Malang Posco Media – Tingkah laku negatif remaja yang semakin umum terjadi saat ini, seperti terlibat dalam perkelahian, kekerasan, seks bebas, pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan meningkatnya jumlah perokok anak, juga dapat dianggap sebagai salah satu akibat dari kurangnya kehadiran sosok ayah.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa kurangnya panduan dari orang tua, terutama ayah dalam keluarga mengakibatkan kurangnya kemampuan anak untuk mengatasi masalah secara rasional. Mengapa peran ayah begitu penting? Ayah memainkan peran sentral dalam menjaga kesejahteraan emosional anak-anaknya.
Seorang anak akan mengalami akibat dari kehilangan sosok ayah dalam hidupnya hingga mencapai usia dewasa. Banyak dari mereka baru merasakannya ketika mereka sudah membentuk keluarga sendiri. Jika seorang remaja kehilangan figur ayahnya, proses pertumbuhannya menuju dewasa akan menjadi perhatian serius.
Anak yang kehilangan peran ayah dalam kehidupannya seringkali mengalami kurangnya rasa percaya diri dan bahkan cenderung untuk menjauh dari interaksi sosial. Menurut penelitian Hoggerth (2006), anak-anak yang tidak memiliki kehadiran seorang ayah memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami kesulitan dalam hal perilaku.
Belakangan ini, Indonesia tengah ramai membicarakan mengenai fenomena Fatherless yang sedang terjadi. Dalam artikel yang dipublish narasi.tv (4/5/2023) menyebutkan, Indonesia disebut menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara fatherless, yang mengindikasikan bahwa banyak anak di Indonesia yang mengalami kehilangan sosok ayah dalam kehidupan mereka. Status ‘Negara Tanpa Ayah’ ini tidak hanya anak yatim, juga anak-anak yang meskipun memiliki sosok ayah tetapi mengalami kehilangan figur ayah dalam kehidupan mereka.
Isu ini mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran terhadap diri sendiri, terutama dalam konteks keluarga dan lingkungan sekitar. Apakah peran ayah di rumah telah mencapai tingkat optimal dalam memberikan pengasuhan kepada anak-anak. Ketika kita membicarakan peran ayah, ini tidak hanya merujuk pada ayah kandung, tetapi juga melibatkan peran laki-laki lain dalam keluarga seperti kakek atau paman.
Kehilangan peran ayah secara maksimal saat proses tumbuh kembang anak yang dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya tentu sangat berbahaya. Karena, berdampak buruk bagi perkembangan masa depan seorang anak. Seorang ayah yang dijadikan panutan, role model bagi anaknya. Lalu dimana peran seorang Ibu? Peran seorang ibu juga penting dalam tumbuh kembang seorang anak.
Tetapi, ayah juga seharusnya ikut berperan dalam pengasuhan anak di antaranya mengajarkan bagaimana bertanggungjawab, sopan santun, bagaimana seorang anak harus disiplin, menjadi teman untuk anaknya, terlebih dalam permainan yang melibatkan fisik.
Namun, penting untuk diingat bahwa pengaruh faktor fatherless tidak selalu berlaku secara seragam untuk setiap individu atau keluarga. Ada banyak faktor lain yang dapat memengaruhi bagaimana seseorang berkembang, termasuk dukungan dari ibu, keluarga yang lebih luas, teman-teman, dan lingkungan sekolah. Banyak anak yang tumbuh tanpa ayah tetap dapat mengatasi tantangan ini dan menjadi individu yang kuat dan berdaya dalam hidupnya.
Degradasi Moral Anak
Penurunan nilai-nilai moral pada anak-anak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah menyaksikan perubahan yang signifikan dalam budaya dan lingkungan sosialnya. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah degradasi moral yang terjadi pada anak-anak. Fenomena ini menjadi sumber kekhawatiran bagi banyak pihak, karena dampaknya tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga berpotensi merusak pondasi sosial dan budaya yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Peran yang sangat vital bagi sebuah negara diemban oleh generasi muda, karena masa depan bangsa terletak di tangan mereka. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa banyak remaja atau generasi muda yang menunjukkan perilaku tanpa moral dan jauh dari aspirasi para tokoh pendiri bangsa ini.
Karena, generasi muda saat ini dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan, termasuk krisis perubahan iklim, persoalan ekonomi, dan dinamika politik. Meskipun masalah-masalah ini telah muncul, upaya untuk menemukan solusinya masih belum memadai. Karena itu, penting untuk memberikan perhatian utama pada kesejahteraan mental mereka.
Terdapat faktor-faktor yang menjadi latar belakang maraknya penurunan moral pada generasi muda pada zaman ini. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidakstabilan keluarga atau ketidakharmonisan keluarga. Termasuk pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak. Keterlibatan keluarga yang aktif dan peran orang tua dalam mengarahkan pembentukan nilai-nilai moral pada anak-anak. Adanya dialog terbuka mengenai etika dan perilaku yang positif sebaiknya dilakukan secara berkala.
Meskipun demikian, kenyataannya banyak orang tua yang memiliki pemahaman yang kurang mengenai peran mereka masing-masing. Mereka cenderung beranggapan bahwa pendidikan bagi anak-anak cukup diserahkan kepada lingkungan sekolah, dan perhatian utama yang diberikan kepada anak-anak hanya terkait nilai-nilai akademis.
Tak disadari, cara ini secara tidak langsung mengajarkan bahwa hasil akhir lebih penting daripada prosesnya. Oleh karena itu, pentingnya membangun jalur komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Sekolah juga dituntut untuk memiliki pemahaman mendalam terhadap para siswa dan mampu menguasai metode pengajaran yang sesuai untuk mereka. Oleh karena itu, peran guru di lingkungan pendidikan tidak hanya terbatas pada proses mengajar, melainkan juga mencakup tanggung jawab membimbing peserta didik dalam membentuk karakter yang positif.
Ada beberapa hal sederhana yang harus sering dilakukan dalam keluarga untuk mengurangi adanya fatherless. Yaitu menjalin komunikasi ayah dan anak secara intensif, saling mendengarkan, interaksi yang menyenangkan, pemberian rasa aman kepada anak, dan saling mendukung satu sama lain.
Karena kesempatan mendidik anak sebelum menjadi dewasa adalah kesempatan emas bagi orang tua. Saling kerjasama dalam mendidik anak sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak menuju fase remaja hingga dewasa.
Termasuk juga sinkronisasi antara pola asuh dan pendidikan. Sekolah harus memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum, mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai etika, empati, dan tanggung jawab sosial. Semoga dengan upaya tersebut akan menjadikan generasi muda kita siap untuk menyongsong Indonesia emas 2045.(*)