MALANG POSCO MEDIA – Menjadi seorang abdi negara, apalagi prajurit TNI, harus totalitas menjalankan setiap tugas yang diberikan. Tak terkecuali ketika terpilih menjadi pasukan perdamaian di luar negeri.
Hal ini yang tertancap kuat dalam diri Serda Yudi Setiawan anggota Kodim 0833 Malang yang bertugas di Lebanon pada 2012-2013 lalu. Yudi yang saat itu masih berpangkat Prajurit Kepala, ditugaskan di Distrik Addaisih, Lebanon Selatan dan berbatasan dengan Israel. Ia tergabung dalam pasukan Raider 500 Kompi Alpha (A) yang bermarkas di sebuah pos peninggalan Batalyon Kavaleri Israel.
“Dari Malang itu berasal dari beberapa satuan lain. Dari kami Batalyon 512, itu hanya ada 8 orang yang dinyatakan lolos dan masuk di bawah naungan Raider 500. Tentu saya sangat bersyukur ketika itu,” cerita Yudi kepada Malang Posco Media.
Sebagaimana tugas dari UN (United Nations) atau PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), Yudi mengemban misi menjaga perdamaian dunia di negara Lebanon. Misi itu dipegang teguh Yudi dan apabila menemukan permasalahan harus berkoordinasi dengan pimpinan terlebih dahulu.
Awal menginjakkan kaki di tanah Lebanon, Yudi langsung dihadapkan persoalan cuaca yang cukup membuat kaget. Berbeda dengan Indonesia yang hanya punya dua musim, di Lebanon ternyata ada empat musim. Ada musim salju di sana. Alhasil, untuk mandi, tidur atau kegiatan lain, ia belum terbiasa. Apalagi suhunya pernah sempat mencapai minus 16 derajat.
“Tapi adaptasi tidak lama, karena berangkat ke sana sudah tes fisik, tes kesehatan, sama seperti saat masuk militer. Jadi saya dalam kondisi terbaik saat jadi pasukan PBB ketika itu,” tambah warga Kelurahan Kesatrian ini.
Sedangkan untuk kultur dan suasana di Lebanon, diakui Yudi, memang masih kental terasa nuansa konflik. Selain itu, bagi Yudi, warga Lebanon sebagian besar punya karakter keras. Bahkan termasuk anak anaknya. Yudi memperkirakan, hal ini terjadi lantaran bangsa Lebanon baru beberapa tahun meraih kemerdekaannya. Selain itu, karena berdekatan dengan Israel, beberapa kali ada gesekan atau konflik.
Yudi pun mengenang tugasnya menjaga perdamaian benar benar teruji ketika suatu saat hampir saja meletus sebuah peperangan. “Saat patroli, itu terjadi pelemparan atau gangguan ke Israel, terganggu lemparan dari warga Lebanon yang mana mereka itu anak anak kecil. Akhirnya menimbulkan konflik agak besar karena sampai mendatangkan beberapa tank Merkava. Datang mengarahkan senjata ke arah Lebanon, ke anak anak,” ingat Yudi.
“Akhirnya tentara Lebanon juga merasa akan diserang. Di situlah kita menjumpai di sana dan kita harus berusaha melerai. Jangan sampai terjadi perpecahan atau perselisihan. Sambil membawa bendera PBB berwarna biru kita kibarkan, kita teriak don’t shoot (jangan tembak, red), bisa dibicarakan dengan damai,” sambung Yudi mengenangnya.
Singkat cerita, konflik berhasil diredam ketika pasukan bantuan datang bersama dengan interpreter (penerjemah bahasa). Setelah komunikasi beberapa lama akhirnya pertempuran berhasil dihindarkan. “Alhamdulillah saat saya tugas tidak sampai meletus, karena ketika tugas memang jangan sampai ada perpecahan. Istilahnya haram kalau ada perpecahan. Bahkan meletuskan senjata satu kali pun jangan sampai,” sebut pria kelahiran Kediri 27 Desmber 1979 ini.
Tidak cukup itu saja, Yudi juga bertugas mengedukasi masyarakat setempat. Ia mengajak anak anak untuk belajar membaca dan menulis. Hal itu notabene memang kurang maksimal bila dibandingkan dengan di Indonesia. Kegiatan edukasi ini dilakukan supaya meminimalisir atau mengganti suasana konflik dengan suasana yang menyenangkan. Yakni belajar dengan bermain.
Ini tentu tidak mudah. Yudi dan rekan rekannya harus bisa merebut hati masyarakat setempat. Sehingga berbagai cara pun dilakukan. Selain sering mengajak komunikasi, beberapa rekan Yudi bahkan ada yang memamerkan atraksi sulap agar anak anak mudah diajak belajar.
“Kurang lebih ada antara 50 sampai 100 orang anak kecil, sambil edukasi kita kasih permainan juga. Bahkan kalau yang menang permainan, kita bawa balon, pensil, buku, kita berikan untuk hadiah,” beber alumnus SMAN 4 Kediri ini.
Yudi menjalankan tugas sebagai pasukan perdamaian selama setahun sampai 2013. Sekembalinya di Indonesia, Yudi disambut penuh haru oleh istri dan anaknya. Sama seperti ketika sebelumnya melepas keberangkatan Yudi.
“Hidup mati saya adalah untuk negara, karena saya sudah teken kontrak dengan negara. Prajurit siap ditugaskan dimana saja dan kapan saja sesuai surat perintah yang diterima dan tidak bisa ditolak. Daftar militer, artinya saya menjadi anak negara. Istri dan anak memang merasa berat saat ditinggalkan, tapi dengan tugas mulia ini artinya di situlah hidup mati saya,” tegas Yudi.
Sekembalinya di Indonesia dan bertugas di satuan teritori, banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang bisa dipetik dari tugasnya sebagai Pasukan Garuda XXIII. Menurut Yudi, bangsa Lebanon, memang punya beberapa kelebihan. Mulai dari disiplin ibadah hingga kegigihan membela bangsa negaranya.
Menurut Yudi, ini perlu dicontoh oleh generasi saat ini agar membela negara sepenuh hati. “Cintanya kepada negara melebihi cintanya pada hidup mati dia. Bahkan mengorbankan jiwa raga tanpa disuruh. Saya harapkan di Indonesia juga lebih mencintai. Apalagi Indonesia punya sejarah. Jangan mudah diadu domba dengan sesama anak bangsa,” tutur Yudi.
Dalam momen HUT TNI kali ini, Yudi pun berpesan kepada seluruh prajurit untuk menjalankan setiap tugas yang diberikan oleh negara. Sebab ini merupakan tugas yang mulia dan sudah sepatutnya dilakukan. Apalagi untuk prajurit muda atau juniornya.
“Tetap semangat untuk rekan rekan TNI. Jaga kekompakan, selalu menjunjung tinggi nilai penugasan, dan jadilah generasi muda yang sudah diteken kontrak hidup mati kita untuk negara dengan sebaik baiknya,” pungkas Yudi.(ian/lim)