MALANG POSCO MEDIA – Hamburg bagi The Beatles merupakan kota yang memiliki makna tersendiri, di kota inilah band legendaris ini sampai pada puncak kejayaannya. Setelah sebelumnya mereka berdikari di kota Liverpool, mereka selanjutnya melakukan hijrah ke Hamburg Jerman.
Di Hamburg, The Beatles memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk tampil, bahkan mereka dipaksa oleh keadaan di sana untuk tampil di panggung selama 8 jam sehari. Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan di Liverpool, dimana mereka hanya memiliki kesempatan bermain 1 jam sehari.
Hamburg telah menjadi kota yang membuat Beatles memiliki kedisiplinan tinggi. Waktu dan hari-harinya mereka habiskan dengan kedisiplinan tinggi untuk tampil di atas panggung di kota terpadat kedua setelah Berlin ini. Mereka tidak memiliki pilihan aktivitas, kecuali disiplin dalam memenuhi jadwal tampil di atas panggung selama 8 jam sehari, dan karena keadaan ini akhirnya nama band The Beatles menjadi terkenal dan melegenda di sepanjang sejarah musik dunia.
Seorang antropolog bernama Goncalo Santos mempelajari kehidupan tradisional China. Dia mengungkapkan hasil studinya ini dalam sebuah buku berjudul Chinese Village Life Today: Building Families in an Age of Transition. ” Menurutnya rahasia di balik suksesnya orang-orang China saat ini, bahkan kekuatan ekonomi berkembang dengan cepat adalah karena kebiasaan disiplin yang mereka miliki.
Orang-orang tradisional China terbiasa dengan bangun pagi dan bekerja dengan keras. Mereka bangun lebih pagi dan memulai semua aktivitasnya dengan bertani. Bagi mereka setiap orang yang memiliki kebiasan disiplin bangun pagi, bekerja dengan keras dan gigih maka keluarganya akan kaya raya. Mereka meyakini bahwa, di balik kedisiplinan, kegigihan dan kerja keras dalam bekerja pasti akan ada kesuksesan dalam kehidupan.
Di Jepang, budaya disiplin atau Shitsuke sudah diajarkan sejak dini. Sejak kecil masyarakat Jepang diajarkan untuk sadar, peduli dengan lingkungan terutama kepada orang-orang di sekitarnya. Komunitas mempunyai nilai yang tinggi dalam budaya Jepang dibanding individualitas. Oleh karena itu mereka sangat menghargai kedisiplinan dan keharmonisan agar kehidupan bermasayarakat dapat berjalan dengan lancar.
Budaya ini juga yang pada akhirnya menghantarkan Jepang sebagai salah satu negara paling disiplin di dunia. Kedisiplinan bangsanya mampu membawa negaranya tumbuh dengan cepat dan pesat. Bahkan beberapa saat setelah bom nuklir yang dijatuhkan oleh pasukan Sekutu di Kota Hirosima dan Nagasaki.
Di New York Amerika Serikat ada sebuah sekolah bernama Knowlegde Is Power Programe (KIPP). Sekolah ini unik, karena tidak ada tes masuk dan tidak ada syarat administrasi untuk ikut sekolah. Sekolah ini didedikasikan oleh para aktifivis sosial untuk anak-anak dari golongan ekonomi rendah.
Menariknya, para siswa dari sekolah KIPP ini justru peraih juara matematika di New York. Mereka memiliki kemampuan matematika yang sangat menonjol, sehingga sekolah anak-anak berekonomi rendah ini justru menjadi sekolah favorit di sana.
Rahasia di balik suksesnya sekolah ini ternyata berasal dari para siswa yang dibiasakan dengan model belajar “Dicipline Extreme.” Mereka belajar lebih lama dibanding sekolah lain, tugas-tugas yang mereka kerjakan lebih banyak dibandingkan dengan sekolah lain. Bahkan waktu siswa-siswa di sekolah lain libur, di sekolah ini justru para siswanya tetap mengerjakan tugas-tugas sekolah lebih banyak.
Saya termasuk yang meyakini bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, berhasil dan bermanfaat. Sebagaimana para siswa dari kalangan ekonomi rendah di KIPP yang ternyata mampu dibentuk oleh sistem sekolah dan membawa mereka pada puncak prestasi.
Membuat sistem yang “memaksa” semua anggota organisasi dan masyarakat untuk bisa memiliki “dicipline extreme” merupakan langkah kongkrit dalam membangun perusahaan, masyarakat, bangsa dan negara yang memiliki daya saing. Perusahaan, masyarakat, bangsa dan negara yang memiliki budaya disiplin dalam keseharian akan mampu tumbuh secara seksama dan eksponensial, karena mereka telah berhasil membangun “winning culture.”
Membangun winning culture berarti kita telah menanamkan benih kedisiplinan dalam diri dan organisasi. Negara-negara di dunia yang telah terbukti maju dengan pesat adalah mereka yang telah berhasil menanamkan budaya disiplin sejak dini.
Organisasi dan perusahaan yang bisa sampai pada level puncak kesuksesan adalah mereka yang telah dengan disiplin menerapkan winning culture dalam organisasinya. Individu-individu yang berhasil tumbuh menjadi pribadi sukses dan berhasil adalah mereka yang telah melewati sepanjang perjalanan hidup di tengah-tengah kedisiplinan membaja.
Bukan suatu hal yang mustahil bagi bangsa kita, di semua level masyarakat dan pemerintahannya untuk memiliki winning culture berupa dicipline extreme. Seluruh komponen masyarakat memiliki kesadaran tinggi akan lingkungan sekitarnya, pemerintah dan negara memberikan ruang, fasilitas dan dukungan yang memadai agar seluruh masyarakat memiliki kemampuan dan dedikasi untuk berbudaya disiplin.
Sumber kesuksesan, keberhasilan dan kemuliaan bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara bersumber dari kedisiplinan. Dan sebaliknya, sumber dari kegagalan, kemelaratan dan kebodohan itu juga dari kedisiplinan. Oleh karenanya, latih terus diri dan orang-orang di sekitar kita untuk memiliki “winning culture” dengan kedisiplinan yang ekstrem.
“Jangankan orang dalam organisasi, 70 kapal pun bisa dinaikkan melewati gunung dalam waktu semalam, dengan kedisiplinan ekstrem”, kita pasti bisa.(*)