Bagus Ninar S membuka perpustakaan gratis. Lokasinya di rumahnya di Jalan Mbiru Gunungrejo Candirenggo Kecamatan Singosari Malang. Ia memulai dari mengumpulkan buku sedikit demi sedikit. Dia juga menerjemahkanbuku bahasa Belanda menjadi bahasa Indonesia.
Kisah menarik pemuda yang akrab disapa Ninar ini berawal Mei 2015 lalu. Saat itu, ia sedang menempuh kuliah di Program Studi S1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Malang (UM).
Saat kuliah dulu sering kali uang saku untuk sebulan habis dalam seminggu. Lantaran, buku penunjang dan pendamping perkuliahannya menjadi sumber pengeluaran terbesar. Kondisi ini mendorongnya untuk kreatif mencari solusi.
“Saat itu, saya sering mencari buku bekas untuk kebutuhan kuliah. Biasanya saya mencari dan beli di Pasar Buku Velodrome. Saya sempat berbincang dengan para penjual buku ini, dari sana muncul ide bisa menyambung hidup sekaligus kuliah,” ceritanya.
Ide tersebut yakni menjadi penjual buku bekas. Kalau sekarang, orang mengenal dengan nama reseller. Saat itu Ninar membeli beberapa buku sekaligus. Sebagian dari yang ia beli dijual kembali.
Keuntungan yang didapatnya tidak banyak, tapi uang itu bisa terus diputar. Sampai dia bisa mendapatkan buku kebutuhan kuliahnya, dari hasil kerjanya itu sekaligus uang jajan.
Saat asyik jual beli buku, terbesit di benak dan hati Ninar untuk mengoleksi. Jiwa sejarahwan yang dimilikinya tak bisa ditahan saat sudah bergejolak. Tak hanya koleksi buku sejarah bernuansa akademis, berbagai buku koleksi bernilai sejarah juga akhirnya ia kumpulkan.
“Saat itu, kalau saya beli 10 buku, satu sampai tiga di antaranya saya simpan atau koleksi. Melihat buku ini bagus atau saya suka, pasti akan saya simpan sendiri. Setiap bulan koleksi saya pasti bertambah,” ungkap Ninar dengan gaya santai, khasnya itu.
Ibarat peribahasa sedikit-sedikit menjadi bukit, kini rumahnya yang terletak di Jalan Mbiru Gunungrejo Singosari sudah dipenuhi ratusan buku. Ia memperkirakan ada sebanyak 800 lebih koleksi buku. Belum ditambah koleksi foto sejarah, majalah hingga arsip-arsip.
“Untuk saat ini, dari 800 buku yang ada sudah 200 buku masuk dalam katalog. Sementara yang lain masih proses. Buku ini bisa secara gratis dibaca. Tapi di tempat saya saja. Tidak untuk dibawa pulang,” sebutnya.
Ninar mengatakan, apabila ingin berkunjung ke perpustakaannya yang bernama VN Boekhandel itu, lebih baik membuat janji dulu. Atau kalau memang penasaran dan ingin datang langsung, bisa berkunjung di atas pukul 12.00 WIB.
Ternyata membuka perpustakaan gratis ini dan bekal ilmu sejarah yang dipelajarinya, membawa ia ke sisi dunia perbukuan yang lain. Memang, dulu Ninar kerap kali mengunggah konten, terkait terjemahan bahasa Belanda. Kebiasaan itu, kemudian dilirik oleh kawannya asal Yogyakarta.
Tepat setahun lulus kuliah, Ninar mendapatkan tawaran menerjemahkan sebuah buku. Sebuah tantangan baginya, karena bahasa Belanda ini tetap saja, bukan bahasa yang awam digunakan sehari-hari.
“Saat itu, karena buku pertama dan ini sebuah proyek, akhirnya dikerjakan dengan tidak boleh terlalu lama. Saya butuh waktu enam bulan, untuk menerjemahkan buku yang akhirnya diberi judul bahasa Indonesia, Gerakan Komunis di Hindia Belanda. Diterbitkan tahun 2018 dengan jumlah 272 halaman,” jelasnya.
