MALANG POSCO MEDIA – Usaha dibangun pasti tujuannya adalah untung. Kalau pun tidak, sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) dibangun untuk memperkuat pelayanan kepada masyarakat. Karena itu usahanya harus berorientasi pada pelayanan dan pembangunan daerah setempat.
Tapi bila BUMD adanya tak lebih hanya lembaga yang menjadi ‘benalu’ anggaran pemerintah, maka idealnya BUMD tersebut memang dihapus. Diganti yang lebih menjanjikan. Tapi bila tetap dipertahankan, maka harus ada komitmen yang kuat dari para pengelolanya untuk bisa profit, meskipun keuntungannya kecil.
Berkaca pada PT Batu Wisata Resource (BWR) milik pemkot Batu yang kini nasibnya mengenaskan. Bukan hanya tak ada aktivitas, namun BWR ini kini masih menanggung persoalan keuangan miliaran yang dipinjamkan ke pihak ketiga. Padahal BWR ini sejak berdiri 2011 lalu sudah mendapatkan dana kepenyertaan modal senilai Rp 11 miliar.
Maka tak heran kalau kemudian ada desakan untuk menghapus saja keberadaan BUMD yang nyaris mati tersebut. Itu karena ada lembaganya tapi tak ada aktivitasnya. Ada lembaganya tapi tak ada modalnya. Ironisnya kabar keuangan BUMD ini hanya menyisakan Rp 107 juta.
Kembali kepada tujuan dibentuknya BUMD. Bila pengelolanya serius dan sungguh-sungguh, maka tak ada alasan apapun tidak bisa menghidupkan BWR. Sekali amanah diterima pasti dengan segala konsekuensinya. Kalau kondisinya runyam dan modal pun sangat kurang, maka seorang pimpinan yang diamanahi harus gass poll.
Era sekarang era kolaborasi. Maka BUMD bisa berfokus pada kreativitas usaha-usaha yang sudah menjadi programnya. Bila pangsa pasarnya sudah bergeser, maka fokus usaha pun bisa diusulkan untuk diperluas. Tentu semua dengan persetujuan pemegang modal BUMD dan DPRD setempat.
Apalagi bila programnya sangat serius dan menjanjikan, maka pemerintah setempat pun bisa mengalokasikan kepenyertaan modal untuk menyehatkan BUMD. Namun sekali lagi, jangan sedikit sedikit kepenyertaan modal. Sebab memberikan modal pada BUMD yang tidak bisa mengelola keuangan dengan baik, sama dengan menyodorkan ‘uang gratis.’
Uangnya yang pasti habis, tapi programnya tidak jelas. Uangnya habis, BUMD tetap tak bergerak maju. Yang muncul justru masalah. Yang sehat adalah memaksa pengeloa BUMD untuk mencari modal mandiri dengan program-program usaha yang menjanjikan. Itu bisa diketahui saat fit and proper test calon direksi BUMD.
Bila itu bisa dilakukan maka BUMD tak akan menjadi beban pemerintah daerah. Bahkan sebaliknya, BUMD bisa memberikan keuntungan dan itu nilai plus bagi walikota/ bupatinya. Tapi bila BUMD hanya menjadi ‘benalu’ dan menjadi beban, maka lebih baik keuangan difokuskan kepada hal-hal pelayanan publik.
Sebuah daerah memang ideal memiliki BUMD. Namun ketika ada BUMD jangan sampai jadi benalu. Bisanya menunggu kepenyertaan modal usaha tanpa usaha apa-apa. Sudah dikasih modal tapi tak bisa mengelola. Uang memang dibutuhkan dalam usaha. Tapi uang juga bisa membuat pengelola lupa.(*)