.
Saturday, December 14, 2024

BOOM POPULATION, TREND FERTILITY RATE DUNIA

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Berdasarkan rilis PBB tentang “world population prospects 2022”, ada 10 negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia di antaranya adalah China, India, Amerika Serikat, Indonesia, Pakistan, Brazil, Nigeria, Bangladesh, Rusia dan Meksiko.

Dari data yang sama disebut-sebut juga bahwa penduduk bumi akan sampai diangka 8 miliar di tahun ini, dan tentu ini akan banyak membawa dampak terhadap negara-negara yang hari ini masuk dalam “top ten” populasi terbanyak di dunia. Baik dalam aspek sosial, ekonomi, keuangan, iklim, kesejahteraan, pendidikan, politik dan lainnya.

Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa salah satu instrument pertumbuhan sebuah negara adalah jumlah penduduknya, meskipun di satu sisi jumlah penduduk yang tidak terkendali dan tidak dimanajemeni dengan baik juga akan menimbulkan permasalahan baru di negara tersebut.

Namun di balik trend ledakan penduduk dunia, dunia hari ini juga dihadapkan pada sebuah fakta bahwa angka “fertility rate” di dunia kecenderungannya menurun. Menurut data yang dirilis oleh United Nation, sejak tahun 1990 hingga saat ini fertility rate dunia memiliki kecenderungan menurun, bahkan diprediksi pada tahun 2045 hingga 2100 jumlah perempuan yang melahirkan anak akan semakin berkurang, bahkan angkanya di bawah 2, artinya rata-rata pasangan suami istri hanya akan memiliki anak 1 atau 2.

Dari data yang sama, di negara-negara dengan populasi terbanyak hari ini juga mengalami hal yang sama. Di China misalkan fertility ratenya sudah 1,5 dan di Amerika Serikat 1,8. Potret data ini menggambarkan bahwa antara angka kematian para lansia dengan angka kelahiran anak-anak bayi tidak seimbang, lebih banyak orang yang meninggal daripada bayi yang lahir. Bahkan di Jepang dan Singapura rata-rata pasangan di sana hanya memiliki anak 1, bahkan kecenderungannya tidak menghendaki memiliki anak.

Data infografis yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri dan Informasi Jepang menyebutkan bahwa sejak tahun 1950 mereka mengalami penurunan populasi yang ekstrem pada tahun 2021 kemarin, populasinya turun 0,7 persen sejak lima tahun terakhir. Hanya ada 831 ribu kelahiran pada tahun 2021, sedangkan angka kematiannya 1,44 juta jiwa, sekolah-sekolah banyak yang kekurangan siswa, karena memang tidak ada anak yang bersekolah, jumlah usia anak sekolahnya semakin berkurang.

Hal ini tentu membuat dunia industri dan perekonomian Jepang berada pada ancaman yang serius. Oleh karenanya hari ini Jepang membuka “kran” tenaga kerja asing dengan mempermudah pengurusan visanya.

Para peneliti banyak yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya “trend Fertility rate” yang cenderung menurun di dunia ini salah satunya disebabkan karena tingkat pendidikan. Mereka yang memiliki pendidikan tinggi kencenderungannya membatasi memiliki anak bahkan tidak sedikit yang enggan untuk memiliki anak.

Mungkin karena alasan kesibukan, jenjang karir yang dirintis, kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi atau tuntutan persaingan dunia kerja yang semakin ketat. Bahkan baru-baru ini kita dihebohkan oleh pernikahan seorang pria di Korea Selatan dengan sebuah boneka yang dirayakan dan “diceremonialkan” selayaknya pernikahan manusia.

Hal ini sekaligus menjadi potret bahwa betapa “fertility rate” yang cenderung turun ini nyata terjadi, karena bukan saja orang enggan untuk punya anak, akan tetapi orang juga sudah mulai enggan untuk menikah dengan manusia.

Menariknya, di negara-negara yang mayoritas populasinya Muslim kondisi paradox justru terjadi. Mayoritas di negara mereka Fertility Rate nya justru naik, sebut saja misalkan Pakistan, Nigeria, Afghanistan, Sudan dan negara mayoritas muslim lainnya. Negara-negara tersebut justru fertility ratenya di atas 5 bahkan 7, artinya satu pasangan melahirkan anak 5 sampai 7 orang. Diprediksi pada 10 hingga 50 tahun mendatang negara-negara mayoritas Muslim ini justru akan menjadi negara yang mengalami “boom population.” Mereka akan berkelimpahan Sumber Daya Manusia, di tengah negara-negara lain mengalami penurunan jumlah penduduknya.

Maka sangat layak jika Kerajaan Arab Saudi dengan visi 2030nya mencanangkan untuk berpindah dari ketergantungannya kepada minyak dan gas menjadi negara maju di segala aspek terutama pariwisata, pendidikan, ekonomi kreatif dan smart city.

Tidak tanggung-tanggung, atas visinya ini Kerajaan Arab Saudi melalui Putra Mahkotanya yang baru saja dilantik menjadi Perdana Menteri Muhammad Bin Salman (MBS) telah mencanangkan penambahan jamaah haji dan umroh dari 8 juta per tahun menjadi 30 juta per tahun.

“Fertility rate” yang meningkat dan ledakan populasi di negara mayoritas Muslim tentu menjadi angin segar bagi Kerajaan Arab Saudi. Karena semakin banyak jamaah Haji dan Umroh yang datang ke Arab Saudi, maka “multiple revenue” negara akan semakin banyak, bukan hanya dari pendapatan visa, hotel, transportasi, ekonomi kreatif, pariwisata, ritail, kuliner akan ikut bertumbuh.

“Boom Population” atau ledakan penduduk tentu akan membawa dampak bagi negara-negara di dunia, baik negara yang sedang berkembang atau negara maju sekalipun, sebagaimana banyak kajian yang telah dirilis oleh banyak peneliti bahwa daya tampung bumi ini hanya maksimal 10 miliar manusia.

Jika lebih dari daya tampung itu maka ancaman krisis pangan karena semakin sempitnya lahan pertanian, ancaman krisis air, ancaman krisis energi karena semakin lama semakin banyak yang menggunakan dan cadangannya semakin habis, ancaman perubahan iklim yang semakin ekstrem dan lain sebagainya.

Di satu sisi ancaman “trend fertility rate” yang semakin turun juga menjadi ancaman bagi negara-negara industri dan maju yang sedang bagus-bagusnya seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan, dan negara lain. Mereka terancam kekurangan stok SDM yang bisa menopang negara dan perekonomian bangsa, karena jumlah manusia yang mati lebih banyak dibanding bayi yang lahir setiap tahunnya.

Menjadi manusia bijak mungkin menjadi solusi atas ancaman di atas, menjadi manusia bijak berarti kita mampu merawat dan menjaga alam dan sumber daya yang terkandung di dalamnya agar bisa lestari dan jauh dari kerusakan, sehingga bumi ini tetap relevan menjadi tempat hidup kita sampai akhir hayat.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img