MALANG POSCO MEDIA – Kampung tematik butuh sentuhan! Judul headline ini bikin gemas. Betapa tidak, kampung tematik yang diinisiasi kampus dan perusahaan swasta kemudian menjadi ikon Kota Malang, tapi nasibnya justru kurang perhatian. Tapi giliran dapat penghargaan, ramai-ramai mengklaim bahwa itu karyanya sehingga yang paling berhak mendapatkan penghargaan adalah pemkot.
Namun giliran kondisinya merana, butuh perbaikan dan sentuhan warna baru, dikembalikan lagi alasannya bahwa itu bukan murni milik pemkot. Itu CSR yang belum diserahkan ke Pemkot Malang dan menjadi tanggungjawab pengusaha dan kampus yang punya gagasan serta wilayah setempat.
Terlepas siapa yang berhak mengklaim ini aset siapa, yang pasti kampong tematik di Kota Malang sudah menjadi ikon. Kampung Warna Warni Jodipan (KWWJ), Kampung Tridi, Kampung Biru dan Kampung Putih. Semua sudah menjadi ikon wisata di Kota Malang yang punya potensi untuk dikunjungi. Baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Yang perlu dilakukan saat ini adalah kolaborasi bersama. Karena sudah menjadi ikon, maka Pemkot Malang juga punya kewajiban memelihara dan merawat ikon-ikon tersebut agar tidak pudar warna dan menurun jumlah kunjungan wisatawannya. Tentu sinergi antara Pokdarwis setempat dengan Pemkot Malang harus berjalan dengan baik dan lancar.
Sinergi ini tentu bukan hanya soal bagaimana menjaga kualitas estetik kampong-kampung tematik itu secara visual dan indah dipandang wisatawan dan masyarakat. Tapi juga terus menerus dan konsisten membuat event-event wisata yang menjadi agenda kunjungan. Event-event ini penting digelar secara kontinyu sebagai nilai plus wisata kampong-kampung tematik.
Sehingga dinas terkait, Disporapar, Dinas Pendidikan dan DPUPRPKP juga harus terlibat untuk memelihara dan mengucurkan anggaran untuk ikon-ikon ini. Sekaligus mengkalobarasikan agenda-agenda kegiatan yang dapat mendongkrak kunjungan wisatawan.
Bila tidak, maka tentu akan sangat berat bagi Pokdarwis untuk bertahan dan hidup dari menggantungkan kunjungan wisatawan. Kalau itu yang terjadi, maka pelan tapi pasti ikon-ikon ini juga akan makin pudar. Tak hanya warna catnya saja, tapi juga jumlah kunjungan wisatawannya. Dan yang paling ngeri, semangat Pokdarwisnya untuk tetap setia mengelola ikon yang sudah susah payah digagas dan diwujudkan.
Sekali lagi, karena ini sudah ikon wisata di Kota Malang, maka Pemkot Malang lah yang harus bergerak. Entah dengan konsep CSR kembali atau menggerakkan pengusaha untuk kembali menggairkan kampung tematik. Jangan sampai kampung-kampung ini kembali ke sedia kala, saat sebelum menjadi ikon wisata.
Merawat dan mempertahankan ikon wisata memang tak mudah. Tapi tak ada yang sulit selamat semua stakeholder punya visi dan misi yang sama, mempertahankan dan memajukan ikon-ikon wisata yang sudah ada. Yang lama jangan ditinggal, meski yang baru lebih memesona.(*)