MALANG POSCO MEDIA – Etilen Glikol dan Dietilen Glikol. Dua senyawa berbahaya melebihi ambang batas yang terkandung dalam obat sirop ini diduga menjadi penyebab banyaknya kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak-anak di Indonesia, termasuk di Malang. Di Kota Malang ditemukan dua kasus. Satu sembuh, satu korban meninggal dunia
Dilansir dari Britannica yang dikutip Kompas.com (24/10/2022) etilen glikol adalah anggota dari keluarga glikol (alkohol) yang berasal dari senyawa etilen. Zat kimia dengan rumus C2H6O2 ini bentuknya berupa cairan bening, rasanya manis, kental ketika dididihkan pada suhu 198 derajat Celsius. Sifat zat kimia ini tidak berbau dan bisa larut dalam air, sehingga kerap dimanfaatkan dalam produk komersial dan industri.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof apt Muchtaridi, seperti dikutip Republika.co.id (24/10/2022) menjelaskan, dietilen glikol dan etilen glikol merupakan senyawa pelarut organik dengan rasa manis yang kerap disalahgunakan untuk pelarut obat. Kelarutan dan rasa manisnya tersebut kerap disalahgunakan untuk mengganti propilen glikol atau polietiken glikol.
Ketika masuk ke tubuh, senyawa ini mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid kemudian kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan kemudian membentuk lagi menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu membentuk batu ginjal. Asam oksalat jika sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam.
“Asam oksalat kelarutannya kecil, kalau ketemu kalsium akan terbetuk garam yang sukar larut air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal,” terangnya.
Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene memiliki ukuran ginjal lebih kecil, dampak yang ditimbulkan akan parah. Tidak hanya memapar di ginjal, efeknya juga bisa lari ke jantung dan juga bisa memicu kematian yang cepat.
Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak mengalami kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak-anak. Dalam rilis resmi Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tercatat kasus gagal ginjal akut terjadi di tiga negara, yakni Indonesia, Gambia, dan Nigeria.
Karena efek sampingnya yang berbahaya, dietilen glikol dan etilen glikol sebenarnya sudah dilarang ketat penggunaannya dalam obat oleh Food and Drugs Administration (FDA) sejak 1938. Namun, pada 1998, India mencatat ada kasus sedikitnya 150 anak meninggal dengan penyakit yang sama dalam lima tahun terakhir.
Setelah diinvestigasi, 26 kasus dinyatakan positif karena dietilen glikol yang terkandung dalam obat flu. Muchtaridi mengungkap, oknum produsen farmasi “nakal” masih menggunakan dua senyawa ini karena mudah diproduksi dan murah dibandingkan pelarut-pelarut lainnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), seperti dilansir Kompas.com (24/10/2022) kasus gangguan ginjal akut pada anak tahun 2022 ini paling banyak terjadi di Indonesia dengan total 118 kematian. Jumlah itu melampaui kasus kematian di Gambia yang berjumlah 50 kematian dan Nigeria yang berjumlah 28 kematian.
Sementara dilansir CNNIndonesia.com (24/10/2022), Berdasarkan data Kemenkes per Minggu 23 Oktober 2022, 186 dari total 245 pasien gagal ginjal akut merupakan balita.
35 kasus kelompok usia 6-10 tahun dan 24 pasien berusia 11-18 tahun. Sejauh ini belum ada golongan usia dewasa yang dilaporkan mengidap penyakit misterius ini. Tingkat kematian kasus ini mencapai 57,6 persen.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengusut kasus gagal ginjal akut pada anak ini. Bareskrim Polri sudah membuat tim untuk mengusut kasus tersebut. BPOM juga bakal menindak produsen yang diduga menggunakan dua senyawa melebihi ambang batas.
Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggungjawab ketika ratusan anak sudah menjadi korban? Bagaimana produk farmasi berjenis sirop yang terdapat kandungan dua senyawa berbahaya melebihi ambang batas ini bisa beredar luas di pasaran? Padahal dalam pengetahuan masyarakat, mereka membeli sirop di pasaran yang sudah pasti dinyatakan aman.
Harus ada advokasi bagi para korban gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) ini. Polri juga harus bergerak cepat melakukan pengusutan kasus ini. Bila ditemukan ada pelanggaran, kelalaian apalagi unsur kesengajaan, maka harus ada tersangka yang diumumkan ke publik.
Begitu juga dengan BPOM. Bila menemukan produk produk yang secara sengaja melanggar ketentuan standart produk kesehatan, maka harus diumumkan perusahaan tersebut. Perlu dibuat daftar blacklist perusahaan yang mengakibatkan ratusan nyawa anak-anak tak berdosa melayang.
BPOM juga harus merilis obat-obat sirop yang masih aman digunakan sehingga masyarakat masih tetap bisa mengonsumsi secara aman. Sebab akibat kasus ini, masyarakat sontak trauma minum obat sirop jenis apapun. Termasuk takut minum paracetamol yang menjadi andalan saat si anak sakit. Trauma ini harus segera di akhiri dengan informasi akurat agar masyarakat kembali tenang.
Anak adalah makhluk istimewa bagi ibu, ayah dan keluarganya. Anak adalah perhiasan dan harta paling berharga bagi keluarga. Seperti emas, anak bernilai sangat mahal bagi ayah dan ibunya. Karena itu, ketika sang anak sakit, maka sang ibu pasti hati hati. Tak bakal sembarangan memberi obat. Seperti pesan iklan sebuah produk yang sangat populer di teliga masyarakat. “Buat Anak Kok Coba-coba.”(*)