.
Friday, December 13, 2024

COMPUTATIONAL THINKING

Berita Lainnya

Berita Terbaru

“Belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya,

tapi berpikir tanpa belajar sangat berbahaya”

– Ir. Soekarno

          Ungkapan yang disampaikan oleh Ir. Soekarno membuktikan bahwa kita perlu berpikir dalam belajar. Perlu adanya pikiran kritis dan sistematis yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Bukan hanya untuk peserta didik, tetapi juga bagi pendidik. Cara berpikir seperti apakah yang penting dalam menyiapkan peserta didik di era digital saat ini?

          Kita tentu masih ingat kurikulum 2013 menekankan kepada pendidikan karakter yang berfokus pada kecakapan hidup dengan 4C-nya, yaitu Creativity, Communication, Critical Thinking, dan Collaboration. Di penghujung 2019, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi, Nadiem Makarim meminta untuk menambahkan dua kompetensi lainnya, yaitu computational thinking dan compassion. Jadi, apakah computational thinking?

Awalnya, istilah computational thinking atau Berpikir/ Pemikiran Komputasi digaungkan oleh Seymour Papert (1980) dalam bukunya yang berjudul “Mindstorm.” Ketika itu Papert berfokus pada dua aspek komputasi: pertama, bagaimana menggunakan komputasi untuk menciptakan pengetahuan baru, dan kedua, bagaimana menggunakan komputer untuk meningkatkan pemikiran dan perubahan pola akses ke pengetahuan. Berikutnya J. M. Wing membawa pendekatan yang dimodifikasi dan perhatian baru pada pemikiran komputasi atau computational thinking.

          Menurut Wikipedia computational thinking merupakan proses kognitif atau pemikiran yang melibatkan penalaran logis dimana masalah dipecahkan, artefak, prosedur, dan sistem lebih dipahami. Computational thinking  tidak harus melibatkan komputer, akan tetapi merupakan proses berpikir yang terlibat dalam merumuskan masalah dan mengungkapkan solusi.

Computational thinking  (Berpikir Komputasi) juga merupakan keterampilan prasyarat untuk bisa memahami teknologi masa depan. Keterampilan ini merupakan proses berpikir, bukan kumpulan pengetahuan mengenai sebuah objek atau bahasa tertentu. Dengan begitu berpikir komputasi bisa menjadi bagian alat pembelajaran yang bisa diajarkan di kelas. Dengan adanya berpikir komputasi, peserta didik atau seseorang individu akan lebih bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Penerapan computational thinking dalam dunia pendidikan bukanlah hal yang baru. Di tahun 2012, kurikulum nasional Inggris memperkenalkan ilmu komputer atau computer science pada semua siswa. Selain itu, di Singapura sebagai bagian inisiatif dari “Smart Nation” sudah mengembangkan computational thinking sebagai kemampuan nasional.

Computational thinking (CT) adalah sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran. CT memang memiliki peran penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun CT juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah di semua disiplin ilmu.           Berpikir/ pemikiran komputasi tidak berarti berpikir seperti komputer, melainkan berpikir tentang komputasi di mana sesorang dituntut untuk memformulasikan masalah dalam bentuk masalah komputasi dan menyusun solusi komputasi yang baik (dalam bentuk algoritma) atau menjelaskan mengapa tidak ditemukan solusi yang sesuai.

Dengan berpikir komputasional, seseorang akan mudah untuk mengamati masalah, mencari solusi dari suatu permasalahan, memecahkan permasalahan, dan dapat mengembangkan solusi atau pemecahan masalah. Selain itu, berpikir komputasional mengasah diri kita untuk berpikir lebih efektif dan efisien.

          Pada laman serupa.id, ada empat penerapan computational thinking dalam kegiatan pembelajaran. Pertama, abstraksi yaitu pendidik memberikan tugas meringkas atau merangkum buku bacaan pada peserta didik di kelas. Hal ini mengakibatkan peserta didik untuk mampu membedakan atau memilah informasi yang penting dan kurang penting.

          Penerapan yang kedua adalah algoritma. Yaitu pendidik memberikan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu persoalan. Contohnya, pendidik memberikan langkah-langkah cara menulis kalimat efektif. Langkah-langkah yang diberikan harus lugas, jelas, dan mudah untuk diikuti oleh peserta didik.

          Dekomposisi adalah penerapan yang keempat. Dekomposisi merupakan proses memecah masalah menjadi lebih kecil dan sampai ke pokok sebuah masalah hingga peserta didik menyelesaikan suatu masalah tersebut dengan satu persatu dan mengidentifikasi tiap bagian darimana masalah itu muncul.

          Penerapan yang terakhir adalah pengenalan pola. Pada tahap pengenalan pola, peserta didik diajak untuk menemukan dan mengidentifikasi persamaan atau perbedaan dari perilaku, pola atau bentuk pada sebuah data. Hal tersebut bisa dipakai dan dimanfaatkan untuk menciptakan prediksi.

          Cara mengimplementasikan computational thinking adalah dengan memahami masalah, mengumpulkan semua data, lalu mulai mencari solusi sesuai dengan masalah. Dalam computational thinking, ada yang disebut dengan dekomposisi, yaitu kita memecah suatu masalah yang komplek menjadi masalah-masalah yang kecil untuk diselesaikan.

          Computational thinking sebagai pendekatan pembelajaran dapat disandingkan dengan pendekatan dan metode lain seperti Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam pembelajaran. Pada Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), peserta didik diajak untuk mengetahui solusi akan suatu masalah.

          Dengan menerapkan berpikir komputasi, seorang peserta didik bisa belajar lebih efisien dan optimal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam semua pelajaran. Karena terbiasa mencari solusi optimal, dan membentuk pola solusi yang akan mempercepat dalam melakukan problem solving (penyelesaian masalah).

          Computational thinking penting diterapkan di sekolah agar peserta didik bisa menyelesaikan masalah atau persoalan dalam kehidupan sehari-hari lebih efektif dan efisien, karena mereka terbiasa untuk mencari dan membentuk pola solusi.

          Selain itu, peserta didik dapat mencari informasi, mengelompokkan serta menganalisis data dari informasi tersebut dengan tepat. Juga dapat merumuskan serta menyelesaikan masalah menggunakan perangkat digital atau komputer. Bahkan peserta didik mampu mempresentasikan data secara abstrak dengan model atau simulasi.

          Integrasi computational thinking atau pemikiran komputasi dalam kegiatan pembelajaran menuntut kreativitas guru dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bermakna. Sebagai pendidik harus memiliki keterampilan dalam menerapkan inovasi pembelajaran seperti ini agar peserta didik atau generasi-generasi Indonesia lebih berkompetensi atau berdaya yang di masa mendatang. 

Mengingat pentingnya computational thinking, akan sangat baik jika cara berpikir ini mulai dikenalkan dan diterapkan dalam dunia pendidikan sejak sekolah dasar. Dengan harapan peserta didik terbiasa berpikir komputasional dan menyiapkan mereka untuk menjalani berbagai bidang profesi di masa depan.

Dengan menerapkan computational thinking dalam kegiatan pendidikan, mampu memberdayakan orang, meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, dan menyiapkan generasi yang berkompetensi.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img