MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Pemberlakuan uji coba rekayasa lalu lintas di kawasan Kayutangan dan sekitarnya sudah memasuki hari kelima. Masyarakat luas sudah merasakan perbedaan yang jauh signifikan di kawasan tersebut. Hanya saja masih ada catatan yang harus dilakukan Pemkot Malang, khususnya dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang terdampak rekayasa lalu lintas di kawasan Klojen.
“Memang lebih lancar jalannya, tapi kita yang berjualan belum merasakan untung. Malah masih lebih ramai dulu saya rasa,” terang Ilham, penjual es di seputar Rajabally, Kamis (23/3).
Menurut Ilham, berkurangnya pembeli di kios esnya itu terjadi lantaran sulitnya akses penyeberangan ketika satu arah. Akibatnya, masyarakat yang biasa menjadi pelanggannya memutuskan urung membeli.
“Kebanyakan yang beli disini itu karyawan-karyawan bank yang ada di depan. Sekarang ini yang depan menyeberangnya sulit karena banyak kendaraan, apalagi tidak sedikit yang lumayan kencang laju kendaraannya,” keluhnya.
Ia pun berharap agar pemerintah bisa menyediakan sarana khusus agar permasalahan ini bisa terselesaikan. Entah berupa penyeberangan jalan atau rambu rambu khusus.
“Sepertinya tidak di sini saja, di sebelah sana ya mungkin sama. Pemerintah harus mengevaluasi tiap masalah selama uji coba ini,” tambahnya.
Hal yang sama juga dirasakan para pengusaha yang ada di sekitar Jalan Semeru. Owner Café Lafayette M. Yusuf Basalamah merasakan dampak penerapan satu jalur. Cafenya yang ada di pojok Jalan Semeru dan berhadapan dengan Jalan Basuki Rahmat menjadi dilalui semua kendaraan. Area parkirnya pun menjadi lebih luas. Hanya saja, dia meminta Pemkot Malang juga mengkaji dampak sosial dan ekonomi dari penerapan satu arah itu. Karena banyak warga yang berusaha di sekitarnya menjadi terdampak. Warga juga menjadi sulit aksesnya, karena mereka harus memutar terlebih dahulu.
“Secara lalu lintas memang sangat lancar dan tidak lagi macet. Tapi pemerintah perlu memikirkan dampak sosial dan ekonomi warga yang terdampak. Banyak warga yang mengeluhkan soal ekonomi dan dampak sosial lainnya,” terangnya.
Dijelaskannya, dengan akses jalan yang lebar, kendaraan menjadi lebih kencang dan warga kesulitan untuk menyebrang jalan. Belum lagi dampak kriminalitas karena kendaraan menjadi kencang lajunya.
“Coba juga dicek kalau malam di Kayutangan, dengan jalan yang lurus dan lebar dampaknya akan muncul aksi kebut-kebutan. Sekali lagi dampak sosial dan ekonomi masyarakat harus juga dilihat,” ungkapnya.
Meski sudah diterapkan satu jalur sejak 20 Februari lalu, Yusuf juga menyayangkan dengan minimnya sosialisasi kepada masyarakat. Setelah ada reaksi dari masyarakat yang mengetahui akan ada satu jalur, pemerintah baru mulai melakukan sosialisasi. “Harusnya dari awal masyarakat diajak bicara. Rencana yang bagus kalau dilakukan dengan cara yang tidak bagus akan menjadi tidak baik,” tambahnya.
Begitu juga seperti yang dirasakan oleh Sajid, juru parkir yang biasa bekerja di dekat Rajabally. Hingga hari keempat uji coba, ia justru belum merasakan adanya peningkatan pendapatan.
“Sejauh ini dampak yang saya rasakan kok pendapatan malah menurun. Mungkin karena kendaraan ini malah kencang-kencang kalau satu arah. Jadi kayaknya kendaraan jadi jarang yang berhenti parkir. Hari ini saja masih dapat satu kendaraan,” ujar Sajid Kamis siang kemarin.
Bagi Sajid, ia hanya ingin agar pekerjaan yang dilakoninya di usia senja itu bisa menjadi lebih mudah. Tidak malah sebaliknya. Ia pun meminta kepada pemerintah agar ikut memikirkan dan mencari solusi permasalahan yang dihadapinya. (ian/aim)