.
Saturday, December 14, 2024

BOHIRKRASI

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Beberapa waktu yang lalu inisiatif apik dilakukan oleh Polres Malang dengan membentuk tim saber judi pilkades jelang pemilihan kepala desa serentak yang dilaksanakan 14 Mei 2023 di 48 desa se Kabupaten Malang.

Tidak bisa dipungkiri perhelatan demokrasi yang terselenggara di level hirarki pemerintahan paling bawah ini mengundang pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan momentum tersebut untuk ajang judi dan munculnya ‘bohir-bohir’ politik.

Istilah ‘bohir’ yang berarti ‘pemilik modal.’ Dalam bahasa aslinya (Belanda), bouwheer berarti ‘kontraktor’, berasal dari bouwen (membangun) dan heer (tuan). Dalam bahasa Indonesia, khususnya percakapan politik sehari-hari, istilah ‘bohir’ merujuk pada pemberi modal politik.

Umumnya, istilah ini digunakan secara negatif. Bohir adalah rentenir politik yang ‘meminjamkan’ uang ke calon-calon yang akan berlaga dalam perhelatan politik, baik pilkades, pilkada, pilpres ataupun pileg.

Saking dianggap vitalnya peran ‘bohir’ ini banyak orang yang percaya bahwa bohir adalah penentu keberhasilan seorang kandidat dalam perhelatan politik. Jika dia memiliki bohir yang kuat dan mumpuni maka bisa dipastikan masa depan politiknya juga akan bagus. Begitu sebaliknya jika seorang kandidat tidak memiliki ‘bohir’ maka dia akan mengalami kesulitan untuk memenangi pertarungan meskipun dia memiliki gagasan, narasi dan kecakapan.

Sebagaimana fenomena yang kita tahu bersama uang dan jabatan bisa dipertukarkan. Calon-calon kepala daerah butuh dukungan dana agar dipilih, sementara para pengusaha yang sudah kehabisan akal bagaimana mengembangkan usahanya mencium peluang bisnis besar dari APBN/APBD.

Para pemodal itu menaruh investasi dengan cara mendanai calon-calon kepala daerah atau calon kepala desa. Imbalannya akan didapat nanti ketika kepala daerah itu terpilih. Mereka akan menangguk uang berupa proyek-proyek APBD, proyek dana desa atau pengolahan tanah kas desa.

Kolaborasi antara calon kepala daerah dan pengusaha sebetulnya bukanlah fenomena unik di Indonesia saja. Di berbagai negara, transaksi-transaksi di balik layar seperti ini selalu terjadi, termasuk di AS, Eropa, dan di negara-negara manapun yang menerapkan demokrasi.

Dalam berbagai literatur istilah yang menggambarkan situasi ini disebut dengan ‘donokrasi.’ Donokrasi menjelaskan keterkaitan erat antara pemberi dana kampanye (donor) dengan para kontestan politik. Di Amerika, donokrasi dilakukan secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi oleh perusahaan-perusahaan besar dengan memberikan dukungan (pledge) pada calon tertentu untuk mendapatkan akses pengelolaan proyek jika kandidat yang didukungnya menang.

Tentu fenomena ‘donokrasi’ ini menyebabkan dampak langsung pada kualitas kepemimpinan yang lahir dari proses politik ini. Para pemimpin yang tindak kompeten dan kurang memenuhi ekspektasi publik kerap terjadi, bahkan kita menyaksikan bersama ‘gagap’ jabatan yang terjadi tidak sedikit yang akhirnya mengantarkannya pada kasus korupsi dan hukum.

Menurut sebuah survei kepuasan publik (approval rating) atas gubernur-gubernur di Amerika Serikat, dari 50 gubernur yang terpilih, hanya tujuh yang dapat nilai (tingkat kepuasan) di atas 60 persen. Rata-rata gubernur dapat approval rating di bawah 50 persen (Morning Consult, Q4/2017). Hal ini menunjukkan betapa demokrasi yang tidak dibentengi dengan nilai-nilai luhur sebuah bangsa akan berakibat fatal bagi keberlangsungan sebuah daerah atupun bangsa.

Fenomena ini tentu tidak boleh dibiarkan, karena bukan hanya akan mengancam keberlangsungan bangsa, karena dia akan mengancam proses demokrasi yang berlangsung di negara kita. Oleh karenanya kita semua harus mengambil peran agar mata rantai ‘bohirkras’ ini terputus. Sehingga proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia di seluruh levelnya menghasilkan para pemimpin yang memiliki kecakapan dan independensi dalam menjalankan tugasnya.

Perhelatan pemilu 2024 yang sebentar lagi akan berlangsung harus menjadi perhatian kita semua, menjadi tanggungjawab kita bersama untuk mengawalnya, agar berlangsung secara jujur, adil, damai dan terhindar dari intervensi para ‘bohir’ politik. Demokrasi adalah hak konstitusi tertinggi yang dimiliki oleh rakyat Indonesia sekaligus sebagai momentum untuk menggantungkan harapan akan terlahirnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)

Oleh karena itu, demokrasi harus berjalan sesuai mandat masyarakat sebagaimana amanat reformasi 25 tahun yang lalu, bukan menjadi ajang “donokrasi” atau “bohirkrasi” sebagaimana yang hari ini mulai marak terjadi di negeri ini.

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img