Sebuah hasil riset di tahun 2022 menyatakan bahwa kemudahan dan kenyamanan penggunaan transaksi pembayaran digital menyebabkan seseorang menjadi lebih boros. Responden menyatakan menghabiskan 34 persen lebih banyak dari pendapatan tahunannya ketika menggunakan pembayaran digital.
Penelitian yang berjudul “Does Mobile Payment Use Lead to Overspending? The Moderating Role of Financial Knowledge” oleh Sun Young Ahn dan Youngwon Nam tersebut, merupakan hasil analisa dari kebiasaan belanja 21.000 orang Amerika Serikat berusia dewasa.
Namun apakah generalisasi ini berlaku di seluruh dunia? Bagaimana dengan Indonesia yang saat ini gaung penggunaan QRIS sedang masif dan intensif dilakukan oleh Bank Indonesia?
Di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi dunia saat pandemi, Indonesia justru dapat bertahan dibandingkan negara lainnya.
Di situlah Bank Indonesia (BI) hadir membawa terobosan cara pembayaran digital dengan QRIS. Penggunaan transaksi pembayaran digital memudahkan orang untuk dapat tetap melakukan transaksi tanpa bertatap muka ataupun bersentuhan.
Sehingga roda perekonomian tetap bergerak meskipun melambat. Saat ini peningkatan transaksi pembayaran digital disinyalir menjadi salah satu pendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan siaran pers BI No.25/93/Dkom tanggal 11 April 2023, target pengguna QRIS tahun 2023 sebanyak 45 juta pengguna dan volume transaksi sebesar 1 Milliar transaksi. Target ini meningkat tajam dari target di tahun sebelumnya yang sebesar 12 juta pengguna.
Sementara per Februari 2023, total pengguna QRIS secara nasional telah mencapai 30,87 juta dan merchant QRIS mencapai 24,9 juta, serta volume transaksi sebesar 121,8 juta. Diperkirakan target BI akan tercapai di akhir tahun, bahkan dapat terlampaui.
QRIS Terintegrasi
BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) menginisiasi teknologi yang cukup mumpuni. Hanya dengan satu barcode QRIS, seluruh aplikasi pembayaran dapat terjangkau dengan cepat mudah murah aman dan handal (CEMUMUAH).
Berbeda dengan sebelumnya ketika cara pembayaran menggunakan QR code yang tidak terintegrasi. Satu barcode hanya khusus untuk aplikasi pembayaran tertentu. Cukup menyulitkan bagi konsumen yang harus memiliki banyak aplikasi ataupun memiliki rekening di beberapa bank. Hal inilah yang menyebabkan biaya menjadi cukup mahal.
Adanya QRIS membuat biaya transaksi pembayaran lebih murah. Dari sisi konsumen tanpa biaya. Konsumen pun tidak terbebani banyaknya aplikasi yang harus dimiliki. Sebab aplikasi apapun dapat saling terhubung atau terintegrasi. Sedangkan dari sisi penjual/merchant terkena biaya MDR (Merchant Discount Rate) sebesar 0,7 persen, lebih murah dibanding bertransaksi dengan APMK (ATM/Debit dan kartu kredit).
Sementara bagi merchant Usaha Mikro (UM) mendapat fasilitas MDR sebesar 0 persen hingga 30 Juni 2023. Adanya sistem yang saling terintegrasi di antara aplikasi pembayaran, mempermudah merchant dalam menerima dana. Meskipun konsumen menggunakan aplikasi pembayaran ataupun bank yang berbeda.
Risiko Penggunaan QRIS
Bank Indonesia (BI) selaku otoritas sistem pembayaran, tentunya tidak akan menyarankan masyarakat untuk menggunakan sarana pembayaran yang tidak aman. Sebelum mengeluarkan suatu kebijakan, BI akan melakukan riset terlebih dulu dan melihat potensi risikonya.
