MALANG POSCO MEDIA – Yang diinginkan masyarakat sederhana: pelayanan mudah, cepat dan lancar. Dan yang paling penting gratis alias tidak bayar. Tapi faktanya birokrasi, dengan alasan dan segala aturannya, seringkali membuat masyarakat mengeluh, komplain dan merasa dipermainkan oleh birokrasi. Sudah prosesnya lama, tidak beres pula dan hasilnya sering mengecewakan. Masih ada embel-embel biaya administrasi.
Proses pemilihan Penjabat Wali Kota pun terbilang panjang dan bertele-tele. Tapi pada akhirnya penjabat yang dipilih tidak sesuai dengan yang diajukan oleh daerah. Belum tentu dikehendaki masyarakat pula. Jangankan dikehendaki, dikenal saja kadang tidak oleh masyarakat.
Kenapa terbilang bertele-tele, karena dari prosesnya saja, harus melibatkan tiga tingkatan. Pertama, usulan DPRD Kabupaten/ Kota. Kedua, usulan Pemprov atau Gubernur. Ketiga usulan Kemendagri. Tiga instansi ini memiliki hak mencalonkan tiga orang yang layak dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Nah proses mengusulkan tiga nama di daerah pun harus panjang. Harus rapat fraksi, siding paripurna, konsultasi dan lain-lain. Harus ada lobi-lobi. Hingga mengerucut tiga nama calon. Tiga nama yang akhirnya disepakati, tentu sudah melalui proses yang selektif, dengan berbagai pertimbangan. Salah satu pertimbangannya pasti ada kepentingan politis.
Nah, setelah DPRD mengusulkan nama, ketiga calon ini pun akan disandingkan dengan tiga calon dari Gubernur dan tiga calon lagi dari Kemendagri untuk diseleksi kembali di pusat. Proses yang panjang ini yang menjengkelkan masyarakat. Sebab faktanya, setelah DPRD mengusulkan nama, Gubernur juga mengusulkan nama, eh yang dipilih ternyata pilihan Kemendagri.
Atau sebaliknya, DPRD sudah ngotot tiga nama, Kemendagri juga sudah mengajukan nama, eh pilihan Gubernur yang lolos menjadi penjabat Wali Kota. Nah siapa Pj Wali Kota Malang yang dipilih nantinya juga masih misteri. Proses ini yang menimbulkan spekulasi dan kecurigaan. Bahkan tak jarang tudingan miring mengarah pada proses penentuan seleksi Penjabat wali kota.
Benarkah bersih dari suap? Benarkah bersih dari titipan-titipan pejabat walikota/ bupati sebelumnya? Benarkah semua prosesnya prosedural seperti di aturan? Atau jangan-jangan semua proses yang dilakukan hanya formalitas saja untuk menggugurkan aturan. Karena aslinya, calon yang bakal menduduki Penjabat Wali Kota sudah disiapkan jauh hari, tapi tidak dimunculkan ke publik.
Bila ini terjadi, maka ini demokrasi yang cacat. Kalau penjabat Wali Kota nantinya akan melanjutkan kepemimpinan di Kota Malang, kenapa tidak cukup tiga calon yang diusulkan DPRD Kota Malang saja yang dipilih oleh pusat. Calon daerah layak jadi pilihan karena tahu yang harus dilakukan untuk kotanya.(*)