Oleh: Ria Widiyanti, S.Pd
Guru SD Islam Sabilillah Malang
Indonesia sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan memiliki komitmen kuat terhadap pendidikan, terus berupaya meningkatkan kualitas dan kesetaraan dalam dunia pendidikan. Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian adalah penggunaan seragam sekolah. Baru-baru ini, seragam sekolah telah menjadi sorotan tajam di berbagai berita dan media sosial, memunculkan kontroversi dan perdebatan yang mendalam.
Di tengah gencarnya upaya pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan merata, fenomena seputar seragam sekolah belakangan ini menjadi perhatian serius bagi saya sebagai seorang pendidik dan pemerhati kebijakan di dunia pendidikan. Berbagai berita mencatatkan situasi yang kompleks dan memerlukan analisis mendalam untuk mencari akar permasalahan.
Beberapa berita yang mencuat terkait seragam sekolah, terutama dari aspek pengadaan dan penggunaannya, telah menjadi bahan perbincangan yang tidak hanya di kalangan pelajar dan orang tua, tetapi juga masyarakat luas. Kontroversi harga seragam sekolah menjadi salah satu sorotan utama yang menimbulkan keprihatinan.
Kompas.com (29/7) memberitakan tentang “Kontroversi Seragam Sekolah Mahal: Siapa yang Mendapat Keuntungan?” Berita ini mengungkapkan fakta bahwa harga seragam sekolah di beberapa sekolah telah melampaui batas wajar, bahkan melebihi kemampuan ekonomi sebagian wali murid. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam lingkungan pendidikan, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu menjadi terbebani dengan biaya seragam yang mahal.
Di Jawa Timur, Detik.com (28/7) mengabarkan bahwa Gubernur Khofifah Indar Parawansa mempersilakan wali murid SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung untuk mengembalikan seragam yang dibeli, dengan uangnya akan dikembalikan. Harga seragam sekolah di sejumlah SMA di Tulungagung juga menjadi perhatian karena dianggap terlalu mahal, melebihi Rp 2 juta (BBC, 2023). Hal ini membuat beberapa wali murid resah.
Malang Posco Media (29/7) juga telah memberitakan tentang bagaimana Walikota yang melarang sekolah untuk mewajibkan siswanya membeli seragam sekolah di Koperasi.
Penting untuk menyadari bahwa fenomena pengadaan seragam sekolah yang kontroversial ini sebagian besar terjadi karena adanya oknum di beberapa instansi terkait yang tidak bertindak dengan transparansi dan kejujuran.
Praktik korupsi dan komersialisasi seragam sekolah oleh pihak-pihak tertentu telah menimbulkan dampak yang merugikan para siswa dan orang tua. Seragam sekolah seharusnya mewakili semangat kesetaraan dan kesatuan, namun jika terjebak dalam kepentingan pribadi dan finansial, maka tujuan nobel tersebut menjadi kabur.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak terkait untuk melakukan evaluasi mendalam dan menyeluruh terhadap mekanisme pengadaan seragam sekolah agar dapat meminimalisir praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan menciptakan sistem yang transparan dan adil.
Untuk memahami situasi yang ada saat ini, perlu diingat bahwa penggunaan seragam sekolah di Indonesia telah memiliki sejarah panjang. Awal mula pengenalan seragam sekolah dapat ditelusuri dari masa kolonial Belanda, yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Namun, seragam sekolah tidak hanya sekadar warisan kolonial, melainkan telah berkembang seiring waktu untuk mencerminkan nilai-nilai dan identitas bangsa Indonesia. Seragam sekolah memiliki tujuan yang baik, antara lain: Pertama, Menciptakan Kesetaraan. Seragam sekolah menjadi simbol kesetaraan di antara para siswa. Tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi, semua siswa tampil seragam, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif. Kedua, Memupuk Rasa Kehormatan. Seragam sekolah mencerminkan rasa kehormatan dan kebanggaan terhadap lembaga pendidikan yang diwakilinya. Hal ini mendorong siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan sekolahnya.
Ketiga, Fokus pada Pembelajaran. Dengan seragam sekolah, siswa dapat lebih fokus pada proses pembelajaran daripada tampilan fisik. Mereka tidak akan terlalu terpaku pada penampilan diri, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan hasil belajar.
Keempat, Identitas Sekolah. Seragam sekolah menjadi lambang identitas sekolah dan mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh lembaga tersebut. Hal ini memperkuat ikatan antara siswa dan lembaga pendidikan mereka.
Menghadapi fenomena seragam sekolah yang ramai diberitakan dan kontroversial ini, adalah tanggung jawab bersama untuk mencari solusi bijak demi terciptanya kondisi yang kondusif dalam proses belajar mengajar. Beberapa langkah bijak yang seharusnya dapat diambil antara lain: Pertama, Transparansi Pengadaan. Mendorong pihak-pihak terkait, termasuk sekolah dan pemerintah, untuk mengutamakan transparansi dalam proses pengadaan seragam sekolah. Melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk wali murid dan siswa, dalam pengambilan keputusan akan menghindari praktik korupsi dan kepentingan pribadi.
Kedua, Fokus pada Kualitas dan Kelayakan. Lebih dari sekadar harga, kualitas dan kelayakan seragam sekolah harus menjadi prioritas utama. Pemilihan bahan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan siswa harus diutamakan. Pengadaan seragam dengan harga yang wajar dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat juga perlu diperhatikan.
Ketiga, Keterlibatan Wali Murid dalam Pengambilan Keputusan. Mendorong partisipasi aktif wali murid dalam menyikapi masalah seragam sekolah, agar keputusan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi dan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan melalui forum diskusi dan konsultasi dengan komite sekolah atau lembaga lain yang terkait.
Dalam upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas dan merata, fenomena seputar seragam sekolah yang terjadi belakangan ini menjadi perhatian penting bagi kita semua. Kontroversi mahalnya harga seragam, aspek lingkungan yang tidak ramah, dan perdebatan mengenai identitas budaya lokal menuntut respons bijak dari semua pihak terkait.
Dengan mengambil langkah bijak, seperti transparansi pengadaan, fokus pada kualitas dan kelayakan, penanaman kesadaran lingkungan, adopsi seragam berbasis budaya, dan keterlibatan wali murid dalam pengambilan keputusan, kita dapat menciptakan kondisi yang kondusif dalam proses belajar mengajar.
Melalui sinergi antara pihak-pihak terkait, kita dapat menjaga urgensi dan filosofi penggunaan seragam sekolah yang baik, sambil menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, berwawasan lingkungan, dan menghargai keberagaman budaya Indonesia.
Semoga dengan langkah bijak ini, siswa dapat bersekolah dengan baik dan wali murid dapat menyikapi masalah seragam sekolah dengan kritis dan bijak untuk kemajuan pendidikan bangsa.(*)