.
Monday, December 16, 2024

Aremania: Fanatism, Footballism, Humanism, Sebuah Intropeksi Diri 

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh:  Arief Wibisono, S.Sos.

Penulis Literasi Kota Malang

Malang Posco Media – Adalah suatu kebanggan yang tak terkira melihat sekian puluh ribu anak muda dengan warna kostum dan atribut berkumpul bernyanyi dan menari dengan gerakan gerakan atraktif yang begitu indah dipandang mata dalam satu kesatuan komando. Kita pun berdecak kagum. Merekalah AREMANIA yang konon datang dengan satu masa fanatisme, solidaritas dan kebersamaan. Filosofi inilah yang mereka agung-agungkan.

          Dengan ditempa oleh pengalaman manis dan pahi,t mereka datang dan kemudian menyandang sebagai apa yang disebut Supporter Teladan, Supporter Panutan di seluruh antero nusantara. Benarkah demikan adanya? Sudah demikian melekat kah lima huruf  A.R.E.M.A di hati kita? Kita coba menelusuri secara arif dan bijaksana.

          Stadio Gajayana dan Kanjuruhan seolah terkesan begitu angker bagi kesebelasan pendatang mengingat mereka harus berhadapan dengan Aremania yang begitu fanatik mendukung kesebelasan. Yang mereka banggakan. Lalu apakah arti Stadion Gajayana, Stadion Kanjuruhan itu sendiri bagi Aremania?

          Banyak yang menjawab “Stadionlah Tempa Bagi Aremania.’ Baiklah untuk sementara waktu kita terima saja jawaban seperti itu, tapi apakah tidak terbersit pertanyaan kembali. Kalau demikian adanya dimana, tahapan atau fase sebelum mencapai titik puncak itu sendiri?.

          Kita juga boleh bertanya, seberapa jauh pernah komunitas – komunitas supporter sekarang atau  KORWIL – Koordiantor Wilayah dalam mengkoordinir anggotanya dan seberapa jauh para Ketua Koordinator Wilayah bertanggung jawab atas Korwil yang dipimpinnya. Tidaklah kita mengaca bahwa kita Aremania adalah satu kekuatan yang begitu dahsyat?. Seberapakah dasyatnya Aremania itu sendiri?.

          Marilah kita mencoba menengok ke belakang sejenak, siapakah yang bertanggung jawab atas meninggalnya teman-teman kita, saudara-saudara kita?. Apalagi kasus dengan ditemukannya penambahan jumlah tiket melebihi kapasitas stadion. Apakah kita tahu keuntungan tiket untuk kelangsungan hidup tim atau kelangsungan hidup kita yang tidak lagi memperhitungkan keselamatan?.

          Apakah kita siap atas tindakan keamanan yang memilih instan untuk membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata tanpa memperdulikan di situ ada anak-anak bersama keluarganya?. Mereka cuma satu berangkat ke stadion mencari hiburan bukan mencari kematian.

AREMA Harga Diri, AREMA Harga Mati

          Yang namanya perjuangan seringkali tidak berbanding lurus dengan doa dari harapan apalagi ketika perjuangan melibatkan unsur idealisme. Proses perjuangan itu akan menempuh berbagai rintangan dari waktu. Idealisme ini pula mendorong seseorang untuk bersikap lebih kritis dan dimensi idealisme bersifat superlatif. Segala refraksi dari idealisme akan mendapat sorotan hangat yang perlu diluruskan.

          Idealisme nyata dalam dunia sepakbola terlebih untuk supporter, mindset seorang supporter dinyatakan dalam bentuk dukungan kepada tim yang diimpikan. Dukungan ini terbagi dalam empat bentuk. Pertama dukungan emosional dengan menumbuhkan empati dari pihak lain. Kedua, dukungan penghargaan dengan memberi penghargaan yang positif penilaian atas usaha yang dilakukan dan memberikan feedback. Ketiga,  dukungan informatif dengan memberikan nasehat, pengarahan dan saran-saran untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Keempat, dukungan instrumental dengan memberikan bantuan secara nyata berupa benda, peralatan atau sarana untuk menunjang kebutuhan kerja.

          Seperti halnya Arema selama 37 tahun berdiri memang telah memberi warna baru dalam dunia sepakbola di tanah air. Ibarat sebuah pohon yang dipelihara Aremania maka semakin kencang angin bertiup Aremania terlahir tanpa noda namun dalam perjalannya aral dan onak kerikil-kerikil yang dilalui di jalan tak beraspal. Salah satu kerikil adalah chaos sebuah pertandingan bola.

