MALANG POSCO MEDIA – Pada Agustus 1945, pada akhir Perang Dunia II, pasukan AS menjatuhkan bom atom di atas kota Hirosima dan menewaskan puluhan ribu orang. Hiroshima menjadi arang, dan banyak ilmuwan dunia mengatakan bahwa tidak akan ada yang tumbuh, atau hidup di kota ini dalam waktu 70 tahun.
Akan tetapi beberapa waktu setelah terjadinya peristiwa itu, tepatnya pada musim gugur 1945, gulma mulai tumbuh dari bumi yang hangus. Musim panas berikutnya, bunga oleanders bermekaran. Cabang-cabang baru pohon-pohon kapur barus – banyak di antaranya berusia ratusan tahun – mulai tumbuh. Peristiwa ini otomatis membantah prediksi para ahli yang sudah mengklaim terlebih dahulu bahwa Hiroshima akan menjadi hamparan bumi mati.
Munculnya kehidupan pasca bom mematikan inilah yang kemudian menjadi pemicu bangkitnya optimisme orang-orang Jepang. Optimisme mereka untuk memupuk harapan, bahwa kehidupan yang lebih baik akan bisa dimulai kembali, bahwa kebangkitan ekonomi dan negara akan bisa dicapai di tengah kesulitan dan kemustahilan dan bahwa puncak kejayaan akan segera bisa diraih meski memulainya begitu sulit dan terlihat mustahil.
Oleander dan kapur barus kemudian dinyatakan sebagai bunga dan pohon resmi Hiroshima, simbol dari kebangkitan, optimisme dan ketahanan kota yang disayangi.
Hari ini, 76 tahun yang lalu saat berada pada jurang pesismisme setelah serangan bom atom oleh pasukan AS, Jepang bukan hanya membawa sebuah perubahan yang eksponensial, akan tetapi daya saing (Competitiveness) yang dibangun setelah peristiwa memilukan itu menjadikannya sebuah negara yang tumbuh menjadi raksasa ekonomi dunia.
Menurut data outlook ekonomi dunia yang dirilis oleh IMF, di tahun 2020 Jepang menjadi negara nomor tiga yang terkuat dan terbesar kemamampuan ekonominya setelah Amerika Serikat dan China.
Budaya Competitiveness yang dibangun oleh Jepang sejak awal kebangkitannya 76 tahun yang lalu, menjadi rahasia umum yang bisa kita pelajari bersama. Terlebih lagi pada era yang cepat berubah dan penuh dengan ketidakpastian seperti sekarang. Setiap kita harus memiliki daya saing yang tinggi, agar bisa melakukan adaptasi terhadap sitausi yang ada.
Berbicara tentang competitiveness, maka kita akan berbicara tentang dua dimensi yang saling terkait, yakni dimensi pengelolaan organisasi bisnis dan dimensi manajemen buyer value atau keunggulan yang diharapkan oleh customer kita.
Dimensi Pengelolaan Organisasi
Agar memiliki kemampuan untuk berdaya saing, maka setiap organisasi bisnis bahkan negara sekalipun harus dipimpin dengan baik (Well Led). Kepemimpinan yang baik akan membawa sebuah organisasi di skala apapun menjadi lebih baik dan berkembang.
Seorang pemimpin organisasi yang baik, maka ia akan mampu memanajemeni organisasi tersebut kepada sebuah pertumbuhan dan perkembangan. Dia akan terus mencari cara untuk pertumbuhan organisasinya, dia tidak akan berhenti untuk membuat gagasan dan mengeksekusi tindakan-tindakan yang membawa perubahan dan perbaikan.
Selain Well Led, agar berdaya saing, sebuah organisasi harus dipersiapkan dengan baik (well prepared). Well prepared artinya organisasi tersebut bisa menganalisa “future trend” yang akan terjadi, dan bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baik persiapan dan strategi.
Well prepared adalah wujud dari memahami perjalanan dan masalah serta peluang bisnis dengan baik, sehingga bisa merumuskan strategi dan tindakan yang tepat pada situasi yang tepat.
Well organized dan well trained juga menjadi faktor penentu dalam dimensi competitiveness, agar bisnis atau produk dan jasa kita memiliki daya saing. Well organized berarti bisnis kita di organisasi dengan baik, mekanisme organisasi bisnisnya jelas, semua perangkat organisasi berjalan dengan baik, SOP, KPI dan Jobdesk sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Well Trained artinya organisasi dan sumber daya yang ada di dalam organisasi kita secara terus-menerus dilatih dengan seksama agar memiliki kompetensi yang memadai dalam beraktivitas dan skillnya teruji dalam operasional.
Dimensi Manajemen Buyer Value
Dalam membangun daya saing atau competitiveness, keberadaan produk atau jasa kita harus mampu menjawab permasalahan dan keinginan customer. Customer habbit yang bervariatif dan banyak berubah ini sekaligus menjadi tantangan bagi organisasi bisnis untuk bisa memenuhi apa yang menjadi keinginan dan harapan mereka.
Pada prinsipnya, nilai-nilai yang diharapkan oleh customer di apapun segmen market dan bisnisnya, maka harus bisa menjawab empat hal berikut. Pertama, Kecepatan produk atau jasa tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan oleh customer. Produk layanan yang lama dan berbelit semakin ke sini akan ditinggalkan oleh customer. Customer butuh yang cepat, tepat dan siap dalam waktu yang singkat untuk digunakan produk atau jasanya.
Kedua, Fitur-fitur kemudahan dan kelengkapan dalam produk atau jasa kita. Fitur ini adalah ketersediaan manfaat yang bisa diperoleh atau dimanfaatkan oleh customer kita, semakin banyak fitur yang memudahkan customer atau buyer kita, maka akan semakin diminati produk atau jasa kita.
Ketiga, Produk atau jasa kita harus memiliki banyak variasi, baik jumlahnya, modelnya, warnanya, keuntungannya dan kemasannya. Variasi yang beragam akan membuat produk dan jasa kita menjadi lebih fresh dan menjadi jawaban atas permintaan dari berbagai macam segmen customer yang beragam.
Keempat,Agar competitivness produk atau jasa kita harus mudah didapat atau diperoleh. Kemudahan akses terhadapat produk kita akan menjadi value tersendiri bagi organisasi bisnis agar bisa memiliki daya saing. Semakin mudah produk kita diakses oleh buyer, maka akan semakin diminati oleh customer, begitu juga sebaliknya.
Pelajaran berharga dari kisah optimisme bangsa Jepang dalam membangun competitiveness bangsanya bisa kita jadikan sebagai rujukan bersama, bahwa membangun kinerja yang berdaya saing akan membuat kita terus bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan dan bisnis. (*)