Bangkit dari Keterpurukan, Abdikan Diri untuk Sesama
Malang Posco Media – Sempat terpuruk karena terlilit utang, Arief Rahman Hakim alias Arief Camra menemukan jalan hidup baru. Ia mengabdikan diri di gerakan sosial. Pria 41 tahun ini membuat gerakan sedekah netizen hingga mengasuh panti jompo Griya Lansia Husnul Khatimah di Desa/ Kecamatan Wajak Kabupaten Malang.
Arief memulai perjuangannya melalui gerakan berbasis internet. Siang itu, Rabu (13/7) adalah hari yang cukup melelahkan bagi Arief. Ia harus bolak balik Malang – Sidoarjo mengurus panti asuhan dan griya lansia. Meski begitu ia tetap menyediakan waktu berbagi kisah.
Nasib tak selalu berjalan mulus. Hari tua tak selalu indah. Banyak lansia bernasib nahas karena terbuang dari keluarga. Kondisi itu membuat mantan wartawan jebolan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya atau Stikosa AWS ini tergerak.
“Berangkat dari keterpurukan. Saya pernah terjebak utang lumayan banyak. Lebih dari setengah miliar rupiah. Semua solusi seperti jalan buntu,” kenangnya.
Itu akibat kesalahan bisnis. Ia pun terlalu berani. Yakni mengerjakan hasil tender namun gagal lantaran tidak selesai. Temannya pada lari,
dialah yang harus menanggung kerugian.
Di tengah fase terpuruk, Arief bertemu seorang temannya. “Teman saya dari sebuah pesantren menyarankan saya mendekatkan diri pada agama melalui sedekah,” kisah Arief.
Ia disarankan merawat anak yatim dan fakir miskin. Tapi sempat kebingungan karena tak punya uang. Arief merasa tak mampu menerjemahkan saran sahabatnya itu dalam perbuatan.
Di tahun 2013, Arief yang gemar bermedia sosial merasa lebih baik memanfaatkan apa yang dimiliki. Kegemarannya berselancar dan berkomunikasi di dunia maya itu menjadi sarana mengajak orang berbuat baik.
“Awalnya dari gerakan sedekah netizen. Karena saya tidak punya uang, utang banyak. Saya suka main Facebook, akhirnya mencari anak yatim dengan blusukan sendirian. Ketika ketemu anak yatim, misalkan butuh sepatu atau biaya sekolah saya unggah untuk mencari bantuan,” katanya.
Dari gerakan di Facebook itu banyak yang memberikan respon positif dan membantu. Satu per satu warganet turut menyumbang kebutuhan anak yatim dan dhuafa yang ditemukan Arief di jalanan dan di desa-desa.
Pernah sekali waktu dia mendapatkan donasi dari seorang anggota DPR RI Syaikhul Islam memberinya uang Rp 3 juta untuk seorang lansia yang tinggal sebatang kara di gubuk. Sontak pemberian itu membuat tangis haru sang lansia pecah. “Dari sana juga jadi awal kebangkitan saya,” ucapnya.
Lambat laun semakin banyak warga butuh pertolongan yang dijumpai. Juga kian bertambah mereka yang ingin berdonasi. Gerakan Sedekah Netizen itu banjir respon hingga ia merasa membutuhkan relawan yang membantu.
“Karena semakin ramai saya merasa butuh teman dan akhirnya membentuk komunitas Sahabat Yatim Dhuafa (SYD). Motonya sederhana bergerak bersama membantu sesama,” kata Arief.
Dia tak menyangka tiba-tiba dipertemukan direktur berbagai yayasan dan perusahaan yang siap memberikan dana. Yakni untuk pembangunan sebuah panti sosial.
“Teman-teman yang siap bantu kami kampanyekan cari tanah yang luas, membangun blok A dan blok B Griya Lansia ini tahun 2019,” katanya. Semua itu dari dana donasi yang dikampanyekan melalui Facebook, WhatsApp (WA) dan media sosial lain yang dimiliki Arief dan Sahabat Yatim Dhuafa.
