spot_img
Saturday, April 19, 2025
spot_img

Membayar Dosa Lingkungan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Ahmadiansyah

Alumni Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya

-Advertisement- HUT

          Kerusakan lingkungan telah menjadi salah satu isu global yang paling mendesak saat ini. Polusi, deforestasi, perubahan iklim dan kerusakan ekosistem lingkungan telah menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Kondisi ini telah mencapai pada tingkat yang mengkhawatirkan.

          Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas hutan di Indonesia menurun dari 170 juta hektar pada tahun 1990 menjadi 129 juta hektar pada tahun 2020. Dalam cakupan yang lebih besar bahwa sekitar 1,1 miliar hektar telah hilang sejak tahun 1900 atau sekitar 100 juta hektar terjadi pada periode tahun 2000 hingga 2018 (www.weforum.org, 7/4/2022). Tentu hal ini sangat berdampak pada hilangnya biodiversitas sekaligus pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang tidak terserap oleh lingkungan hidup kita.

          Menurut IPCC (2020), perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan suhu global sebesar 1,1 derajat Celsius sejak era pra-industri. Hal ini berdampak pada meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, badai maupun cuaca ekstrem lainnya. Terlebih Indonesia merupakan negara kedua terbesar penyumbang emisi gas rumah kaca setelah Cina – sekaligus urutan kedua sebagai negara dengan risiko bencana terbesar di dunia (Kompas.com, 3/4/2024).

          Selain itu, tingkat keamanan lingkungan kita seperti polusi udara dan air bersih juga menjadi masalah serius yang terjadi di Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kualitas udara di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan sudah tidak memenuhi standar kesehatan lagi.

Sadari Krisis Lingkungan

          Tidak dipungkiri bahwa krisis lingkungan disebabkan oleh kesalahan cara berpikir manusia dengan menganggapnya terpisah dari alam – atau bahwa manusia merupakan subjek-superior dari alam sebagai objek-inferior. Karena itu, menurut filosof saintis Fritjof Capra bahwa memahami hubungan antara manusia dan alam, serta mengembangkan cara berpikir yang lebih holistik merupakan suatu hal yang sangat diperlukan, lebih-lebih pada era materialisme-konsumerisme hari ini. Sebab dengan itu manusia tidak akan bertindak tanpa memperhatikan keamanan lingkungan.

          Elizabeth Kolbert dalam bukunya “Kepunahan Keenam: Sejarah Kehilangan Spesies” mengungkapkan bahwa hal ini sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang etika lingkungan dan tanggung jawab manusia terhadap keanekaragaman hayati. Kolbert sangat menekankan bahwa mempertimbangkan kepentingan semua makhluk hidup dalam pengambilan keputusan lingkungan merupakan sebuah keharusan. Sebab ke depan dan dalam waktu dekat, bukan hanya peningkatan suhu global, kenaikan permukaan air laut dan kepunahan spesies yang lebih cepat yang terjadi, tetapi juga manusialah yang akan segera mengalami kepunahan yang diakibatkan oleh perbuatannya sendiri.

          Agama Islam juga menekankan pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Dosa Lingkungan

          Konsep “dosa lingkungan” dapat kita rujuk sebagai tindakan manusia yang merusak lingkungan dan yang menyebabkan kerugian pada ekosistem lingkungan hidup.  Sebagaimana dikemukakan oleh filsuf Immanuel Kant dalam konsep “kingdom of ends” yang tertuju pada moral etis kita terhadap alam lingkungan yang didasari oleh kesadaran diri pribadi manusia sendiri, bahkan tanpa perlu adanya doktrinasi agama maupun lingkungan sosial.

          Bagi Kant, hukum alam yang berlaku pada kehidupan manusia adalah sesuai dengan tingkah dan tindakan manusia terhadap alam lingkungannya. Manusia baik, maka alam pun akan menjadi sangat baik terhadap manusia.

          Kerusakan lingkungan yang termasuk sebagai sebuah dosa tersebut harus dibayar dengan cara menjaga dan melindungi alam semesta. Dan tentunya memang sudah seharusnya menjadi kewajiban bagi tiap individu manusia di dunia selaku khalifatullah di muka bumi.

          Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah dia telah diperbaiki (QS. Al-A’raf: 56)”. Artinya, jangan sampai kita mengundang murka Allah SWT dan membawa dampak negatif bagi alam lingkungan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan.

Menghadapi tantangan

          Sehingga untuk menghadapi tantangan lingkungan, kita harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan – yakni dengan memastikan bahwa semua pihak memiliki akses yang sama terhadap sumber daya lingkungan dan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lingkungan. Paling tidak dalam mewujudkan konsep tersebut adalah dengan mengganti konsep hidup yang bersifat antroposentris menjadi ekosentris.

          Individu, organisasi dan pemerintah harus bekerja sama untuk menghadapi tantangan terbesar umat manusia saat ini. Minimal dengan mengurangi produksi-konsumsi plastik, menghemat penggunaan energi atau mengganti dengan energi terbarukan, memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam pohon atau dengan konsep urban farming serta tidak membuang limbah rumah tangga sembarangan.

          Sedangkan secara khusus, pemerintah selaku penanggungjawab penuh terhadap kelangsungan lingkungan hidup harus meningkatkan regulasi dan pengawasan terhadap kegiatan industri yang merusak lingkungan. Industri harus diarahkan untuk dapat mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan meminimalisir emisi gas rumah kaca yang dihasilkan – sekaligus mempercepat dan memperketat sistem pajak karbon yang telah dicanangkan sejauh ini.

          Selain itu, dalam menghadapi tantangan lingkungan ini, pemerintah perlu untuk memperkuat kerjasama internasional. Pemerintah harus terus ikut menjadi bagian dari beberapa perjanjian internasional seperti Perjanjian Paris dan Konvensi Keragaman Hayati. Namun, perlu dilakukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan implementasi perjanjian tersebut dan mengembangkan kerjasama dengan negara lain.

          Olehnya itu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan tidak lagi khawatir akan kehidupan masa depan anak-cucu kita nantinya. Sehingga dapat menjadikan dosa kita terhadap lingkungan dapat terbayarkan.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img