“Pada masa depan, teknologi Artificial Intelligence (AI) mungkin akan memainkan peran yang lebih besar dalam dunia kerja. Ini dapat mengubah cara kita bekerja dan menyelesaikan pekerjaan. AI dapat membantu kita bekerja lebih cepat dan efisien, tetapi juga dapat mengakibatkan kehilangan pekerjaan bagi beberapa orang. Namun, jangan khawatir, AI juga akan membuka peluang pekerjaan baru,” begitulah definisi AI yang dituliskan oleh AI.
Narasi tersebut merupakan narasi yang dibuat oleh teknologi AI atau Kecerdasan Buatan melewati kalimat perintah pendek yang ditulis manusia hanya dalam waktu beberapa detik. Tak hanya sampai disitu, AI bahkan sudah dapat melakukan hal seperti membuat lukisan dengan gaya ala pelukis terkenal, sampai membuat gambar diri kita yang saat ini sedang ramai di sosial media.
Tidak menutup kemungkinan pada 2030, diprediksikan bahwa AI akan terlibat setidaknya 30 persen dari pembuatan konten yang kita temukan di internet. AI secara sederhana adalah program yang didesain untuk berpikir dan mengambil tindakan layaknya manusia. Bahkan AI dapat belajar secara mandiri melalui latihan yang dibuat oleh programmer mereka.
Beberapa tujuan, seperti dapat berbicara dengan manusia, mengolah informasi, hingga memiliki kesadaran layaknya anak bayi manusia. Beberapa kemampuan AI tersebut yang membuat CEO Tesla sekaligus CEO Twitter yaitu Elon Musk, memberikan pendapat bahwa mungkin saja di masa depan AI dapat melampaui kecerdasan yang dimiliki manusia.
Hal ini juga menjadi salah satu peringatan atau tanda bahaya bagi umat manusia, seperti yang pernah diucapkan oleh fisikawan ternama, Stephen Hawking. Ia mengatakan bahwa manusia memiliki batasan evolusi biologis yang memakan waktu lama, karena hal ini akhirnya manusia tidak dapat bersaing, dan akan digantikan oleh teknologi.
AI akan menjadi pesaing utama bagi tenaga kerja manusia, tak hanya para pekerja kasar yang terancam, industri kreatif sekalipun dapat terancam dengan kehadiran AI. Pada masa kini, bahkan telah ditemukan beberapa AI dengan kemampuan luar biasa seperti Dall-E sebagai program yang dapat membuat gambar apapun sesuai intruksi dalam hitungan detik.
Lalu Jukebox sebagai program yang dapat membuat lagu tanpa perlu ikut les musik, dan GPT3 sebagai program yang mampu menulis sebuah buku hanya dalam waktu 24 jam . Dari hal ini akan menimbulkan pertanyaan, apakah desainer, musisi, hingga penulis dapat digantikan oleh AI?.
Kemudian, lantas ketika AI sudah bisa melakukan segala hal hingga dapat diperintahkan untuk melakukan pekerjaan manusia, apakah manusia masih perlu bersusah payah belajar dan mencari pekerjaan di masa depan?. Jawabannya tentu saja IYA. Karena tujuan belajar tidak hanya untuk mencari pekerjaan.
Seperti yang pernah dikatakan salah satu Bapak Bangsa Indonesia, Tan Malaka. Tujuan dari belajar juga untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, dan memperhalus perasaan. Bahkan, globalisasi ini dapat kita manfaatkan untuk mengeksplorasi diri lebih jauh seperti mencari tahu apa yang kita minati, hingga mencari tahu ingin jadi apa kita nanti dengan lebih mudah melalui suatu media bernama internet.
Globalisasi telah mendorong perkembangan teknologi begitu cepat, sehingga membuatnya menjadi layaknya pisau bermata dua. Globalisasi dapat membuat hidup menjadi lebih mudah, seperti bertukar informasi dengan cepat, membeli barang tanpa harus datang ke toko, hingga menyelesaikan suatu pekerjaan secara otomatis.
Disaat yang bersamaan globalisasi ini juga menjadi hal yang penuh dengan ancaman, seperti hilangnya lapangan pekerjaan, lahirnya generasi yang pemalas karena terbiasa dipermudah oleh teknologi, dan hilangnya rasa nasionalisme individu. Demi menghindari dampak buruk globalisasi, tentu terdapat banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menghadapi perkembangan zaman.
Mungkin saja AI dapat mengambil lapangan pekerjaan, mungkin saja AI dapat melakukan segala pekerjaan dengan lebih cepat, namun tetap saja AI memiliki kekurangan sehingga AI bukanlah sesuatu yang secara mutlak dapat menggantikan manusia. Walaupun AI menjadi pesaing utama manusia dalam lapangan pekerjaan, bukan berarti manusia akan kehilangan pekerjaannya begitu saja.
Pada dasarnya, AI diciptakan oleh manusia dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan manusia. Selain itu, meskipun AI berkembang sangat pesat, hingga saat ini belum dapat menyaingi kreativitas manusia, apalagi rasa simpati dan empati yang dimiliki manusia. Kemampuan inilah yang harus terus dilatih dan dikembang manusia agar dapat berjalan beriringan dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Pembahasan mengenai transformasi digital memang menjadi pembahasan hangat di masa kini. Telah menjadi salah satu poin diskusi para pemimpin dunia di forum G20 yang diwakili melalui forum diskusi pemuda atau Y20 (Youth 20) yang secara spesifik memiliki fokus bahasan perihal skill dan literasi pekerja di bidang digital.
Tak hanya itu, muncul pula perumusan solusi untuk beradaptasi terhadap laju tantangan perkembangan teknologi. Diskusi forum Y20 menghasilkan poin-poin rekomendasi yang berfokus pada empat area prioritas, mulai ketenagakerjaan pemuda, transformasi digital, keberagaman dan inklusi, planet yang berkelanjutan dan layak huni.
Selain mempelajari dan menyikapi perkembangan zaman, sebagai generasi penerus bangsa terdapat satu sifat yang harus dimiliki, yaitu rasa ingin tahu (curiosity), penasaran terhadap perkembangan teknologi agar dapat beradaptasi dan terlibat aktif dalam perkembangannya. Jangan cuek dan terlena dengan kecanggihan. Itu intinya. (*)