Alhasil di tahun 2021, tanpa disangka akhirnya bisa memperluas bangunan. Soal keseluruhan biaya, dia tak merinci. Yang jelas, pembangunan griya lansia gotong-royong yang luar biasa baginya. Utamanya untuk sebuah gerakan sosial.
Saat ini ada 90 orang lansia yang menghuni Griya Lansia. Mereka ditemukan dalam berbagai kondisi dan tempat. Tak jarang ada yang sempat terlantar di jalanan tanpa tahu siapa keluarganya. Yang sangat disayangkan adanya anak yang tega membuang orang tuanya sendiri di panti jompo. Ini membuatnya harus mengunggah ke media sosial untuk kampanye menggalang donasi.
Selain mendirikan griya lansia, Arief bersama ratusan anggotanya di SYD juga membangun panti asuhan dengan nama Griya Yatim. Tempatnya di Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo. Sudah ada sekitar 36 anak yatim asuhan yang menghuni dan dibina.
Arief yang seorang pengusaha percetakan itu merasa lebih senang jika terus bisa bermanfaat untuk orang lain. Apalagi bisa mengajak sesama berbuat baik. “Yang menjadi donatur di sini (griya lansia) itu banyak kalangan. Dari tukang becak sampai jenderal pernah membantu. Ya bagaimanapun, mungkin, kalau orang sudah mapan mau kemana lagi kalau bukan sosial,” ucap pria bersahaja itu.
“Saat mau perluasan tempat, saya sebar lagi pengadaan kamar dengan cara saya jual Rp 25 juta per kamar. Setiap kamar ada plakat siapa yang berdonasi,” tambahnya.
Di Griya Lansia Husnul Khatimah semua boleh menyumbang, kata Arief, baik komunitas, perorangan, lembaga atau organisasi tertentu. Tentu saja dalam hal panti sosial tak perlu biaya dari penghuni atau keluarganya alias 100 persen gratis. Arief bercerita, dulu sempat ada penolakan dari beberapa kalangan seperti ormas yang tak suka. Alasannya dianggap membawa paham radikal. Namun akhirnya tuduhan itu tidak benar.
Soal operasional memang murni dari dana sosial yang diterima. Bantuan juga seringkali datang berupa barang siap pakai. Untuk operasional sedikitnya menghabiskan Rp 80 juta lebih untuk sebulan. Arief dibantu 16 relawan yang mengasuh dan mengelola panti. Mereka juga digaji. Meski begitu, Arief tak turut menerima sepeser uang dari operasional. “Kalau usaha di rumah sudah cukup,” ungkapnya ikhlas.
Walau Griya Lansia Husnul Khatimah hingga kini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat, Arief optimis bahwa apa yang dilakukannya bersama para relawan menjadi solusi bagi problem masyarakat. Salah satunya lansia terlantar. Dengan adanya lansia yang dibina di griya lansia, diharapkan mereka bisa hidup layak di usia senja.
“Kami kebetulan belum mendapatkan bantuan tapi memang kami istilahnya sudah kami niatkan swadaya, tapi adapun misalnya mendapat bantuan ya Alhamdullilah,” ujarnya.
Yang jelas, apa yang selama ini dibangun merupakan murni untuk gerakan sosial. Dia tak ingin sedikitpun dibawa ke kepentingan politik. Arief sangat menjaga apa yang dikerjakannya itu. Bahkan dia juga berencana membuat tempat baru bertujuan untuk gerakan sosial biro jodoh bernama Griya Sakinah. Dirinya berharap masih terus ada orang baik yang mau menerima gagasan itu dan ikut membantu.
“Meski begitu yang jadi utama adalah tempat konsultasi rumah tangga secara bijak dan bisa mencegah perpecahan. Orang mau cerai kita ingin rujukkan dan beri pembinaan,” ungkapnya. Dia berharap agar tetap bisa konsisten dan menularkan hal baik kepada siapapun. (m prasetyo lanang/van)