Mengajar adalah seni, seni dalam bertutur kata, seni dalam mengolah wacana, seni dalam menuangkan gagasan dan seni dalam berinteraksi. Karena mengajar tidak sekadar menerangkan materi pelajaran semata, tapi juga membuat siswa tertarik dengan penjelasan dari gurunya. Mengajar juga ilmu, ilmu dalam mentransfer pengetahuan dari seorang guru kepada siswa.
Ki Hajar Dewantara pernah menyampaikan bahwa salah satu tujuan belajar yaitu untuk mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya. Lalu apa indikator kebahagiaan dalam mengajar? Tentu ketika melihat siswanya belajar dengan bahagia maka guru akan bahagia, dan sebaliknya jika mengetahui siswanya merasa terpaksa, bosan, jenuh maka guru-pun merasa tidak bahagia.
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai bapak pendidikan Nasional telah meletakkan beberapa konsepsi sebagai dasar pendidikan nasional. Konsep pemikiran merdeka belajar adalah poin utama dalam pemikiran-pemikiran beliau untuk menyelenggarakan pendidikan.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa Pendidikan memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Konsep belajar menurut Ki Hajar Dewantara “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.”
Kondisi belajar yang bahagia dan nyaman dalam proses pembelajaran akan meningkatkan kepercayaan pada diri guru maupun siswa. Suasana kelas menjadi gembira, tanpa beban, otak menjadi lebih aktif, rileks seolah tanpa beban yang berakibat akan mengaktifkan otak untuk berfikir jernih dan akhirnya menghasilkan lingkungan baik.
Seorang yang mengajar haruslah bahagia, karena itu dia harus bahagia, tanpa dibebani dengan tuntutan-tuntutan yang memberatkan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim yang mengesahkan program merdeka belajar. Dengan tujuan agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia saat belajar.
Merdeka belajar adalah proses pendidikan yang harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Karena setiap anak yang pasti memiliki keistimewaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada cara masing-masing untuk memperlakukan kemampuan mereka sehingga menjadi istimewa.
Salah satu tujuan dari proses belajar adalah menghasilakn karakter peserta didik yang berani, mandiri, bagus dalam bergaul, sopan dalam akhlak, berkompetensi sesuai bidangnya dan tidak hanya mengandalkan hasil penilaian akhir dari sekolah saja. Karena –sekali lagi- setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda. Sehingga outputnya akan membentuk para pelajar yang siap dan berkompeten, serta berbudi baik dalam lingkungan sekitar.
Sebagai seorang pendidik, kita tidak hanya dituntut untuk mentrasfer ilmu pengetahuan yang baik tapi juga mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan agar proses belajar anak benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas pilihannya. Memang mendampingi untuk menuju hasil yang demikian tidaklah mudah karena kesabaran dalam memfasilitasi, agar anak mampu untuk mengenali potensinya.
Selain itu diperlukan sebuah strategi belajar yang memerdekakan, yakni menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna dan proses pembelajaran yang mengandung unsur dialog untuk mencari solusi dan mengasah kemampuan pesera didik dalam menyelesaikan masalah.
Aktivitas belajar seperti ini lebih diutamakan karena menekankan pada keterampilan berpikir kritis, menganalisis, mengurai pokok persoalan, memprediksi, kemudian menyusun strategi dari setiap permaslaahan yang timbul.
Kemenristekdikti menggagas program merdeka belajar karena banyaknya permasalahan dalam sistem pendidikan kita. Salah satu permasalahan adalah tentang nilai yang harus didapatkan oleh siswa dalam ujian akhir mereka. Maka kemerdekaan dalam merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir, dimana esensi dari kemerdekaan berpikir harus diterapkan oleh seorang pengajar terlebih dahulu, lalu kepada siswa.
Saat ini kita harus mempraktikkan program merdeka belajar juga merdeka mengajar. Karena kemerdekaan adalah bagian penting dari pengembangan suatu ilmu. Guru yang merdeka adalah mereka yang secara optimal mengembangkan bakat dan kemampuanya, namun sebaliknya jika tidak diberikan kemerdekaan atau kebebasan dalam berfikir maka akan menyempitkan gerak dalam berinovasi.
Maka penulis sampaikan bahwa hanya guru yang merdeka yang bisa membebaskan, baik membebaskan cara berfikir, atau membebaskan anak dalam mengembangkan berfikirnya. Namun jangan sampai disalahartikan, bahwa guru yang memiliki kemerdekaan sebagai orang yang liar pemikiranya dan tidak mempunyai batasan dan aturan. Akan tetapi guru juga perlu merdeka untuk mencapai cita-cita, bukan sekadar ”kata” merdeka dari kebijakan.
Kita seringkali mendengar konsep dasar pemikiran bapak pendidikan kita yakni ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Namun semua yang dilakukan pendidik di sekolah tentu harus juga berkolaborasi dengan lingkungan sekitar termasuk anak, orang tua juga warga. Semoga semua yang terlibat dalam proses pembelajaran mendapatkan kebahagiaan.(*)