MALANG POSCO MEDIA – Miris! Seperti ungkapan: Mati di lumbung sendiri. Kota Malang adalah kota pendidikan. Namun faktanya ada kampus yang setahun tak ada aktivitas perkuliahan. Puncaknya mahasiswanya protes dengan menampilkan baner yang dipasang di depan pintu gerbang.
Fakta ini bukan hanya mencoreng nama baik Kota Malang sebagai kota pendidikan, tapi juga mencoreng nama baik pejabat setempat. Karena masyarakat umum kadang tidak pandang bulu, siapa pemilik dan pengelola kampus Poltekom sekarang. Yang mereka tahu, ada kenyataan mahasiswa protes karena kampus hampir setahun sudah tak ada aktivitas perkulihan.
Lebih miris lagi, kondisi ini diketahui saat Pj Wali Kota Malang melintasi kawasan itu secara langsung dan membaca baner protes yang ditempel mahasiswa di depan gedung Poltekom. Meski bukan secara langsung menjadi tanggungjawab Pj Wali Kota Malang, namun fakta di lapangan membuat persoalan ini juga menjadi tantangan Wahyu Hidayat.
Sebagai Pj Wali Kota, Wahyu juga diharapkan bisa membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat. Terlepas Poltekom sudah berpindah ke pihak Yayasan. Namun keberadaan Poltekom masih berada di wilayah Kota Malang. Apalagi dulunya Poltekom adalah milik Pemkot Malang.
Karena itu bila terjadi gejolak dalam sebuah kampus, Pj Wali Kota juga berhak mengetahui apa sebenarnya persoalan yang terjadi sehingga kampus itu dikatakan ‘mati’ oleh mahasiswanya sendiri. Tentu dengan kewenangan sebagai Pj Wali Kota yang mengayomi warganya. Bukan dalam rangka mencampuri konflik di lembaga tersebut.
Yang menarik, apakah protes yang dilakukan mahasiswa itu sengaja dilakukan saat ada rombongan Pj Wali Kota Malang melintas atau benar-benar terjadi secara kebetulan. Yang pasti, kenyataan itu tentu membuat Wahyu sedih. Sebab di Kota Pendidikan ini ternyata ada kampus yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Bukan hanya tak ada aktivitas perkuliahan, kondisinya juga seperti tak terawat. Kosong dan suram. Dan itu sudah berlangsung lama. Tentu kondisi ini tak seharusnya terjadi. Apapun persoalannya, konfliknya, dan kesulitannya, tentu pihak pengelola harus bertanggungjawab atas pendidikan yang sudah diselenggarakan. Apalagi masih ada mahasiswa yang harus menuntaskan perkuliahan dengan segala cara.
Dewan yang membidangi pendidikan juga harus turun ke bawah untuk tahu kondisi sebenarnya. Setidaknya menyerap aspirasi dan menggali informasi apa sebenarnya yang terjadi. Dari situ bisa diambil langka langka memanggil pemilik Yayasan yang mengelola Poltekom atau tindakan persuasive yang lainnya.
Setidaknya ada kepedulian atas apa yang terjadi di Poltekom. Karena kalau sudah muncul protes dan diberitakan oleh media, maka ini akan menampilkan citra buruk Kota Malang. Karena itu, sebelum kondisi lebih parah dan runyam, DPRD Kota Malang bersama Pj Wali Kota Malang bersinergi untuk membantu menjembatani persoalan yang terjadi di Poltekom.
Apapun konfliknya, pendidikan mahasiswa harus diselamatkan. Karena mereka generasi bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak.(*)