Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si
MALANG POSCO MEDIA – Saat ini memasuki bulan Rabiul Awwal, di Indonesia lebih sering disebut sebagai bulan Maulid. Disebut demikian memang karena dalam bulan ini terjadi sebuah kejadian yang agung, yakni kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sosok paling mulia di dunia, yang manusia diperintahkan untuk senantiasa bershalawat untuk meraih syafaatnya.
Bukan hanya manusia saja yang bershalawat, Malaikat dan Allah SWT pun bershalawat kepada beliau. Seperti yang tertera dalam QS. 33:56, yang artinya “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.’’
Kehadiran Nabi Muhammad ke dunia ini membawa sebuah misi penting di antaranya adalah memperbaiki akhlak manusia. Misi ini menandakan bahwa akhlak menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Karena itulah yang akan membawa perdamaian dan ketentraman dalam setiap interaksi manusia dengan lingkungan sekitar. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari, Baihaqi, dan Hakim, yang artinya: “Sungguh aku diutus menjadi Rasul untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Akhlak menjadi bagian utama dalam bangunan kepribadian seorang muslim sehingga para ulama menyebut bahwa “al adabu fauqal ilmi.’ Bahwa adab, tata krama, akhlak, di atas ilmu yang dalam artian harus didahulukan untuk dimasukkan dalam diri setiap muslim. Dalam pendidikan pun sudah seharusnya mengedepankan aspek afektif (sikap dan karakter) dibanding aspek kognitif (kepintaran otak). Maka fungsi guru dan orang tua yang paling utama adalah mendidik agar generasi muda menjadi baik. Bukan hanya mengajar untuk menjadikan generasi muda menjadi pintar.
Pendidikan karakter dan akhlak generasi muda di era saat ini menjadi sangat penting. Hal ini karena tantangan dan godaan zaman di tengah perkembangan teknologi semakin kencang. Akibat perkembangan teknologi dan informasi saat ini, ancaman terhadap degradasi moral sangat terlihat di depan mata. Bisa dilihat bagaimana saat ini akhlak para pemuda sudah mulai tereduksi akibat gaya hidup digital di zaman modern.
Kejadian tindakan kriminal, asusila, kurangnya kepedulian sosial dan menurunnya rasa sosial kemanusiaan yang dilakukan dan dimiliki generasi muda mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini dapat dilihat, banyak orang lebih asik bermain di dunia maya dengan ponselnya daripada bersosialisasi di dunia nyata.
Kebiasaan berkomentar di media sosial yang tak melihat dengan siapa ia berbicara, terbawa dalam kehidupan nyata. Sehingga bisa dirasakan mereka menyamakan antara berbicara dengan teman dan berbicara dengan orang tua.
Mudahnya berkomunikasi, berinteraksi, dan mencari informasi juga sedikit demi sedikit menjadikan para generasi muda menggampangkan berbagai hal. Ini berdampak kepada sikap malas dan mudah menyerah pada tantangan permasalahan yang dihadapi. Mereka terdidik dengan hasil yang instan tanpa perjuangan berat dan menghilangkan etos perjuangan serta sikap tak kenal menyerah.
Fenomena ini patut direnungkan bersama, terutama bagi para orang tua pada umumnya. Momentum Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi saat yang tepat untuk kembali memperkuat penjagaan pada akhlak generasi penerus. Perlu dipantau aktivitas mereka saat memegang handphone agar akhlak bisa benar-benar terjaga.
Barometer Manusia Mulia
Akhlak menjadi barometer apakah seseorang menjadi insan terbaik atau tidak. Bukan kepintaran yang menjadi barometer. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Thabrani dari Ibnu Umar: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya.”
Sudah saatnya di bulan Maulid ini kembali meneladani akhlak Nabi yang merupakan suri tauladan terbaik sebagaimana ditegaskan dalam QS. 33:21 yang artinya “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”
Selain menjadikan Maulid sebagai momentum menjaga akhlak generasi muda, mari jadikan bulan Maulid ini sebagai kesempatan meningkatkan kuantitas dan kualitas shalawat dan cinta kita kepada Nabi Muhammad. Perbanyak shalawat, insya Allah hidup menjadi nikmat karena mendapat syafaat di hari kiamat.
