spot_img
Friday, September 20, 2024
spot_img

Dewan Minta SKPD Fokus Tangani Stunting 3 Desa

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Satgas Stunting BKKBN Jawa Timur, Technical Asssitant (TA) Kota Batu mencatat angka prevelensi stunting Kota Batu hasil bulan timbang Februari 2022 sebesar 14,6 persen (grafis). Angka ini meningkat 0,8 persen dibanding hasil bulan timbang Agustus 2021 sebesar 13,8 persen.

Dari catatan prevelensi stunting hasil bulan Februari 2022. Satgas Stunting BKKBN Jawa Timur, TA Kota Batu mencatat ada tiga desa dengan prevelensi stunting cukup tinggi. Yakni Desa Tulungrejo dengan jumlah balita stunting sebanyak 92 balita dari tota 446 balita atau prevelensi stunting 20,6 persen.

Kemudian Desa Giripurno sebanyak 152 balita dari total 725 balita atau prevelensi stunting 21 persen. Serta Sumberbrantas dengan 73 balita mengalami stunting dari total 264 balita atau prevalensi stunting 27,7 persen.

Dengan tingginya angka stunting di tiga desa tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kota Batu, Nurochman angkat bicara. Pihaknya meminta agar Pemerintah Daerah segera melakukan intervensi melalui program-programnya dalam menangani stunting.

“Tingginya kasus stunting di tiga desa di Kota Batu menurut saya harus segera dilakukan intervensi spesifik dari berbagai SKPD. Utamanya Dinas Kesehatan yang memiliki kontribusi 30 persen dalam penanganan stunting,” ujar Nurochman kepada Malang Posco Media, Rabu (6/7).

Ia mencontohkan beberapa program Dinkes yang telah dilakukan dan harus ditingkatkan seperti pemberian tablet tambah darah bagi remaja. Kemudian untuk calon pengantin bisa kelas catin (calon pengantin.red) kerjasama dengan Kemenag dan pembinaan kelas ibu hamil di tiga desa yang dengan prevelensi stunting tinggi.

“Kemudian juga harus dilakukan pendampingan bumil dan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa susu dan iskuit. Begitu juga untuk bayi harus ada kelas ibu menyusui, pengawasan ibu menyusui sampai nifas, serta PMT berupa susu dan biskuit dan pemberian vitamin A pada ibu nifas,” bebernya.

Selain itu, lanjut Cak Nur sapaan akrabnya, intervensi sensitif di sektor sanitasi juga harus dilakukan. Yakni dengan pemeriksaan kualitas air, pemeriksaan kolinesterase dan penggunaan jamban sehat

Serta pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dengan stop BAB sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum, pengelolaan sampah rumahtangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga.

“Kemudian juga harus dilakukan intervensi sensitif yang berkontribusi 70 persen terhadap penanganan stunting. Ini harus diampu oleh lintas SKPD terkait seperti Dinas Pendidikan melalui PAUD holistik integratif, DP3A2KB melalui pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan,” ungkapnya.

Selanjutnya DPUPR dengan menyediakan sarana prasarana air bersih dan sanitasi Dinas Lingkungan hidup dengan peningkatan kualitas lingkungan, Dinas Pertanian dengan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, Dinas sosial melalui intervensi program keluarga harapan dan Bina Marga dengan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.

“Serta Bappeda yang berfungsi sebagai koordinasi antar SKPD. Terpenting lagi adanya dukungan dan peran serta masyarakat,” paparnya.

Cak Nur menambahkan bahwa stunting juga dikarenakan akibat sisi negatif bonus demografi yang terjadi di Kota Batu. Menurutnya dampak negatif dari bonus demografi seperti membludaknya angka pengangguran, kualitas dan kualifikasi SDM yang tidak seimbang dengan banyaknya usia produktif hingga peningkatan jumlah angka lansia yang drastis dan mendominasi masyarakat. (eri)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img