MALANG POSCO MEDIA – Bonus! Diksi ini harusnya bermakna sesuatu yang menggembirakan, menyenangkan dan menyemangati yang menerima. Melahirkan energi baru bagi yang menerima serta bisa menjaga asa prestasi di masa selanjutnya dan masa depan.
Setidaknya bonus adalah ‘angin surga’, bentuk apresiasi atau penghargaan yang bisa membuat seseorang melayang puas atas prestasi yang dipersembahkannya kepada lembaga, institusi atau pemerintah kota/kabupaten/provinsi, bahkan negara.
Namanya bonus, pasti mayoritas berubah uang tunai. Ada juga bonus berubah barang, rumah serta fasilitas pendukung hidup lainnya. Bonus merupakan penghargaan yang diberikan kepada seseorang yang sudah berjuang keras dan mempersembahkan prestasi terbaik, baik di level lokal, regional, nasional bahkan internasional.
Namun faktanya bonus tak selalu mulus. Jalannya selalu berliku liku dengan beragam alasan. Bonus juga tak selalu melulu berupa uang. Kalaupun ada uangnya, jumlahnya tak sebanding dengan pengorbanan yang sudah dilakukan oleh yang mempersembahkan prestasi tersebut.
Parahnya lagi ada yang bonusnya malah tidak cair dengan tanpa alasan yang jelas. Ada juga yang cair tapi waktunya sangat lama. Alasannya masih dianggarkan dan diajukan dalam PAK. Bahkan ada yang tega dengan terang terangan menyebut, tidak ada bonus, tidak ada penghargaan karena tidak ada aturannya. Padahal prestasi sudah digenggam dan dipamerkan kemana-mana. Sudah jadi konten media sosial pula.
Masih segar di ingatan kita bagaimana suka cita dan heroiknya masyarakat Indonesia menyambut kemenangan Gresyia Polii/Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo 2020 lalu. Seperti diberitakan okezone.com (13/8/2021) peraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020, Greysia Polii/Apriyani Rahayu bersyukur mendapat bonus dari pemerintah. Pemberian penghargaan itu diberikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (13/8/2021).
Greysia/Apriyani mendapatkan bonus sebesar Rp 5,5 miliar atas prestasi mereka yang berhasil meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020. Bonus tersebut merupakan bentuk apresiasi dari pemerintah. Usai mendapatkan apresiasi tersebut, Gresysia/Apriyani mengungkapkan rasa syukur yang tak terhingga atas apresiasi yang diberikan semua pihak, terutama pemerintah.
Mereka juga mengatakan bahwa ini merupakan penambah semangat bagi para atlet Indonesia di kemudian hari untuk meraih prestasi dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. ‘’Kami berterima kasih kepada pemerintah atas komitmennya untuk mengapresiasi kami para atlet yang berprestasi. Kami hanya bisa bersyukur dan ya memang sebagai atlet tugas kami harus menjadi juara di event-event internasional dan mengharumkan nama Bangsa Indonesia, lalu apresiasi akan datang dengan sendirinya tanpa kita minta,’’ ungkap Greysia seperti dilansir dari rilis resmi PBSI, Jumat (13/8/2021).
Greysia/Apriyani dan para atlet lainnya adalah pahlawan olahraga. Ketika mereka sudah berjuang keras dan mempersembahkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa, provinsi, kabupaten dan kota, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan apresiasi yang tinggi kepada mereka. Bonus adalah hak dari buah kerja keras perjuangan mereka.
Lantas bagaimana dengan bonus atlet Porprov VII Jatim yang berlangsung di Jember, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi? Sudahkah mereka mendapat apresiasi yang sebanding dengan perjuangan yang mereka persembahkan untuk kota/kabupatennya? Masihkah mereka harus dipaksa menunggu cairnya bonus? Haruskah mereka ‘mengemis’ untuk mendapatkan apresiasi? Padahal prestasi sudah dipersembahkan ke masing masing daerah.
