Oleh: Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang
Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah dimulai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat provinsi, kabupaten, dan kota telah menetapkan pasangan calon (paslon) beserta nomor urut peserta Pilkada 2024. Kontestasi Pilkada yang digelar di 37 provinsi dan 508 kabupaten/ kota resmi digelar. Momentum pencarian kepala daerah kali ini diharapkan terselenggara dengan demokratis dan minim kecurangan. Penyelenggaraan Pilkada juga harus berkualitas dan tak boleh kaleng-kaleng.
Pilkada adalah momentum untuk mencari pemimpin yang bukan kaleng-kaleng. Pilkada juga ajang pembuktian bagi semua penyelenggara bahwa mereka bekerja tidak kaleng-kaleng. Bukan Pilkada kaleng-kaleng itu artinya Pilkada yang berkualitas, yang dapat mengantarkan rakyat menemukan pemimpin terbaik di level provinsi, kota, dan kabupaten. Untuk itu penyelenggaraan Pilkada harus serius, berkualitas, dan bukan kaleng-kaleng.
Pilkada harus berprinsip pada penyelengaraan pemilihan kepala daerah yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luberjurdil). Prinsip luber jurdil inilah yang dapat menjadikan pelaksanaan Pilkada legitimate dan bisa diterima semua pihak. Pelaksanaan Pilkada mestinya nihil dari beragam kecurangan. Semua panitia penyelenggara dalam proses Pilkada harus bekerja secara profesional.
Semua penyelenggara Pilkada harus bekerja sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Mulai dari KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
Pilkada Demokratis
Hasil dari proses Pilkada yang demokratis akan mengantarkan rakyat menemukan pemimpin terbaik di daerahnya. Pilkada yang minim manipulasi dan kecurangan menjadikan hasil dari kontestasi politik ini bisa diterima semua pihak dengan legawa. Yang kalah bisa menerima dan segera bisa move on. Sementara bagi pihak yang menang tidak jumawa dan menunjukkan arogansinya.
Agar tak kaleng-kaleng, di setiap tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran calon hingga pengumuman hasil harus dilakukan secara transparan. Masyarakat dan pihak-pihak terkait harus bisa mengakses informasi yang jelas mengenai kandidat, jadwal, aturan, dan proses pemilihan. Transparansi ini dapat menciptakan kepercayaan publik terhadap sistem dan penyelenggara Pilkada di semua level.
Pilkada yang demokratis harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, baik dalam memberikan suara maupun dalam pengawasan proses Pilkada. Partisipasi bisa diperluas dengan edukasi politik yang baik dan kampanye yang memberikan informasi yang objektif kepada pemilih. Partisipasi pemilih bisa dilihat dari rendahnya angka golput dalam proses pemilihan kelak. Pilkada hendaknya juga menjadi ajang pembuktian bagi rakyat bahwa mereka sebenarnya tak apolitis.
Tentang kampanye juga harus difokuskan pada visi, misi, ide, program, dan kebijakan, bukan serangan personal atau penyebaran informasi palsu. Pilkada yang demokratis harus bebas dari politik identitas dan hoaks yang bisa memecah belah masyarakat. Edukasi bagi pemilih agar lebih cerdas dalam memilih dan memilah informasi juga jadi kunci penting untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis.
Proses Pilkada yang mengedepankan nilai-nilai transparansi, kesetaraan, akuntabilitas, serta kampanye yang sehat, akan menjadikan Pilkada berlangsung demokratis. Para kontestan dalam ajang Pilkada juga perlu menunjukkan dan membuktikan kepada rakyat bahwa mereka itu orang hebat, punya kompetensi memimpin, pembela rakyat, dan bukan calon pemimpin kaleng-kaleng. Mereka juga harus punya komitmen tak bakal korupsi, kolusi, nepotisme, menyalahgunakan kekuasaan, dan sederet perilaku buruk perusak demokrasi lainnya.
Demi Rakyat
Menjadi pemimpin sejatinya adalah melayani. Para pemimpin dalam pemerintahan adalah pelayan rakyat. Sehingga apapun yang akan dilakukan para calon pemimpin yang sedang ikut berkontestasi dalam Pilkada hendaknya demi rakyat. Seorang pemimpin yang bukan kaleng-kaleng tentu akan menjalankan jabatannya tidak untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kroni, dan partainya.
Semua kandidat yang maju dalam Pilkada harus memiliki rekam jejak yang jelas dalam hal pelayanan publik dan komitmen pada kepentingan masyarakat. Proses pencalonan harus mempertimbangkan kandidat yang memiliki visi nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan hanya kepentingan kelompok atau partai politik pengusungnya semata. Untuk memastikan sang kandidat bukan calon pemimpin kaleng-kaleng maka mereka harus mengutamakan kepentingan rakyat, menempatkan kesejahteraan dan aspirasi rakyat sebagai fokus utama.
Pilkada yang berkualitas adalah Pilkada yang mampu menggerakkan partisipasi publik. Angka golput bisa diminimalisir. Para parpol dan paslon hendaknya mampu menampilkan diri benar-benar serius memperjuangkan nasib rakyat. Hingga para pemilih tak ragu mencoblos paslon pilihannya. Bagi penyelenggara Pilkada juga perlu terus melakukan edukasi pada masyarakat pemilih.
Pilkada yang bukan kaleng-kaleng bisa terwujud jika semua penyelenggara kontestasi politik ini benar-benar kompeten dan kredibel. Karena sangat mungkin proses Pilkada gagal gara-gara penyelenggara yang melakoni tugasnya tak profesional. Jangan sampai terjadi justru kecurangan muncul karena kongkalikong antara kandidat dengan penyelenggara Pilkada. Politik transaksional antara semua yang terlibat dalam proses Pilkada hendaknya dihindari.
Pilkada yang demokratis juga butuh peran serta rakyat. Partisipasi dalam memilih dan mengawasi semua proses Pilkada menjadi hal penting yang harus dilakukan masyarakat. Semua rakyat tentu berharap dapat menemukan memimpin daerah yang bukan kaleng-kaleng. Kalau ternyata yang didapat justru pemimpin kaleng-kaleng, maka rakyat juga yang harus menanggung ruginya. Kasihan deh rakyat. (*)