Syafaat dari Nabi Muhammad menjadi hal yang sangat penting untuk diraih. Karena kita tidak tahu ibadah mana yang akan diterima di sisi Allah. Menurut kita kuantitas dan kualitas ibadah sudah maksimal, namun belum tentu di sisi Allah SWT. Sehingga perlu senantiasa berdoa untuk meraih rahmat dari Allah serta perbanyak bershalawat kepada Nabi untuk meraih syafaatnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan ada seorang sahabat yang mengadu kepada Nabi. Ia merasa tidak rajin dalam menjalankan ibadah namun punya modal kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jawaban Nabi pun sangat menggembirakan. Nabi mengatakan sahabat tersebut akan dikumpulkan bersama Nabi di hari kiamat.
Dari sahabat Anas, sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, kapan hari kiamat terjadi ya Rasul? Nabi bertanya balik, apa yang telah engkau persiapkan? Ia menjawab, aku tidak mempersiapkan untuk hari kiamat dengan memperbanyak salat, puasa dan sedekah. Hanya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya. Nabi berkata, engkau kelak dikumpulkan bersama orang yang engkau cintai (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Menebarkan Rasa Cinta
Seorang mukmin sejati pastilah sangat ingin bertemu dengan baginda walaupun sekejap pandangan mata dalam mimpi. Sahabat Bilal al-Habasyi r.a., pernah memperoleh kemuliaan itu. Bilal pernah memperoleh kemuliaan bertemu dan melihat langsung baginda.
Suatu ketika, ia melihat dalam mimpi wajah baginda yang memancarkan cahaya. Begitu terbangun, rasa rindu yang membuncah dan gelora cinta yang menyala-nyala memandunya untuk memacu hewan tunggangannya melewati gurun-gurun pasir yang tandus.
Ia percepat perjalanannya di malam dan pagi hari, agar dapat segera sampai ke Madinah. Sesampainya di Madinah, ia lantas berdiri di dekat peraduan baginda, di dekat makamnya. Air mata pun mengalir deras dari kedua matanya. Ia tumpahkan air mata agar dapat meringankan kerinduan yang bergejolak di hati. Akan tetapi mana mungkin itu terjadi. Bilal-lah yang sebelum meninggal, melontarkan perkataan, yang artinya: “Besok di akhirat aku akan menemui orang-orang yang aku kasihi, yaitu Muhammad dan para sahabatnya.”
Nabi Muhammad bahkan yang mengajarkan kepada kita untuk mensyukuri hari kelahirannya. Ketika ditanya tentang puasa sunnah hari Senin, beliau menjawab: “Itu adalah hari di mana aku dilahirkan dan diturunkan wahyu pertama kepadaku.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah).
Perayaan maulid adalah bentuk pengamalan terhadap hadits yang artinya “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, hingga aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia (HR al-Bukhari).
Peringatan maulid adalah salah satu sarana untuk menanamkan dan menebarkan cinta terhadap Rasulullah SAW kepada lintas generasi, agar mereka terpaut hati dengannya. Bahkan peringatan maulid termasuk salah satu amal yang paling utama karena menuntun menuju cinta yang mulia. Yaitu cinta kepada insan pilihan yang telah datang menyelamatkan umat manusia dari kesesatan, kezaliman, kejahiliahan, kemusyrikan dan kekufuran.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang artinya “Aku adalah Muhammad dan aku adalah Ahmad. Aku adalah al-Mahi (sang penghapus) yang denganku Allah menghapus kekufuran. Aku adalah al Hasyir yang orang-orang akan dikumpulkan di padang mahsyar di belakangku. Dan aku adalah al ‘Aqib yang tidak ada seorang pun yang diangkat menjadi nabi setelahku.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Semua kita belajar, mengajarkan dan saling mengingatkan bahwa Rasulullah adalah manusia yang paling mulia. Dengan mengetahui ketinggian derajat dan kemuliaannya, rasa cinta dan pengagungan manusia kepadanya semakin menguat dan mendalam. Cinta inilah yang akan mendorong untuk menjalankan perintahnya dan mengikuti ajaran-ajarannya.(*)