Pada saat ini, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan oleh setiap masyarakat, tidak terkecuali dalam lingkup sekolah. Dalam bidang pendidikan, critical thinking sangat penting untuk memiliki kurikulum tersendiri.
Namun dalam pengaplikasiannya istilah ini memang masih dianggap hal asing bagi masyarakat terutama bagi para peserta didik dan pendidik. Padahal dampak dari adanya pola berpikir kritis ini sangat besar bagi kualitas berbangsa dan bernegara.
Fakta di lapangan masih banyak sekolah yang belum mengajarkan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan belajar mengajar pada siswa. Pihak pemangku kepentingan dalam pendidikan belum sepenuhnya sadar bahwa kemampuan berpikir kritis yang tinggi, mampu membawa seseorang menghadapi masalah dengan solusi yang cemerlang.
Bahkan dalam lingkup lebih luas misalnya pada kehidupan bernegara, masyarakat dengan kemampuan berpikir kritis mampu menjadi pembanding dalam proses pengambilan kebijakan. Seperti dalam konteks perhelatan demokrasi Pemilu serentak 14 Februari 2024.
Selain itu, pendapat Johnson (2010) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir dengan baik merupakan kemampuan berpikir kritis, dan bagian dari berpikir dengan baik adalah dengan mendalami cara berpikir dengan baik.
Kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan sejak peserta didik masih berada di pendidikan sekolah dasar dan pendidikan lain setingkatnya. Hasilnya tentu akan memberikan pola berpikir sangat matang ketika peserta didik telah dewasa.
Darmina Pratiwi (2016) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk bernalar dalam suatu cara yang terorganisasi. Berpikir kritis memungkinkan untuk memanfaatkan potensi dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan dan menyadari diri.
Dalam proses praktiknya ada beberapa faktor yang menentukan seseorang berhasil atau tidak dalam belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang memengaruhi keberhasilan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran tentu adalah intelegensi.
Menurut seorang psikolog Donald Stener, intelegensi adalah kemampuan seseorang menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk membantu memecahkan suatu masalah. Salah satu bentuk intelegensi adalah kemampuan berpikir kritis.
Berpikir kritis berkaitan dengan pemikiran bahwa berpikir merupakan peluang pada manusia yang perlu dikembangkan agar kemampuan yang dimiliki bergerak secara optimal. Berdasarkan hal ini peserta didik akan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan mencoba memecahkan masalahnya.
Setiap orang memiliki tingkat berpikir sangat beragam. Critical thinking atau berpikir kritis bukan hanya menjelaskan pemikiran manusia, dalam berpikir kritis juga terdapat proses belajar, kekuatan dalam berpikir, dan juga sikap tidak mudah percaya. Hal inilah yang menjadi alasan penting mengapa kehidupan bernegara sangat perlu memiliki sumbangsih cara pandang dari orang dengan kemampuan critical thinking berkualitas.
Menurut Angelo (1995) berpikir kritis adalah mewujudkan pemikiran yang logis, pemikiran kritis yang tinggi, dengan cara menganalisis, mengenal, menggabungkan, mendalami permasalahan serta cara memecahkannya, serta membuat simpulan serta evaluasi terkait suatu masalah.
Berbicara dalam konteks Negara Indonesia saat ini kualitas demokrasi merupakan satu-satunya asas yang sangat dijunjung tinggi. Dengan demokrasi maka diharapkan semua elemen masyarakat bisa secara bebas menyampaikan pendapat untuk kemajuan bangsa dalam berbagai prespektif terbarukan.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit proses berdemokrasi ini bertolak belakang dengan respon pemerintah yang masih kurang kompatibel. Artinya semua pendapat dalam bentuk kritik dari semua masyarakat cenderung mentah dan tidak pernah digubris sebagai suatu masukan pada pengembangan bernegara khususnya saat hendak mengambil kebijakan.
Jika suatu kebijakan akan diambil tanpa memerhatikan aspirasi dari masyarakat yang melakukan kritik maka tentu proses pengambilan kebijakan akan sangat timpang. Oleh sebab itulah sudah saatnya Indonesia melalui semua aspek pemangku kebijakan mulai menitik beratkan dan tidak menganggap sebelah mata pihak-pihak yang memiliki kemampuan critical thingking.
Sistem bernegara demokrasi yang baik tentu wajib memiliki chek and balancing yang konsisten dan tentunya stabil. Jika tidak ada sistem tersebut maka konteks bernegara demokrasi hanya akan menjadi asas mati. Dan salah satu bentuk chek and balancing tersebut tentu hadir dari masyarakat yang memiliki kemampuan berpikir kritis. Alih-alih menganggap bahwa masyarakat kritis adalah produk demokrasi, saat ini pemerintah Indonesia cenderung acuh ketika banyak kritik datang. Dengan demikian maka jika hendak menghasilkan kualitas negara demokrasi yang baik maka perlu adanya apresiasi setinggi mungkin bagi pihak yang berani berpikir kritis dan merawatnya melalui pendidikan.(*)