Ninar menceritakan menerjemahkan buku tidak hanya mencari arti dari kata per kata. Melainkan, sebuah rangkaian kata dalam kalimat yang utuh. Karena belajar secara otodidak, ia harus melakukan riset yang cukup banyak. Beruntungnya, meskipun tidak familiar namun bahasa Belanda, bukan bahasa yang asing baginya.
“Riset yang saya lakukan, saya mencari buku-buku Belanda yang jadul. Kemudian mencari padanan kata dalam bahasa Inggris. Setelah itu, baru bisa mencari makna yang tepat di bahasa Indonesia. Bahkan ada beberapa kosakata yang harus saya temukan maknanya di kamus bahasa Belanda jadul,” ungkap alumnus SMAN 8 Malang, itu.
Waktu berlalu membawa kebiasaan dan hobi bagi Ninar. Setelah proyek itu selesai, saat senggang dari huru-hara waktu kerjanya, Ninar terus melalukan translasi buku. Kali ini bukan karena proyek, namun murni iseng.
Di saat orang lain mengisi waktu senggang dengan bermain dan berwisata, bagi Ninar membaca dan menerjemahkan buku bahasa Belanda lebih menggiurkan. Setahun berlalu tepat di tahun 2019, ia resmi mengeluarkan buku terjemahan karyanya yang kedua.
Buku itu diberi judul dalam bahasa Indonesia. Dia Berjalan Kembali. Buku ini sebelumnya memiliki judul asli Hier Rijdt Wiel yang diterbitkan tahun 1949 oleh Padi Reeks. Sementara naskah dalam buku tersebut ditulis oleh A.G.A Bolle serta foto di dalam bukunya oleh E. Sterling.
“Saat itu tahun 2019 akhir, buku ini terbit dan lumayan banyak permintaan. Sampai tahun 2020 sebelum pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, ada 150 eksemplar yang sudah terjual. Dan peminatnya cukup banyak, sampai di wilayah Sumatera,” lanjutnya.
Sebenarnya Ninar sudah ditawarkan oleh penerbit untuk dicetak lagi. Namun, ia ingin rehat sejenak, karena ingin berkarya lagi. Di tahun 2023 dia juga baru saja menyelesaikan buku terjemahannya. Berjudul Arab dan Hindia Timur. Buku ini juga sebelumnya merupakan bahasa Belanda murni.
Ia mengatakan semua yang dihasilkannya saat ini karena kecintaannya terhadap buku dan sejarah. Bahkan, ia pernah berburu buku sejarah berjudul Kreta Setan de Duivelswagen, yang harus di impor langsung dari Negeri Kincir Angin, Belanda.
Saat ini sedang proses menerjemahkan satu buku lagi, namun belum ia pastikan kapan akan selesai. Ninar juga sampai sekarang beberapa kali membantu kerabat dan kenalannya. Yakni menerjemahkan kata hingga kalimat dari bahasa Belanda ke Indonesia.
“Beberapa kali saja, biasanya untuk penelitian. Memang seringkali diminta bantuan soal itu. Karena menerjemahkan bahasa, jangan sampai mengubah struktur kata. Karena bisa mengubah makna juga,” ujar Ninar.
Bagi siapapun yang ingin mencari buku-buku berkaitan sejarah atau buku bernilai sejarah, bisa menghubunginya. Bisa melalui media sosial, cukup mencari nama toko buku dan perpustakaannya yakni VN Boekhandel.
“Tentu saja ke depan, koleksi akan terus bertambah. Kalau saat ini, di perpustakaan saya ada 50 persen buku sejarah dan buku bernilai sejarah, 25 persen buku otomotif dan ranahnya, serta sisanya buku umum. Seperti buku seni dan sejenisnya. Ini bisa dibaca gratis boleh difoto juga, tetapi tidak untuk dibawa pulang,” pungkas pemuda asli Singosari ini. (rexy/van)