Memang tidak dipungkiri segala sesuatu pasti memiliki risiko. Besar maupun kecil. Namun risiko yang ada dapat diminimalisir dengan berbagai mitigasi untuk mencegah terjadinya risiko tersebut. Satu hal yang perlu diingat untuk tidak menganggap remeh risiko sekecil apapun. Sebab sekecil-kecilnya kerikil dapat membuat orang terpeleset dan jatuh.
Begitu pula dengan cara penggunaan QRIS. Membandingkan kesesuaian nama merchant terlihat memiliki risiko yang kecil. Nyatanya ketika seseorang tidak memperhatikan dengan baik kesesuaian nama merchant, bisa jadi akan mengirim dana ke rekening yang bukan menjadi tujuannya. Hanya karena seseorang tidak mau aware. Sangat disayangkan bukan?
Pengguna QRIS sebaiknya dapat selalu aware dengan memeriksa kesesuaian nama merchant yang muncul di aplikasi pembayaran setelah melakukan scan QRIS. Hal ini terlihat sepele. Namun memiliki dampak yang cukup besar bila pengguna tidak mau berhati-hati. Apa sebab?
Dana yang dibayarkan pengguna dapat terkirim ke rekening yang berbeda. Dana tidak sampai, uang pun melayang. Kalau sudah begini, mau menyalahkan siapa?
Himbauan untuk menggunakan QRIS yang aman juga berlaku bagi merchant. Sebaiknya merchant dapat mengamankan QRIS miliknya dengan memeriksa secara berkala QRIS yang ditempatkannya pada area terbuka. Merchant diharapkan dapat memastikan bahwa QRIS miliknya tidak dapat diubah/ diganti oleh oknum nakal. Sehingga tidak terjadi kerugian pada merchant akibat tujuan pengiriman dana oleh pengguna QRIS tidak sampai ke rekeningnya.
Tindakan pengamanan dari kedua sisi baik pengguna maupun merchant, akan dapat meminimalisir penyalahgunaan QRIS ke depannya. Kita sebagai masyarakat juga selayaknya saling mengingatkan untuk selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi pembayaran.
Bijak Gunakan QRIS
Saat ini BI telah banyak melakukan sosialisasi penggunaan QRIS di seluruh wilayah Indonesia, namun pemahaman cara aman menggunakan QRIS dirasa masih kurang. Nyatanya literasi QRIS baru mampu meningkatkan jumlah pengguna maupun volume QRIS.
Belum pada kesadaran risiko atas penggunaan QRIS yang aman. Oleh karena itu, BI perlu bersinergi dengan perbankan dan Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) lainnya untuk lebih meningkatkan kesadaran tentang penggunaan QRIS yang aman.
Adanya kemudahan dan kenyamanan pembayaran digital, tidak lantas menjadikan seseorang boleh mengabaikan potensi risiko yang dapat terjadi. Seharusnya dapat diimbangi oleh kehati-hatian pengguna. Karena setiap cara pembayaran, sejatinya memiliki risikonya masing-masing. Ketidakhati-hatian pengguna dapat menjadikan dirinya sebagai sasaran empuk bagi pelaku tindak kejahatan.
Kemudahan dan kenyamanan pembayaran digital juga tidak dapat dijadikan dasar peningkatan tindakan impulsif belanja seseorang sebagaimana hasil riset Sun Young Ahn dan Youngwon Nam. Melakukan transaksi pada saat emosi sedang tinggi ataupun rendah, dapat menjadikan seseorang memiliki kecenderungan belanja berlebihan. Perlu kedewasaan berpikir untuk memahami kebutuhan dibandingkan keinginan.
Siapapun orangnya dan dari negara manapun asalnya, bila tidak dapat mengendalikan nafsu belanjanya, sudah pasti kecenderungannya menjadi boros. Apapun cara pembayaran yang dilakukannya, baik tunai maupun nontunai menggunakan kartu ataupun QRIS. Sudah selayaknya seseorang harus mampu mengendalikan dirinya. Bijaklah dalam berbelanja dan bijak menggunakan QRIS dalam bertransaksi.(*)