Setiap anak tentulah memiliki cita-cita atau target yang ingin dicapai dalam hidup. Bahkan sejak di taman kanak-kanak sudah muncul pertanyaan “ketika dewasa nanti mau jadi apa?”. Ada anak menjawab ingin manjadi guru, arsitek, dokter, pengusaha dan masih banyak lagi jawaban tentang cita-cita.
Untuk mewujudkannya, anak memerlukan sebuah perencanaan yang matang dan terstruktur. Tujuannya adalah menjaga pilihannya untuk mencapai kebahagiaan, kesejahteraan, kesehatan, serta finansial kita di masa yang akan datang. Karenanya, sudah seharusnya anak memiliki rencana masa depan. Jangan sampai masa depannya menjadi suram hanya karena tidak membuat perencanaan sama sekali.
Merencanakan masa depan menjadi salah satu usaha untuk mengatur strategi dalam menghadapi rintangan-rintangan yang akan datang demi mencapai tujuan hidup. Strategi ini juga berfungsi sebagai sarana untuk membimbing kita saat mengambil kesempatan yang ada, menjaga kita untuk tetap pada fokus utamanya, yakni sesuatu yang dicita-citakan.
Namun seringkali dalam perkembangannya tidak semua anak mampu merencanakan pendidikan dengan baik. Sehingga masih banyak ditemukan anak kebingungan dalam mengisi pilihan studi untuk menentukan program jurusan di perguruan tinggi atau studi lanjut, sehingga mereka melakukan pemilihan jurusan dengan asal-asalan dan tidak berdasarkan perencanaan yang matang dengan menyesuaikan potensi yang dimiliki.
Di sekolah jika sudah terjadi permasalahan-permasalahan tentang kebingungan studi lanjut yang dialami siswa perlu segera mungkin untuk diselesaikan. Namun alangkah lebih baik perlu adanya usaha preventif permasalahan kebingungan studi lanjut. Semakin dibiarkan permasalahan seperti ini akan menjadi bom waktu ke depannya.
Kasus pertama, siswa di kelas XII yang seharusnya sudah menetapkan pilihannya dengan matang justru banyak yang masih bingung memilih kemana akan melanjutkan masa depannya. Bahkan beberapa siswa kelas XII yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi memilih jurusan di jalur masuk perguruan tinggi bukan berdasarkan pemilihan dan persiapan karir yang telah dilakukan semasa SMA. Hal ini menunjukkan ketidaksiapan mereka dalam menentukan arah karirnya.
Kasus kedua, beberapa alumni SMA yang kini melanjutkan ke perguruan tinggi bahkan menyatakan pilihannya hanya berdasarkan spekulasi-spekulasi dengan tujuan asal dapat jurusan di perguruan tinggi negeri. Hal semacam inilah yang menunjukkan bahwa pemilihan program jurusan studi lanjut dilakukan secara asal-asalan tidak mempertimbangkan potensi dan peluang yang dimiliki.
Permasalahan seperti ini bukan hanya menjadi tugas sekolah atau guru bimbingan dan konseling saja. Kolaborasi antara sekolah, orang tua dan siswa di SMA Islam Sabilillah Malang Boarding School Sistem Pesantren dikenal dengan nama Tripartit. Istilah ini diambil dengan maksud membuat komunikasi tiga arah yang menekankan pada kerjasama, memberikan pertimbangan saran dan pendapat yang bisa dijadikan acuan dalam merancang studi lanjut dan masa depan siswa.
Bukan hanya sekadar sharing dan komunikasi ala kadarnya, kegiatan Tripartit ini lebih menekankan pada kegiatan pengajuan proposal dalam bentuk presentasi siswa yang isinya adalah identitas siswa, prestasi yang pernah diraih, nilai rapor, hasil tes psikologis, hingga muaranya adalah komitmen.
Mulanya siswa menampilkan slide pertama dan mempresentesikan identitas diri dimulai dari nama, tempat tanggal lahir hingga bagian cita-cita. Kemudian pada slide kedua siswa menampilkan hasil tes psikologis berupa bakat, minat, kekuatan, kelemahan dan rekomendasi pilihan studi dan cita-cita bedasarkan hasil tes psikologis.
Slide ketiga siswa menampilkan dan mempresentasikan hasil rapor yang didapatkan selama di SMA Islam Sabilillah Malang Boarding School Sistem Pesantren. Untuk kelas X isian rapor yang dipresentasikan adalah hasil rapor akuntabilitas yang didapat setiap bulan. Untuk kelas XII isian rapor yang dipresentasikan adalah hasil rapor semeter I hingga semeter IV.
Siswa menyampaikan secara rinci dalam bentuk diagram batang capaian nilain per mata pelajaran. Siswa menyampaikan nilai yang menonjol dan nilai yang dirasa kurang sehingga bisa dijadikan bahan refleksi dan acuan dalam menentukan studi lanjut.
Selanjutnya pada slide keempat siswa menampilkan dan mempresentasikan hasil prestasi yang diraih selama di SMA Islam Sabilillah Malang Boarding School Sistem Pesantren untuk kelas XII dan prestasi yang diraih saat SMP untuk siswa kelas X. Prestasi yang disampaikan adalah semua capaian dalam berbagai kejuaraan baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Pada slide kelima siswa menampilkan dan mempresentasikan hasil tes diagnostik yang didapatkan dari hasil try-out soal tes potensi skolastik. Tes berbasiskan tes potensi skolastik ini dipilih karena seleksai nasional berbasis tes menggunakan soal berbasiskan tes potensi skolastik.
Tes ini juga digunakan untuk beberapa kampus luar negeri. Hasil ini memang dikhusukan untuk siswa kelas XII karena dari SMA Islam Sabilillah Malang Boarding School Sistem Pesantren sudah dirancang dalam program Tim Sukses kelas XII untuk melaksanakan try-outberbasiskan soal tes potensi skolastik.
Slide keenam siswa menampilkan dan mempresentasikan tentang rancangan pilihan studi yang dibuat oleh siswa. Pada bagian ini berisi tentang pilihan jurusan dan kampus tujuan yang dipilih. Selain ada pilihan studi siswa juga menyampaikan bahan refleksi yang diambil dari slide sebelumnya.
Kegiatan Tripartit juga mewadahi hasil diskusi antara anak dan orang tua jika ada perbedaan dari hasil yang dipaparkan. Karena tidak bisa dipungkiri ada beberapa orang tua yang sudah merancangkan pilihan studi lanjut siswa.
Sekolah terlibat di sini sebagai kubu netral yang bisa sebagai penengah jika terjadi kebuntuan perbedaan pilihan studi lanjut siswa dan orang tua. Sekolah juga bisa memberikan alternatif pilihan lain juga berdasarkan track siswa.
Kegiatan tripartit bisa menjadi salah satu ikhtiar sambung rasa sehingga ketiga pihak yang nantinya terlibat dalam studi lajut siswa selaras dan sefrekuensi. Doa-doa yang terselip juga sudah berdasarkan keputusan bersama bukan lagi paksaan dari salah satu pihak.
Bagaimanapun juga pilihan di tangan siswa karena yang menjalani adalah siswa, namun siswa tidak dibiarkan berjalan sendiri karena perlunya support dari orang tua selaku pemberi dukungan moril dan materiil dan juga sekolah sebagai fasilitator dalam mempersiapkan studi lanjut.(*)