.
Saturday, December 14, 2024

Rayhan Allan Satriawan, Pemuda Tlogomas Peraih Penghargaan di Selandia Baru, Jadi Relawan Kemanusiaan, Dianugerahi Selywn Awards-Bronze

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Pemuda asal Kelurahan Tlogomas Kota Malang harum namanya di New Zealand. Karena memilki jiwa kemanusiaan dan rasa empati yang tinggi. Namanya  Rayhan Allan Satriawan, akrab disapa Ray.

Ray menerima Selwyn Awards- Silver- Young Achievers pada 2023 lalu. Ini sebuah penghargaan dalam bidang kemanusiaan yang diberikan Selwyn, salah satu distrik di Selandia Baru.

Sebelumnya Ray juga menerima penghargaan Selywn Awards-Bronze pada kategori Volunteering di tahun 2021. Di periode yang sama, pemuda 19 tahun ini juga menerima penghargaan ‘Lincoln Community Service’ dari St John Youth Selandia Baru. Dan banyak apresiasi penghargaan lainnya yang ia terima.

Semua penghargaan itu karena jiwa kemanusiaannya yang tinggi. Karena sejak tahun  2019 lalu ia memutuskan untuk aktif dalam kegiatan sukarelawan atau  volunteering service di organisasi kemanusiaan bernama St John.

“Jadi awalnya karena saya ikut organisasi, St. John, di situ mendapat banyak kenalan yang kemudian menghubungkan saya ke sukarelawan di RSU Christchurch. Menjadi sukrelawan di rumah sakit itu sekitar dua tahun SMP dan SMA selesai,” tutur alumnus Lincoln High School Canterbyry New Zealand itu kepada Malang Posco Media saat diwawancarai via pesan WhatsApp (WA).

Selama menjadi relawan  di rumah sakit, Ray  menyambut dan membantu para pasien mencari atau mengantarkan ke bangsal rumah sakit yang dituju, menyediakan kursi roda bagi para pasien lansia.

Ray menceritakan pernah berhasil menyelamatkan nyawa seorang lansia berusia 90 tahun yang tiba-tiba jatuh kolaps di koridor rumah sakit. Saat itu juga, Ray segera memberi bantuan CPR hingga bantuan medis yang lengkap datang.

Saat itu Ray masih menjadi kadet yunior dan mempelajari berbagai hal tentang pertolongan pertama medis. Diceritakannya, St. John adalah organisasi di Selandia Baru yg memberikan pelayanan atau perawatan pertama secara medik sebelum pasien layak dibawa ke rumah sakit terdekat menggunakan ambulans.

Meski begitu ada hal memilukan yang kemudian membuat Ray semakin ingin mengabdikan dirinya pada kegiatan kemanusiaan. Hal ini berkaitan dengan kejadian penembakan di Mesjid Al Noor,   masjid besar di Riccarton, Christchurch, Selandia Baru pada 15 Maret di 2019 lalu.

Akibat kejadian tersebut Ray kehilangan salah satu teman baiknya. Temannya itu menjadi salah satu korban penembakan orang tidak bertanggung jawab.

“Teman saya menjadi salah satu korban. Dia biasanya bertemu dengan saya dua minggu sekali. Karena kami sama-sama mengikuti kegiatan yang ditujukan bagi remaja muslim di Christchurch. Saat hari naas teman saya berada di lokasi dan menjadi salah satu korban,” cerita putra pertama dari dua  bersaudara pasangan Hesthi Utami Nugroho, PhD dan Pandu Satriawan, ST itu.

Kejadian itu membuat Ray lebih terpacu lagi mendedikasikan dirinya untuk menolong sesama tanpa melihat suku, ras, dan agama. Hingga saat ini ia mendedikasikan diri menjadi sukarelawan di Selandia Baru. Ray saat ini sedang menempuh Pendidikan S-1 jurusan Paramedik di Whitireia Polytechnic, Wellington, Selandia Baru.

Selain sibuk dengan kuliahnya, Ray juga bekerja paruh waktu di New Zealand Police sebagai Emergency Communicator.

Ia bertanggung jawab menerima panggilan telepon darurat dari masyarakat yang berada di seluruh bagian negara Selandia Baru. Juga membantu petugas police dispatcher dengan memberikan informasi akurat dan komunikasi yang strategis terkiat  kejadian-kejadian darurat yang ada dilapang pada saat itu.

“Sehingga polisi bisa segera mendatangi lokasi yang membutuhkan pertolongan cepat,” papar pemuda yang sejak 2012 lalu menetap di Selandia Baru itu.

Ray saat ini juga masih menjadi sukarelawan di St.John. Juga menjadi sukarelawan pemadam kebakaran di Fire and Emergency New Zealand (FENZ). Dan juga bertugas sebagai instruktur medis untuk para taruna angkatan darat di Wellington.

“Saya suka dengan semua kesibukan ini. Ketika melihat orang yang saya bantu itu menjadi baik atau merasa aman dan senang, saya juga ikut merasa senang, saya merasa berguna,” katanya.

“Orang tua juga selalu mendukung langkah saya. Meskipun jauh dari mereka, saya masih selalu menelepon mereka entah sekadar bercerita kegiatan saya dihari itu atau juga meminta nasehat dan resep masakan. Tanpa mereka berdua saya tidak bisa seperti sekarang ini,” sambung  pemuda yang memegang Yellow, Orange, Blue & Green Belt in Martial Arts ini. (sisca angelina/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img