          Konflik akhir ini adalah melibatkan Aremania dalam sebuah peristiwa Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan yang terjadi 1 Oktober 2022. Terlepas dari faktor eksternal penyebab kerusuhan ini yang berupa rasa ketidakpuasan hasil pertandingan antara Arema FC  vs Persebaya yang mengakibatkan 135 orang meninggal dunia, ini menjadi fenomena insiden bukan lagi milik Kota Malang tapi sudah fenomena dunia.

          Dalam diri setiap Aremania tertanam suatu prinsip untuk memberikan penghormatan tertinggi terhadap hasil pertandingan, bersikap fair play dan memberikan rasa nyaman. Sayangnya terkadang fakta berbicara lain antara pihak kemanan dan supporter tidak ada kesamaan persepsi di dalam lapangan.

          Sebuah kerusuhan memang tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada beberapa proses dimulai dari segala bentuk umpatan, makian hingga tindakan yang menjurus pada anarkisme dan vandalisme berupa masuknya segala sesuatu yang tidak dikehendaki secara tiba-tiba ke arah sentelban lapangan.

          Ketika konflik tersebut tereskalasi ke dalam sebuah bentuk anarkisme sering sebuah kubu dihadapkan pada keadaan terombang ambing bagaikan biduk yang terhempas badai. Seperti apabila mereka tidak mampu berpikir transeden kekecewaan menumpuk di alam pikirannya.

          Aremania adalah sekumpulan individu yang memiliki berbagai pola pemikiran yang berbeda. Mayoritas penonton Arema yang datang ke stadion adalah Aremania yang memiliki corak pemikiran konservatif dan moderat. Visi mereka datang ke stadion adalah mendukung Arema. Namun tidak dipungkiri jika terdapat satu kuartil massa yang memiliki pandangan berbeda mengenai hal ini.

          Bedanya ketika konflik berujung pada tingkat vandalisme, seringkali membuat kalangan Aremania yang datang ke stadion hanya untuk Arema menjadi “mati gaya.’ Karena tidak mungkin juga memakai kekerasan sebagai media kekecewaan yang memuncak.

          Pendeknya Aremania yang tulus datang ke stadion sebagai supporter Arema dihadapkan pada dinamika sebuah ayunan, secara presisi dan akurasi sulit untuk mengubah eskalasi kerusuhan menjadi sebuah keadaan damai.

          Secara De Facto PSSI sebagai lembaga tertinggi di ajang sepakbola Indonesia memiliki wewenang dan yurisdiksi melakukan tindakan hukum terhadap pelaku kerusuhan sepakbola Indonesia. Dalam kondisi politik acuh PSSI dapat melakukan tindakan pembinaan strategis dengan tidak mengambil jalan pandang bulu terhadap kelompok manapun, apapun bentuk motivasi di belakangnya namun PSSI dapat menggeser politik acuh tersebut kepada politik pengalihan dengan memberikan wacana konflik sepakbola Indonesia di atas sukses kepemimpinan di tubuh PSSI yang terus digoyang setiap saat.

          Aremania bukanlah sebuah organisasi seperti pada sebuah organisasi ancaman disintegrasi diakibatkan oleh kelompok yang saling berseberangan secara diametral tetaplah nyata. Meski pribadi tidak berpandangan mana yang terbaik antara Aremania menjadi sebuah organisasi atau tidak, namun selama Aremania mampu menempatkan ideaalismenya sebagai sebuah pandangan hidup, segala bujuk rayu entah ke arah ekonomis ataupun nilai yang diadopsi oleh sebuah tatanan baru yang bersifat negatif, dapat kita redam

          Kultur dan histori Aremania memungkinkan bersikap dan berprestasi lebih daripada yang ditampilkan satu dekade silam. Pastikan saja kerusuhan di Stadion Kanjuruhan adalah yang terakhir. Selanjutnya yang akan kita hadapi nantinya adalah periode baru untuk Aremania.           Pilihannya hanya dua: kukuh pada idealisme yang kita pegang atau memberikan ruang baru untuk terciptanya paradigma baru yang berujung pada pola perilaku yang kondusif. Selamat Ulang Tahun Arema.(*).

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img