.
Friday, November 22, 2024

DARURAT LITERASI PANGAN

Berita Lainnya

Berita Terbaru

          Akhir tahun 2022 lalu, Indonesia indah dengan cuaca yang dingin terkadang panas. Keadaan cuaca tidak menjadi urgensi  dalam kehidupan sehari-hari, cukup tubuh sehat akan memiliki daya kuat. Akan tetapi akhir-akhir ini mengejutkan pada hasil penelitian Kompas mengenai gizi masyarakat Indonesia sangat rendah bahkan memiriskan.

          Koran Kompas pada 9-10 Desember 2022, memaparkan hasil riset tim jurnalisme data terhadap gizi pangan masyarakat Indonesia, yang hasilnya mengejutkan. Karena dari 183,7 juta orang, atau 68 persen populasi, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka.

          Data tersebut menunjukkan kalau masyarakat kita memang tidak begitu sehat-sehat. Hal tersebut tentu sangat kompleks dalam kehidupan masyarakat. Ada dikarenakan memang masyarakat tidak begitu memahami pentingnya gizi, biaya hidup yang tidak begitu terjamin perihal ekonomi, ada pula lantaran kurangnya kecakapan mempraktikkan pentingnya pangan. Bagian di atas menjadi salah tiga dari masalah rasa peduli terhadap pangan.

          Adapun paling memuaskan dalam hal gizi adalah perihal kemiskinan masyarakat. Jangankan ingin memakan makanan yang bergizi, ingin memakan makanan yang biasa saja masih belum bisa terpenuhi atau sejahtera. Karena defisi miskin adalah sebuah ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sendiri.

          Misalnya seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hingga pakaian. Kemiskinan sendiri dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, atau sulitnya mendapat akses pendidikan dan pekerjaan yang layak.

          Makanan merupakan bagian dari identitas masyarakat. Dapat dikatakan pola hidup kita dapat disebabkan dari pola makan, bagaimana seorang makan dengan sesuai kebutuhan atau sekadar mengikuti trend kekinian yang hanya mementingkan keinginan. Hal tersebut yang tidak dapat diamati secara baik. Lantaran citra makanan memunculkan identitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari sikap kesederhanaan, bersyukur, dan menjaga kedekatan kita dengan alam.

          Lalu bagaimana kita mampu mengonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Ada banyak pilihan di negara Indonesia yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Ketika kita pergi ke hutan banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan sayur serta lauk. Tentu tumbuhan-tumbuhan sejenis daun  singkong, glandingan¸ bayam,  kelor dan sejenisnya. Makanan tersebut tergolong sangat lokal yang dengan mudah didapat serta dimasak secara baik di kehidupan sehari-hari.

Peran Pemerintah

          Pidato Presiden Soekarno waktu di IPB (Institut Pertanian Bogor) pada April 1952, yang mengatakan “Indonesia tidak hanya bisa mengandalkan sawah padi.” Secara tersirat, kalau masyarakat Indonesia bisa menggunakan makanan lokal jagung dan jawa wut.

Peran pemerintah dalam hal ini yang perlu dilakukan paling sederhana yaitu sosialisasi. Selain tanggung jawab lain dengan perlu memenuhi serta memberikan solusi terhadap krisis gizi  masyarakat. Karena begitu sedikit masyarakat sadar serta memahami mengenai pentingnya pangan gizi kehidupan sehari-hari.

Hal ini perlu adanya kesadaran kolektif digaungkan secara seksama. Karena dengan kesadaran tersebut akan ada solusi paling ideal yang mampu disesuaikan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungannya yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan gizi.

Stakeholder yang memiliki peran perlu melakukan penanganan serius. Karena kalau tidak tidak mungkin masyarakat memiliki kesadaran kalau lingkungan kita pada dasarnya kaya dengan sayur serta apa yang dapat dikonsumsi dengan baik, bahkan sehat. Walaupun pada intinya pemerintah punya tanggung jawab, sekurang-kurangnya memberikan kesadaran kepada masyarakat serta berjuang secara kreatif diri, yang dibantu dengan sosialisasi. Sehingga rasa sadar serta keyakinan untuk menjadi masyarakat yang sehat tidak hanya menunggu dana atau bantuan dari pemerintah.

          Ketika masyarakat sadar kalau kejadian ini tidak semerta merta mengandalkan pemerintah. Akan tetapi membangun sebuah kesadaran secara kolektif serta bersyukur mampu membangun ekonomi kreatif secara baik. Salah satunya yaitu memanfaatkan alam sekitar untuk kepentingan pribadi dan kepentingan orang banyak.        Sehingga masyarakat kreatif tidak menggantungkan segala hal pada bantuan pemerintah. Hemat saya kesadaran akan ekonomi kreatif tersebut bentuk kesuksesan pemerintah memimpin—yang tidak sekadar memimpin melainkan memberikan arahan serta memberi solusi mengenai apa yang urgensi.

Menurut survei Healthy Diet Basket (HDB) tahun 2021 menyebutkan penduduk tidak menjangkau makanan yang bergizi serta seimbang. Indonesia memiliki nilai rata-rata 68 persen yang belum mampu memenuhi gizi harian mereka. Pemahaman data di atas tentu menjadi salah satu yang memunculkan kesadaran secara pribadi serta secara kolektif mampu mengatasi terjadinya krisis gizi. Karena kebutuhan sendiri untuk sehat.

Wilayah Jawa Timur berada di presentase 20 persen-24 persen dapat digolongkan standar. Wilayah secara statistik relatif rendah. Maka dapat dikatakan dalam hal ini ada faktor-faktor yang terjadi, mulai dari ekonomi masyarakat masih begitu rata-rata, pendidikan, serta kesehatan mudah diakses. Tentu hal ini sebuah usaha dilakukan secara bersama untuk mencapai tersebut—yang tidak baik-baik saja, tentu perlu peningkatan lebih intens.  

Wilayah Paling Rendah Gizi

Provinsi yang paling menyedihkan masyarakatnya yang tak mampu membeli makan, makanan bergizi seimbang terbesar di Indonesia, dengan presentase 78 persen ini, yaitu wilayah NTT. Wilayah yang begitu getir dengan populasi penduduk tidak mampu membeli pangan bergizi seimbang di Indonesia. Data yang diperoleh dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang tertinggi di Indonesia dengan angka 37,8 persen.

Pada masalah tersebut perlu adanya sebuah peninjauan secara ekonomi. Bagaimana masyarakat ekonomi rendah akan menjadi masalah, maka hal ini tidak lain perlu peran pemerintah melakukan penanganan lebih serius. Hal ini sudah dijelaskan oleh koordinator Pangan Koalisi Rakyat Indonesia untuk kedaulatan, Ayip Said Abdullah mengatakan untuk mengatasi keterjangkauan makanan bergizi bisa menggunakan konsep Locality(lokalitas) dan diversity (keragaman) karena setiap wilayah ada sistem pangan yang bisa dikembangkan.

Kecakapan literasi memiliki nilai penting memahami serta menemukan solusi rendahnya gizi disebabkan pangan yang sehari-hari dilakukan sendiri. Bahwa gizi merupakan faktor penting dalam hidup yang perlu diatasi. Sehingga masyarakat akan menyesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-harinya dan mampu menjaganya.

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img