Membaca berita yang dipublish Malang Posco Media edisi Jumat (8/7) lalu, hati saya sedih. Kenapa? Ya karena apresiasi berupa bonus untuk atlet berprestasi tak serta merta cair padahal gelaran Porprov VII sudah usai. Ada yang sudah siap anggarannya tapi pencairannya masih menunggu. Ada yang masih akan dianggarkan di PAK. Ada saja alasannya. Meski gambarannya ada, tapi kesiapan menyiapkan bonus serasa tidak serius.
Birokrasi memang selalu penuh dengan aturan. Tidak mudah mengalokasikan anggaran untuk bonus dan sejenisnya. Karena aturannya ribet dan rawan pertanggungjawabannya. Tapi sebagai seorang birokrat yang sudah kenyang pengalaman dan kebijakan seorang bupati dan walikota, seharusnya persoalan bonus tidak sulit. Karena bonus sudah seharusnya dipersiapkan sejak awal saat akan mengikuti event sebesar Porprov Jatim.
Rasanya tidak masuk akal kalau kemudian mencari alasan, anggarannya tidak ada, anggaran minim, dan tidak disetujui. Apalagi event itu sudah masuk agenda rutin yang setiap daerah sudah pasti berlomba untuk unjuk gigi. Unjuk prestasi besar besaran.
Idealnya semua sudah dipersiapkan secara matang dengan skala prioritas dan target yang jelas. Sehingga saat prestasi berhasil diraih dan peringkat daerah yang bersangkutan justru naik levelnya, maka bonus sudah sewajarnya diberikan saat atlet datang. Karena keringat perjuangan mereka sudah kering.
Seorang guru di blognya niken65.wordpress.com menulis sebuah tulisan berjudul kekuatan apresiasi. Tulisan itu sumbernya dari materi webinar yang diselenggarakan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM tanggal 19 Oktober 2016 lalu.
Ringkasannya memberikan apresiasi kepada orang lain sungguh penting, namun masih banyak orang yang tidak melakukannya. Mengapa sulit memberikan apresiasi, padahal sudah jelas bahwa apresiasi banyak manfaatnya.
Menurut http://www.littlethingsmatter.com manfaat apresiasi adalah: Pertama, Saat anda memberikan penghargaan, dengan kata atau senyuman, anda membuat dunia lebih indah untuknya. Kedua, Anda pun akan merasa bahagia karena telah membuat orang lain bahagia.
Ketiga, Tidak mahal anda akan mendapat balasannya. Keempat, Anda memiliki magnet baru orang akan mendekati anda. Kelima, Orang akan respek kepada anda. Keenam, Gratis dan orang akan melakukan sesuatu lebih baik setelah penghargaan anda.
Saya termasuk pecinta apresiasi. Sejak diberi amanah menjadi Pemimpin Redaksi tahun 2020 lalu, yang saya lakukan adalah memberikan apresiasi kepada awak Redaksi yang berprestasi. Baik itu wartawan, fotografer, redaktur, artistik dan digital. Tujuannya sederhana, kalau yang saya apresiasi bahagia, saya juga bahagia. Kalau bahagia, kerja pun jadi nyaman dan makin bersemangat.
Apa yang saya lakukan juga meniru yang dilakukan Direksi MPM, yaitu Komut Juniarno Djoko Purwanto dan Dirut Sudarno Seman. Keduanya sangat suka mengapresiasi karyawan yang berprestasi yan gass poll kerjanya dengan memberi fasilitas sepeda motor. Sampai saat ini sedikitnya sudah empat sepeda motor sudah diserahkan kepada karyawan berprestasi tersebut dan akan menyusul motor motor lainnya, bahkan mobil.
Mike Robbins penulis dan pakar kepemimpinan mengatakan apresiasi adalah salah satu aspek yang paling kuat, namun diabaikan, dari keberhasilan memotivasi dan memberdayakan orang dan tim. Menurut penelitian terbaru di bidang psikologi positif dan kepemimpinan berbasis kekuatan, ketika individu dan tim lebih memperhatikan apa yang berhasil, alih alih berfokus pada masalah dan kelemahan yang dirasakan, mereka berkembang.
Program ini yang didasarkan pada penelitian dan pengalaman Mike Robbins selama lebih dari 20 tahun, menggambarkan dengan tepat bagaimana apresiasi mempengaruhi kinerja, budaya dan kesuksesan.(*)