spot_img
spot_img
Friday, March 29, 2024
spot_img
spot_img

ChatGPT dan Potensi Plagiasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Inilah chatbot cerdas yang sedang jadi perbincangan warga dunia. Namanya ChatGPT. Lewat Chatbot berbasis artificial intelligence (AI) ini mampu menjawab beragam pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kemunculan chatbot super canggih ini bakal banyak mempengaruhi kehidupan manusia, terutama di bidang pendidikan. ChatGPT bisa mendisrupsi cara belajar dan mengajar serta berpotensi menyuburkan plagiasi.

          ChatGPT yang dikembangkan oleh OpenAI ini memiliki kemampuan yang baik dalam memahami konteks dan menghasilkan teks yang berkualitas. ChatGPT dapat digunakan untuk berbagai macam tugas generatif teks. Seperti penulisan kalimat, pembentukan percakapan, penerjemahan dalam beragam bahasa, pembuatan esai, cerita, teks pidato, pengerjaan tugas-tugas sekolah, pengerjaan skripsi, pembuatan konten media sosial, dan aneka keperluan lain.

          ChatGPT menggabungkan AI dengan natural language processing (NLP) sehingga seakan-akan pengguna berdialog dengan manusia. ChatGPT adalah sebuah large language model (LLM), yakni model bahasa yang telah dilatih dengan 300 miliar kata, 570 GB data yang berupa e-book, Wikipedia, dan berbagai artikel dari internet. Cara kerja LLM ini hanya menebak urutan kata-kata dari suatu sesi percakapan. Karena banyaknya pola kata yang telah tersedia, seolah-olah LLM ini bisa kita ajak untuk bercakap-cakap dan tanya jawab seperti manusia.

          Banyak pihak mengawatirkan kemunculan chatGPT ini bakal berpengaruh pada banyak sektor kehidupan. Untuk urusan pendidikan misalnya. Diprediksi kemunculan chatbot ini bakal mengubah cara pendidik mengajar, membuat soal, mencari sumber pembelajaran, memberikan tugas pada siswa dan aktivitas yang lain. Cara siswa belajar dan mengerjakan tugas-tugas dalam proses pembelajaran juga bakal berubah menjadi lebih gampang.

          Ada kemungkinan pengguna chatbot ini semakin dimudahkan dalam membantu urusan dan pekerjaanya. Bisa jadi plagiasi juga semakin subur kalau pengguna chatbot ini hanya copy paste (copas) apa saja yang tersedia di chatGPT ini secara mentah-mentah. Padahal ChatGPT sejatinya hanyalah alat bantu, sementara hasilnya masih butuh tinjauan dan verifikasi dari manusia. Artinya, pengunaan chatbot ini tak ada jaminan akurat hasilnya.

Mencoba ChatGPT

          Penggunaan chatbot ini ramai jadi pembicaraan warganet. Karena penasaran, saya pun mencoba membuat akun chatbot ini. Ternyata gratis dan tak berbayar. Walaupun menurut pemilik sistem ini ada juga versi berbayar yang diklaim bakal lebih lengkap dan canggih. Saya cukup masuk chat.openai.com untuk sign up. Setelah saya berhasil log in, saya coba memulai dengan membuat sejumlah pertanyaan dan meminta chatbot ini menjawabnya. 

          Dari sejumlah pertanyaan yang saya ketikkan, hasilnya cukup bagus pada tema atau topik tertentu, namun ada juga jawaban yang tak akurat. Artinya, tak semua pertanyaan yang saya ajukan mendapat jawaban yang tepat. Namun menariknya, terhadap jawaban yang tak lengkap dan kurang tepat, chatbot ini bisa memberi klarifikasi yang cukup logis. Jadi, saya rasakan chatbot ini tak sama dengan pencarian seperti di search engine semacam Google, Bing, atau yang lain.

          Saat saya tanyakan apa perbedaan ChatGPT dengan Google misalnya. Chabot ini menjawab bahwa ChatGPT dan Google adalah dua jenis teknologi yang berbeda. Google adalah mesin pencari yang digunakan untuk menemukan informasi di internet.

