.
Sunday, December 15, 2024

Salat; Miniatur Kehidupan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

Isra Mikraj merupakan peristiwa yang luar biasa, dan hanya dapat dipercaya oleh mereka yang beriman, karena peristiwa itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia. Isra Mikraj adalah diperjalankannya Nabi Muhammad oleh Allah SWT di malam hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Yerussalem).

Sedangkan Mikraj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha, suatu tempat ghaib yang tidak mungkin ditangkap oleh pancaindra.

Dalam memahami Isra Mikraj, Alqur’an menjelaskan dalam QS. 17:1 yang artinya ; “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’’

Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa di antara tujuan dari Isra’ Mikraj Nabi Muhammad adalah Allah memperlihatkan kepada Nabi Muhammad tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya. Nabi Muhammad SAW melihat berbagai macam tanda-tanda keagungan Allah dalam alam semesta ini, termasuk segala rahasia-rahasia angkasa luar dan rahasia-rahasia alam ghaib. Mendapat banyak pengalaman, di antaranya bertemu dengan berbagai golongan manusia, dan berjumpa dengan Nabi-Nabi terdahulu seperti Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa.

Karena itulah, dalam memperingati Isra Mikraj, sudah selayaknya semua muslim meningkatkan salat dengan sebaik-baiknya. Salat merupakan rukun Islam yang kedua setelah Dua Kalimat Syahadat, yang diperintahkan berkali-kali dalam ayat-ayat Al-Quran. Mereka yang mengerjakan salat dengan khusuk serta diikuti dengan gerakan-gerakan kejiwaan, akan dapat mencegah dirinya dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar.

Begitu besarnya pengaruh salat dalam perkembangan kejiwaan seseorang sehingga dapat mengantarkan pada terbentuknya insan kamil, karena salat merupakan miniatur kehidupan manusia, apalagi salat dilakukan secara berjamaah; di situ ada unsur kebersihan-kesucian identik dengan hidup halal, imam identik dengan kepemimpinan, kedisiplinan identik dengan tanggung jawab, keadilan identik dengan sikap proporsional, kebersamaan identik dengan sikap harmoni, saling menghormati, menghargai dan kebersamaan, kesehatan identik dengan aliran darah seseorang semakin lancar tidak tersumbat dan lain sebagainnya.

Hikmah Isra Mikraj

Imam al Munawi dalam Faidhul Qodir menyebut “al-Shalatu Mi’raj al Mu’minin”, salat itu merupakan Mikraj-nya orang-orang mukmin. Allah secara berulang kali memerintahkan kepada orang mukmin agar mengerjakan salat dengan baik, memperhatikan syarat dan rukunnya, serta ketentuan-ketentuan lain yang diajarkan Al-Quran dan al-Sunnah. Banyak sekali hikmah dan manfaat yang diperoleh orang-orang yang mengerjakan salat.

Pertama, perjalanan di malam hari menunjukkan bahwa waktu malam adalah waktu yang sangat hening, jernih, bersih dan tenang untuk bekomunikasi dan beribadah kepada Allah SWT., sehingga kedekatan hati seorang mukmin dengan Sang Pencipta begitu indah, yang melahirkan sikap tunduk dan patuh kepada kepada Allah SWT., yang pada akhirnya melahirkan kehidupan manusia yang tentram dan damai.

Kedua, silaturrahmi, Nabi Muhammad SAW., saat Mikraj mulai dari darat hingga langit ke tujuh yang di damping Malaikat Jibril selalu bertemu Nabi yang sudah wafat, mulai Nabi Adam hingga Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad selalu menyampikan salam dan berkomunikasi dengan para nabi dari langit satu hingga ke tujuh. Ini artinya bahwa silaturrahmi dengan hamba Allah yang telah wafat, baik Nabi, auliya, ulama, kyai dan orang tua serta sanak saudara itu bisa dilakukan dengan membaca kalimat-kalimat thoyyibah.

Sisi lain, silaturrahmi dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan untuk membangun budaya dan peradaban, dan itu telah di contohkan oleh Nabi. Bahkan Nabi begitu inklusif untuk menerima saran-saran dari Nabi Musa AS, terkait permohonannya kepada Allah SWT., untuk meringankan beban pelaksanaan ibadah salat yang asalnya 50 rakaat, kemudian sepuluh waktu, hingga yang terakhir lima waktu untuk menunaikan salat bagi setiap muslim.

Ketiga, mengajarkan untuk bersikap tangguh.

Sebelum peristiwa Isra Mikraj, orang-orang yang Nabi cintai dan mendukung misi dakwahnya sepenuh hati silih berganti meninggal dunia. Di sisi lain penindasan kaum Quraisy semakin hebat. Ujian bertubi-tubi yang Allah berikan ini agar Nabi benar-benar tangguh dalam berdakwah.

Keempat, diajarkan untuk berpendirian teguh dan senantiasa menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Begitu pagi setelah malam Isra Mikraj, Nabi mengabarkan apa yang baru dialaminya ke penduduk Makkah. Praktis, banyak orang yang tidak percaya dengan kabar ‘tidak masuk akal’ ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran harus tetap disampaikan, meskipun banyak mendapat penolakan.

Kelima, mengajarkan untuk menghargai, mendengar, menerima pendapat, ajaran dan masukan dari seseorang dengan tidak melihat dari tua-mudanya usia, tinggi rendah pangkat/jabatannya, atau tinggi rendahnya pendidikan formal. Saat peristiwa Isra Mikraj, Rasulullah SAW menjadi imam salat bagi nabi-nabi terdahulu. Ini bukti bahwa mereka tunduk dan mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW.

Keenam, keistimewaan Masjidil Aqsha bagi umat Muslim. Dalam perjalanan Isra, masjid yang berada di Palestina itu menjadi tempat tujuan Nabi, sebelum akhirnya bertolak ke Sidratul Muntaha. Ini merupakan indikasi betapa mulianya masjid tersebut. Bahkan masjid ini pernah menjadi kiblat salat sebelum akhirnya berganti Kakbah. Pahala salat di Masjid al-Aqsha 500 kali lipat dibanding masjid biasa.

Ketujuh, mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang baik lagi halal. Ketika Nabi Muhammad SAW diberi pilihan antara air susu dan khamr saat Mikraj, Nabi lebih memilih susu. Kemudian Malaikat Jibril as berkata “Engkau telah diberi hadiah kesucian”. Ini sebagai isyarat bahwa Islam adalah agama suci (fitrah). 

Kedelapan, memantapkan dan menguatkan keyakinan Nabi Muhammad SAW. Sebelum Mikraj, Rasulullah hanya mendengar info terkait surga, neraka, dan hal-hal gaib lainnya melalui wahyu. Ini namanya ‘ilmul yaqin, Nabi mengimaninya tapi belum melihat langsung. Ketika Mikraj, Rasulullah SAW melihat langsung dengan mata kepala beliau sendiri. Ini namanya ‘ainul yaqin. Ketika seseorang sudah sampai pada ‘ainul yaqin, maka kemantapan atas apa yang diyakininya semakin kuat. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img