Eks Kasat Samapta dan Eks Kabagops Polres Malang Batal Bebas
MALANG POSCO MEDIA – Keluarga korban menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) terhadap dua polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan masih sangat ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan. Meski mengapresiasi putusan MA, keluarga korban juga tetap tidak puas dan masih menuntut kasus ini diusut tuntas.
“Betul, namun putusan kasasi terhadap dua terdakwa ini cenderung sangat ringan dan tidak berkeadilan bagi korban kanjuruhan, dikarenakan Pidana dengan pasal 359 dan 360 KUHP ancaman hukumannya kurang dari 7 Tahun yang dijatuhkan. Tidak sebanding dengan dampak serius kejahatan kemanusiaan yang ditimbulkan,” ujar Koordinator LBH Pos Malang Daniel Alexander Siagian kepada Malang Posco Media, Kamis (24/8).
Mahkamah agung secara resmi menjatuhkan vonis penjara kepada dua polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan yang sebelumnya lolos jerat bui. Mereka adalah Mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Keputusan itu merupakan hasil dari proses Kasasi putusan Pengadilan Negeri Surabaya.
MA menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Bambang Sidik Achmadi dan 2,5 tahun penjara kepada Wahyu Setyo Pranoto dalam tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan 135 orang tewas dan ratusan lain luka-luka.
Di amar singkat kasasi yang dilansir website MA menyatakan “Terdakwa Wahyu Setyo Pranoto SH SIK MIK telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara.”
Selain vonis baru yang masih dianggap ringan, lanjut Daniel, berbagai kejanggalan terjadi pada persidangan 16 Januari 2023-16 Maret 2023. Menurut dia, hal itu diperlihatkan dalam proses penegakan hukum yang berjalan memperkuat indikasi peradilan sesat (Malicious Trial Process) terhadap para terdakwa yang diadili.
“Kami menilai putusan kasasi semakin menguatkan Impunitas terhadap Pelaku Kejahatan Kemanusiaan Kanjuruhan dengan tidak adanya keterlibatan Pelaku level atas yang diadili dalam proses penegakan hukum,” tambahnya.
Senada, salah satu keluarga korban, Devi Athok menganggap bahwa putusan kasasi belum sesuai harapan. Meski begitu ia mengapresiasi langkah MA yang dipandang lebih baik dari putusan bebas yang diberikan PN Surabaya saat persidangan sebelumnya.
“Pada dasarnya saya dari keluarga korban dan mewakili yang masih bergerak mengapresiasi MA masih memiliki hati nurani dengan sudah mengeluarkan putusan 2,5 tahun penjara terdakwa. Tetapi itu belum maksimal, meskipun lebih baik dari putusan PN Surabaya. Seharusnya mereka bisa dihukum lebih dari lima tahun,” kata Devi Athok, terpisah.
“Kalau 2,5 tahun hukuman kan kepangkatannya mereka tetap dan tidak dipecat masih jadi anggota polri,” tutur warga Bululawang itu. Baginya, siapa saja yang terlibat harus dihukum berat. Di antaranya pengeksekusi gas air mata hingga pelaku-pelaku utama. Dirinya yang juga masih memperjuangkan laporan model B menuntut agar diusut lebih serius.
“Kan kalau pas laporan model A menggunakan pasal kealpaan itu tidak sesuai. Dan seharusnya dihukum lebih berat. Kasasinya belum memenuhi rasa keadilan keluarga korban. Kalau dibilang puas, ya, tidak puas,” tambahnya.
Kuasa Hukum Devi, Imam Hidayat menegaskan bahwa sejak awal pihaknya menganggap sidang dari laporan model A yang dikeluarkan kepolisian tidak memenuhi harapan keluarga korban. Baginya, pasal yang lebih tepat dikenakan tak lain adalah KUHP 338 dan 340 terkait pembunuhan dan pembunuhan berencana.
“Itu yang masih kita perjuangkan di laporan model B. Mengingat banyaknya kejanggalan pada persidangan sebelumnya, seharusnya majelis mampu melihat fakta yuridis dan empiris bahwa dugaan 338 sangat memenuhi,” ujar Imam.(tyo/lim)