pelaku yaitu guru.
Berdasarkan pengalaman mengajarkan materi yang sama dengan metode yang sama dengan rutinitas yang cenderung hampir sama pasti merupakan suatu bentuk pemaksaan yang cukup luar biasa menyedihkan bagi seorang praktisi sebagaimana yang penulis alami.
Menyadari hal itu maka sudah pada saatnya jika kita tidak saja memfokuskan pengembangan metode pembelajaran itu hanya untuk kepentingan siswa melainkan juga untuk kepentingan guru agar tidak segera mencapai titik jenuh sebelum waktunya. Seorang guru yang harus mengajar 24 jam dalam satu minggu sangat dimungkinkan harus mengajar pada kelas-kelas paralel pada tingkat yang sama.
Misalnya Bapak A harus mengajarkan sebuah materi pada kelas X A sampai kelas X F. Maka dalam satu minggu Bapak A akan memakai satu metode yang dimungkinkan sama untuk mengajarkan materi yang sama pada keenam kelas paralel tersebut. Sudah barang tentu titik jenuh segera akan dirasakan oleh yang bersangkutan jika tidak menyikapinya dengan beragam teknik dan metode yang bervariasi.
Pada dasarnya pengembangan metode pembelajaran yang inovatif merupakan tantangan bagi guru untuk bisa menghasilkan output pembelajaran yang bagus tetapi harus memberikan rasa nyaman baik pada siswa maupun guru yang bersangkutan. Tidak ada artinya merancang sebuah metode pembelajaran yang sangat canggih tetapi tidak mampu memberikan rasa nyaman baik pada siswa maupun guru.
Orientasi yang benar dari merancang metode pembelajaran inovatif adalah sebagaimana diuraikan di atas yaitu output yang bagus serta rasa nyaman bagi siswa (student wellbeing) dan guru. Jika sudah demikian maka baru dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran yang kita rancang merupakan sebuah metode yang tepat.
Pembelajaran yang inovatif diyakini akan mampu memberikan layanan terbaik kepada para siswa sekaligus kepuasan dari guru yang berinovasi. Jika memang demikian yang terjadi maka sudah sepantasnya kita senantiasa mencoba dan mencoba melakukan inovasi dengan kreativitas untuk merancang sebuah metode pembelajaran yang benar-benar dapat memaksimalkan kemampuan siswa melalui proses yang benar.
Lantas bagaimanakah contoh-contoh metode inovatif berdasarkan kreativitas guru tersebut? Pengalaman menyatakan bahwa proses pencarian memerlukan kompetensi. Menemukan inovasi baru memerlukan proses panjang, tidak terjadi secara serta merta, melainkan terjadi melalui uji coba.
Keberanian mencoba, berinovasi, kreativitas, dan pengalaman menjadi modal yang kuat untuk bisa mencoba melahirkan sebuah metode yang benar-benar berbeda dari semua metode atau model pembelajaran yang ada.
Banyak metode dan model pembelajaran modern yang ditawarkan sesuai dengan kurikulum yang diterapkan. Pada kurikulum 1975, ceramah menjadi sebuah metode yang sangat populer. Kemampuan guru dalam menyampaikan materi dengan teknik ini menjadikan guru menjadi sumber belajar utama pada masa itu. Pergantian kurikulum dan perkembangan teknologi akhirnya juga melahirkan metode dan model pembelajaran modern sebagaimana kita kenal. Pembelajaran abad ke-21 menstimulasi para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan untuk berpendapat dan melahirkan metode modern dalam pembelajaran.
Eggen dan Kauchak (2012: 27-28) menegaskan bahwa sekolah abad ke-21 berkaitan penerapan teknologi dalam pembelajaran. Guru harus bisa mempersiapkan siswanya untuk menggunakan pengetahuan mereka tentang materi pembelajaran dan teknologi serta mendatangkan kreativitas dan inovasi. Banyak model yang bisa digunakan para pendidik untuk mewujudkan dan merealisasikannya.
Banyak model pembelajaran kekinian yang selama ini menjadi rujukan dari guru-guru abad ke-21. Di antara model pembelajaran yang bisa dipilih adalah (1) Discovery Learning atau penemuan, (2) Inquiry Learning atau penyelidikan, (3) Problem Basic Learning atau Berbasis Masalah, (4) Project Based Learning atau Berbasis Proyek, (5) Production Based Training/Production, (6) Teaching Factory atau Pembelajaran Berbasis Industri, dan (7) Blended Learning.
Semua model tersebut menawarkan keunggulan dan karakter yang berbeda. Setiap metode mempunyai langkah-langkah baku yang telah ditetapkan. Langkah-langkah inilah yang menjamin kebenaran metode-metode tersebut untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. Namun tidak bisa dipungkiri jika langkah-langkah ini yang justru menjadi belenggu yang mengikat kebebasan guru untuk berinovasi.
Keberanian untuk keluar dari keteraturan metode-metode pembelajaran yang sudah ada memang diperlukan agar tidak terjerat dalam keteraturan yang mengikat. Di sinilah kompetensi dan profesionalisme seorang guru diuji. Inovasi dan kreativitas menjadi modal utama dan jaminan kualitas ketika keluar dari keteraturan yang sudah ada.
Tentu saja yang dimaksud dengan keberanian dalam hal ini bukan sebuah langkah tanpa perhitungan. Tetap harus disertai dengan perhitungan yang cermat berkaitan dengan tujuan dan kebermanfaatannya. Sama sekali harus bebas dari kata “ngawur” karena hanya berdasar pada keinginan untuk mencari kemudahan semata.
Keluar dari keteraturan sebuah metode dalam proses pembelajaran bukan berarti kita bebas sama sekali tidak memakai sebuah metode pembelajaran. Hal penting yang harus ditekankan adalah bahwa bahasan ini merupakan alternatif solusi dalam pembelajaran dengan tujuan menghindari rutinitas dan kebosanan baik dari sisi guru maupun siswa.
Dengan demikian siapa pun boleh membuat sesuatu yang berbeda, keluar dari keteraturan yang mapan. Namun harus memperhatikan kebermanfaatannya, tujuan, langkah-langkah, dan bagaimana teknis evaluasinya. (*/mpm)