          Google mengindeks jutaan halaman website dan menyediakan hasil pencarian yang relevan untuk pengguna. Sedangkan ChatGPT adalah model bahasa yang digunakan untuk beragam tugas generatif teks. Google digunakan untuk mencari informasi yang sudah ada sedangkan ChatGPT digunakan untuk menghasilkan teks baru.

          Ketika saya tanyakan di chatbot ini tentang apakah ChatGPT bakal menggantikan peran manusia, seperti yang dikhawatirkan oleh banyak orang. Jawaban chabot ini adalah bahwa ChatGPT dikembangkan sebagai alat untuk membantu manusia dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan teks.

          Namun, ChatGPT tidak dapat menggantikan manusia secara keseluruhan. Meskipun model ini dapat menghasilkan teks yang berkualitas dan memahami konteks, ia masih memerlukan pengawasan dan verifikasi dari manusia.

          Selain itu, ChatGPT juga memiliki batasan dalam hal kreativitas dan inovasi yang hanya bisa ditemukan pada manusia. Model ini hanyalah mengambil data yang sudah ada sebelumnya dan mengolahnya menjadi teks baru, sementara manusia mampu menciptakan ide-ide baru yang tidak ada sebelumnya. Jadi, ChatGPT dapat digunakan sebagai alat bantu yang efektif dalam menolong manusia dalam berbagai tugas generatif teks, namun tidak dapat menggantikan manusia secara keseluruhan.

Potensi Plagiasi

          Kehadiran ChatGPT memang punya dampat positif. Namun melekat pula sisi negatifnya. Seperti umumnya teknologi, selalu berwajah ganda. Ada wajah baik dan jahatnya. Semua tentu tergantung pada orang yang menggunakan teknologi tersebut. People behind the technology yang menjadi penentu orang berhasil memanfaatkan teknologi atau menjadi korban dari dampak buruk teknologi.

          Kemunculan ChatGPT bisa menjadi chatbot tempat bertanya tentang apa saja. Itu artinya semua pihak dengan beragam kepentingan dapat menggunakan chatbot ini untuk membantu urusannya. Karena chatbot ini menyediakan bermacam data dan informasi maka sangat memudahkan bagi penggunanya. Keadaan ini berpotensi membawa penggunanya berpikir instan dan dangkal.

          Beragam sumber informasi yang disediakan chatbot ini sangat memungkinkan siapa saja dapat memanen informasi tentang apa saja. Gegara melimpahnya informasi ini bisa melenakan penggunannya dan cenderung alpha dalam melakukan verifikasi dan pelacakan kebenaran informasinya. Bisa mungkin penggunaan chatbot ini bakal semakin menyuburkan budaya copas. Hal ini tentu tak berdampak baik terutama bagi lembaga pendidikan.

          Budaya membaca buku dan sumber bacaan primer yang lain bisa semakin tergerus. Budaya berlama-lama menatap screen laptop atau smartphone akan semakin meningkat. Ketergantungan pada aneka gadget canggih menjadi tak terhindarkan lagi. Situasi inilah yang dapat menyuburkan cara berpikir super cepat tanpa kedalaman. Kedangkalan cara berpikir inilah yang bisa memicu munculnya beragam persoalan. 

          Kemampuan ChatGPT yang super canggih perlu diwaspadai. Beberapa lembaga pendidikan di luar negeri menyikapi fenomena kemunculan ChatGPT ini. Sejumlah perguruan tinggi di Amerika Serikat, Australia, dan Inggris melarang penggunaan mesin pintar ini karena dikhawatirkan bisa berdampak negatif dalam proses pendidikan, pengajaran, penulisan skripsi, disertasi, jurnal ilmiah, dan beragam karya tulis lain.

          Beberapa sisi buruk penggunaan chatbot ini perlu kita sikapi dengan bijak. Sebaiknya penggunaan ChatGPT lebih mengedepankan etika dan prinsip-prinsip akademis yang baik, seperti memberikan sumber yang sesuai dan kredibel. Selain itu, selalu diperlukan pengujian dan verifikasi terhadap informasi yang dihasilkan oleh ChatGPT itu asli dan bukan plagiat. (*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img