.
Thursday, December 12, 2024

Diskusi Publik Malang Posco Media (2); Evaluasi Perencanaan, Jangan Sampai PBID Tak Tepat Sasaran

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Kesehatan merupakan layanan publik paling mendasar. Warga harus terlayani sebaik mungkin. Karena itulah perencanaan yang baik hingga pengawasan harus maksimal. Sehingga tepat sasaran.

Di sinilah peran wakil rakyat sangat dibutuhkan. Sehingga

penerima bantuan iuran daerah (PBID) BPJS Kesehatan di Kabupaten Malang terwujud seperti yang diinginkan. 

“Jangan sampai dalam penjalanan BPJS yang bercita-cita memberikan jaminan kesehatan malah menjadi larangan masyarakat miskin untuk sakit karena tak bisa membayar iuran. Publik pasti bertanya bagaimana seharusnya yang direncanakan untuk layanan kesehatan ini, sehingga anggaran tidak sia-sia,” ungkap Khusairi, perwakilan LSM Prodesa dalam diskusi bertema ‘PBID Dicabut, Rakyat Bisa Apa?’ yang digelar di Rumah Kita, Jumat (11/8) lalu.

Ia  mempertanyakan peran DPRD Kabupaten Malang saat PBID direncanakan. Sebab, bagi Khusairi pemahaman  kondisi masyarakat oleh DPRD haruslah berbanding lurus dengan dorongan kepada eksekutif untuk bekerja lebih serius.

“Harapan kami ke dewan, tentu bentuk perjuangannya seperti apa setelah ini. Ketika ternyata tidak komunikatif, masyarakat awam bisa kemana  menyampaikan keresahan. Karena  selama ini banyak kebijakan yang cukup mengecewakan yang harusnya dievaluasi. Contohnya mesin cetak administrasi KTP  miliaran rupiah. Tapi tak berfungsi dengan baik, eman-eman,” kritiknya.

Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Malang Unggul Nugroho   mengatakan tidak lari dari tanggung jawab. Terlebih untuk mendorong efisiensi anggaran sejak perencanaan melihat persoalan yang ada. Banyak siasat yang menurut dia bisa diambil dengan memanfaatkan anggaran yang bisa dipangkas dari keperluan lain selain kesehatan.

Sebab kata Unggul, banyak alternatif sebenarnya yang bisa jadi pilihan Pemkab Malang tetap bisa mandiri dalam anggaran sekalipun PBID harus ditanggung sebanyak data yang dinonaktifkan.

“Kita tahu-tahu punya tagihan besar dengan anggaran yang masih mengalami utang Rp 84 miliar. Seharusnya dengan anggaran yang ada hari ini kita bisa mengatasi persoalan BPJS. Dengan catatan, tervalidasi benar. Anggarannya ada tinggal mau tahu tidak kita (memanajemen,red),” urai Unggul.

Terkait dengan Ultra Healthy Coverage (UHC) dirinya beranggapan bahwa Pemkab Malang bisa saja mampu membiayai ketika ternyata masyarakat miskin lebih banyak dibandingkan data saat ini yang masih perlu verifikasi. Hal tersebut dilihatnya dari data penerima bantuan iuran negara (PBIN) dan PBID yang jika diakumulasikan bisa mencapai 1 juta orang. Nantinya gambaran masyarakat miskin dapat dilihat dari kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI) dan hal itu yang memengaruhi perencanaan anggaran lebih sesuai.

“Kalau sampai divalidasi benar segitu (679 ribu peserta PBID) berarti untuk UHC harus siap lebih dari itu. Tergantung keinginan Pemkab Malang, bagaimana nanti menghemat lebih baik dari anggaran lain seperti PU (Pekerjaan Umum) kita sebenarnya bisa punya solusi lebih murah dan awet untuk hal perbaikan jalan sehingga anggaran bisa maksimal untuk kesehatan juga,” katanya.

Ia juga menekankan agar nantinya verifikasi faktual data PBID BPJS benar-benar dipedomani. Bukan menjadi langkah untuk sebatas memangkas anggaran. Dengan tak mempertimbangkan kondisi masyarakat mana saja yang berhak dijamin namun selama ini tidak tepat sasaran.

Pengamat Kebijakan Publik Dr Nuruddin Hady menyampaikan, kepala daerah pada umumnya, dan Pemkab Malang khususnya haruslah menyadari substansi dari data dan dampaknya pada perencanaan dan penggunaan anggaran. Sebab  tak ada yang ingin masyarakat miskin tak terjamin kesehatan hanya karena kendala anggaran yang terbatas. Sehingga harus mengeluh tak mampu membayar.

“Ada proses yang kurang tepat. Data yang sangat besar bukan hanya pada UHC. Subtansinya pada politik anggaran, bagaimana hingga dana yang ada untuk PBID Rp 194 miliar itu dianggarkan. Apakah sudah tepat pada masyarakat yang menerima,” katanya.

“Problemnya juga ada pada peran beberapa pihak, pendataan sejak dari tingkat kepala desa dan kelurahan, lalu dinas sosial. Banyak yang pada proses awal sudah tidak valid,” kritiknya.(tyo/van/bersambung)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img