MALANG POSCO MEDIA – Saat melintasi jembatan Soekarno Hatta, saya paling suka membaca sebuah reklame berukuran cekli yang dipajang berderet di kanan kiri jembatan. Tulisan yang simpel, menggelitik tapi sindirannya menusuk. Tentu bagi yang merasa tersindir dengan gaya khas kreator ide perusahaan rokok yang dibeli Philip Morris ini.
Apa tulisan itu? “Alasan adalah Kunci Jawaban.” Saat membaca tulisan itu, tentu siapa saja bisa langsung tersenyum. Kenapa, karena dalam hidup kita sering beralasan ketika ditanya soal apapun. Soal tugas sekolah, tugas kuliah, pekerjaan, bahkan soal ibadah pun kita masih berani dan bangga beralasan.
Dan alasan yang disampaikan pun beragam. Bagi yang kreatif bisa mencari seribu satu alasan untuk meyakinkan bahwa alasan yang disampaikan masuk akal, bisa diterima dan berharap dimaklumi. Setidaknya bisa sedikit terhindar dari sanksi, hukuman atau peringatan. Bahkan kalau yang levelnya sudah parah bisa terhindar dari pemecatan. Kalau soal asmara bisa terhindar dari putus cinta, dan kalau menyangkut urusan rumah tangga setidaknya tertunda terjadinya pertengkaran yang bisa berujung gugatan perceraian.
Alasan pula yang kemudian menjadikan seseorang bisa dipercaya atau justru mendapat label buruk. Karyawan sejuta alasan, pegawai seribu satu alasan, cowok segudang alasan, cewek ratu alasan dan sebutan lain yang intinya pandai membuat alasan bila melakukan kesalahan. Bahkan sampai level terendah alasan menjadi watak, karakter dan kepribadian seseorang.
Karena itu muncul ungkapan menggelitik bernada humor yang umum di masyarakat. Entah siapa yang punya ide orisinal membuat kalimat ini. “Seluas luasnya alas (baca hutan) masih luas alasan” Ini menunjukkan betapa hutan yang sudah luas itu masih kalah dengan alasan alasan yang bisa dibikin, dicari bahkan dirancang seindah mungkin.
Parahnya Raja Alasan dan Ratu Alasan ini sampai tidak merasa bersalah apapun ketika melakukan pelanggaran atau indisipliner dalam tugas dan pekerjaannya. Bahkan seorang abdi negara dan pelayan masyarakat juga sering beralasan bila tidak masuk kerja. Peduli setan. Alasan adalah kunci jawaban.
Senin, 9 Mei 2022 lalu merupakan hari pertama kerja bagi PNS dan ASN. Data yang dipublish Malang Posco Media pada Selasa (10/5) cukup mencengangkan. Betapa tidak, meski sudah diberi jatah libur panjang lebaran, masih banyak abdi negara yang mbolos kerja tanpa alasan yang jelas. Ini yang membingungkan, bila dipanggil atasannya dan ditanya kenapa tidak masuk kerja, barulah beribu alasan pasti keluar.
Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso mengungkap ada 92 orang yang bolos kerja, 9 orang sakit, izin 22 orang, tujuh orang cuti dan 242 orang dinas dalam dan luar. Seharusnya total pegawai yang harus masuk 2.639 namun yang hadir 2.267 pegawai. Tentu yang bolos kerja pasti akan diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berbeda dengan Pemkot Malang dan Pemkab Malang yang tergolong tertib. Kedua pemerintahan itu menyebutkan tidak ada pegawai yang bolos kerja. Kepala BKPSDM Kota Malang Totok Kasianto menyatakan dari 6.457 pegawai, 15 orang tidak masuk di hari pertama. Sementara Kepala BKPSDM Kabupaten Malang Nurman Ramdansyah, SH, M. Hum mengatakan tidak ada yang bolos kerja, namun WFH tetap bekerja dari rumah.
Ini data yang terungkap di pemerintahan di Malang Raya. Kalau dikembangkan bisa terungkap lebih banyak data lagi. Silakan dicek di kampus, perusahaan, dan lingkungan bisnis yang lainnya. Coba didata masing masing, berapa karyawan yang masih nekat membolos. Tak peduli punya jabatan atau karyawan biasa.
Kemudian coba dicek dan dianalisa alasan alasan yang mereka sampaikan saat ditanya kenapa bolos kerja. Bisa dibayangkan, pasti ribuan alasan yang bisa diidentifikasi untuk kemudian menentukan sanksi. Teguran, ringan dan berat.
Gozali Saydam (2005) menjelaskan kedisiplinan adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.
Disiplin kerja merupakan hal yang penting dalam membangun dan membentuk karakter seseorang, suatu organisasi serta bangsa. Sikap mental disiplin harus dijadikan landasan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pengembangan budaya disiplin kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) mengisyaratkan bahwa nilai budaya disiplin kerja dapat mewarnai perilaku Aparatur Sipil Negara dalam rangka peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan publik yang berkelanjutan dan berorientasi pada terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dimana untuk menyusun strategi pelaksanaan budaya disiplin kerja harus dimulai dengan adanya strategi perubahan pola pikir, sikap serta perilaku Aparatur Sipil Negara.
Penyelenggara pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang dinamakan Aparatur Sipil Negara adalah pelayan masyarakat atau abdi negara yang memiliki tanggung jawab terhadap pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat secara efektif dan efisien, diperlukan kinerja andal dari penyelenggara pelayanan publik. Untuk mencapai kinerja andal, dibutuhkan adanya integritas, profesional, netral dan bebas dari tekanan apapun serta bersih dari adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Dengan demikian penyelenggara pelayanan publik dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Begitu juga di lingkungan kerja. Disiplin harus menjadi budaya yang diterapkan dan dijunjung tinggi untuk mencapai level profesional. Mental karyawan yang cenderung suka mencari alasan dan pandai beralasan adalah penyakit yang bisa menggerogoti kekuatan tim work. Karena kekuatan tim work, selain kerjasama, kepercayaan adalah kedisiplinan level atas masing masing karyawan dalam tim tersebut.
Sindiran kreatif “Alasan adalah Kunci Jawaban” adalah fenomena yang sudah umum dan makin menggejala di masyarakat. Apalagi di zaman serba digital yang didominasi generasi Z, yang kata Renald Kasali merupakan generasi stroberi. Saatnya kita berubah. Kunci Alasan dengan kerja keras, karya nyata dan produktivitas tinggi. Bila disiplin kerja sudah menjadi budaya, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat dan produk yang dihasilkan akan makin dahsyat. Sebab kesuksesan apapun bisa dicapai dengan disiplin. Bukan dengan 1001 alasan. Masih mau alasan? (*)