Terdengar seseorang bertanya lewat saluran seluler, “Mohon maaf, bapak, bagaimana memilihkan pesantren untuk anak dan apa saja yang harus diperhatikan?” Saya membayangkan si penanya menyiratkan roman kebingungan terhadap beberapa pesantren yang belakangan justru meresahkan masyarakat. Terlebih hari-hari ini marak pemberitaan di sejumlah media tentang sebuah pesantren dan sepak terjang kiainya yang suka sensasi.
Pesantren dalam sejarah panjangnya merupakan lembaga pendidikan yang memiliki keterikatan kuat dengan kehidupan masyarakat. Tak heran bila pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang paling diminati oleh orangtua untuk mengirimkan anak-anaknya.
Selain menyediakan jenjang sekolah formal, pendidikan pesantren saat ini sudah dibilang tidak kalah saing dengan lembaga pendidikan lainnya. Bahkan banyak pesantren mampu mengimbangi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pesantren juga menawarkan pendidikan akhlak sebagai penciri utamanya. Pendidikan akhlak tersebut dipraktikkan secara langsung dalam hidup keseharian. Tentu hal ini dapat menjadi solusi bagi orangtua yang mengkhawatirkan pergaulan anak-anaknya ketika dididik di luar pesantren.
Kendati begitu, memasukkan anak ke pesantren tidak bisa dilakukan atas dasar paksaan orangtua. Seorang anak tidak akan betah tinggal di asrama pesantren jika terpaksa. Keterpaksaan anak yang hidup di pesantren umumnya tidak akan menjalani pendidikannya seperti apa yang diharapkan orangtua.
Bagi para orangtua yang memiliki latar belakang santri tentu akan sangat mudah mencari referensi pesantren mana yang akan mereka pilih. Bisa dibilang, prosentase terbesar orangtua akan memilihkan pesantren yang dulu mereka pernah menjadi tempat nyantri. Ada pula yang memilihkan pesantren berdasarkan minat dari anak atau orangtua tersebut.
Namun, bagi sebagian orangtua dan keluarga yang sebelumnya tidak mengenal dunia pesantren, memilih pesantren yang cocok untuk anak adalah suatu hal yang tidak mudah. Ribuan pesantren yang tersebar di Indonesia akan menambah kebingunan para orangtua.
Tujuan ke Pesantren
Sebelum mulai memilih pesantren, ada baiknya terlebih dahulu memperjelas tujuan atau keinginan dari anak yang akan di-pesantren-kan. Apakah si calon santri ingin menjadi seorang hafizh (penghafal Al-Qur’an), ingin menguasai kitab-kitab keislaman klasik, atau ingin menjadi ulama-intelektual.
Jika calon santri ingin menjadi seorang hafizh, misalnya, maka nanti pencarian bisa dipersempit ke beberapa pesantren yang menyediakan pembelajaran tahfizh, termasuk mencari tahu ketersambungan sanad dari pengasuh pesantren yang hendak dituju.
Begitu pula, jika ingin memasukkan anak ke pesantren yang mempelajari kitab-kitab klasik, melacak pesantren tradisional menjadi pertimbangan utama. Adapun jika ingin menjadikan anak kelak sebagai seorang ulama-intelektual, maka dicarikan pesantren modern yang memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Secara umum, model pendidikan di pesantren terbagi menjadi dua; tradisional dan modern. Pesantren tradisional merupakan lembaga pendidikan yang menggunakan metode belajar berbasis kitab-kitab klasik dengan kurikulum yang mereka kembangkan sendiri tanpa menggunakan kurikulum dari pemerintah.
Sebagian pesantren tradisional bahkan melarang santrinya belajar di sekolah umum. Sebagian pesantren tradisional lainnya ada yang memberikan kelonggaran kepada santri untuk menambah ilmu pengetahuan umum. Mereka biasanya disarankan belajar di sekolah yang lokasinya berdekatan dengan pesantren tersebut.
Sementara pesantren modern ialah lembaga pendidikan yang menggabungkan antara pendidikan formal dengan pendidikan pesantren. Selain menyediakan madrasah tempat belajar Al-Qur’an dan kitab-kitab klasik, pesantren modern juga menyediakan fasilitas sekolah formal.
Rekam Jejak Pesantren
Faktor utama dalam keberhasilan belajar adalah sistem belajar dan bagaimana pengasuh pesantren mendidik santri-santrinya. Kedua hal ini bisa dilacak dari rekam jejak pesantren tersebut. Misalnya, pemilihan sebuah pesantren dengan cara memantau para alumninya, apakah mereka tetap mengamalkan nilai-nilai agama dan kesantrian, atau tidak.
Pertimbangan alumni menjadi penting karena biasanya alumni pesantren tertentu akan tetap terikat kuat dengan almamaternya. Selain itu, alumni pesantren juga tetap akan berkontribusi terhadap pesantrennya dan peduli dengan santri sealmamater.
Jaringan alumni yang luas di berbagai sektor juga sangat penting sebab bisa membantu dalam memberikan informasi untuk memasuki pendidikan tinggi, peluang kerja, termasuk akses ekonomi, sosial, dan politik.
Mengenali pengasuh pondok pesantren yang ingin dituju termasuk suatu hal yang sangat krusial. Berapa banyak pesantren sekarang yang tidak memiliki pengasuh. Biasanya pesantren itu didirikan oleh orang kaya yang dermawan. Maka dengan mengenali kiai atau ustadz sebuah pesantren, akan memahami pesantren itu beraliran Islam apa.
Memahami aliran Islam dari ajaran yang ada di suatu pesantren menjadi sangat penting mengingat ada sebagian pesantren yang mendoktrin ajaran yang terlalu fanatis dan ekstrem. Kiranya pesantren yang diharapkan banyak orangtua ialah yang mencetak para alumninya kelak memiliki akidah yang kuat, akhlak yang luhur, dan wawasan agama yang moderat dan berkemajuan.
Kesalahan dalam memilih sebuah pesantren akan berakibat sangat fatal. Bahkan bisa jadi akan membuat orangtua sengsara. Hanya karena berbeda pendapat dalam persoalan keagamaan dan lain sebagainya, seorang anak lulusan pesantren yang senyatanya memiliki akhlak lebih baik terhadap orangtua, justru menjadi pihak yang menentang atau menantang orangtua.
Jika sebuah pesantren masih tergolong baru, bisa dilihat dari sosok dan riwayat pendidikan pendirinya. Fasilitas yang lengkap dan gedung yang megah bisa saja membuat santri menjadi manja dan kurang mandiri. Sementara pesantren yang sederhana boleh jadi menghasilkan alumni yang mandiri, berkemajuan, dan mencerahkan umat.(*)