MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Advokasi terhadap Tragedi Kanjuruhan membutuhkan solidaritas kuat. Dari keluarga korban, warga Malang dan semua pegiat hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut yang menjadi sorotan dalam Festival Keadilan yang digelar, Sabtu (29/7) di Pan Java Garden Cafe, Dau. Sebuah diskusi publik dan rangkaian kegiatan kolektif aktivis serta warga pegiat HAM dari berbagai elemen.
Mengundang beberapa aktivis sebagai pemantik seperti Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, pendiri Social Movement Institute Eko Prasetyo, Peneliti ISEAS Singapura Made Supriatna, serta melibatkan komite Kamisan Malang dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan untuk berbagi cerita.
Fatia Maulidiyanti, mantan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan, konsistensi dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dan siapapun pihak yang peduli untuk pembelaan pengusutan tuntas sangat diharapkan bisa terjaga. Sebab, selama ini belum ada jaminan rasa aman untuk menyampaikan ekspresi dan aspirasi. Hak tersebut harus didukung dengan saling menguatkan antar sesama.
“Kami melihat gerakan perempuan yang terus berdiri, korban Kanjuruhan yang mereka butuh dibersamai dengan semangat yang masih terjaga. Kita harus belajar dari mereka, bagaimana kita konsisten mengadvokasi dari waktu ke waktu,” ujar Fatia.
Baginya, pergerakan masyarakat sipil untuk terus memperjuangkan keadilan korban tragedi Kanjuruhan harus terus disuarakan.
“Ini jadi momentum, kita tidak ikut kontribusi dalam pembungkaman yang ada saat ini. Namun harus ikut solidaritas keluarga korban untuk memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia,” tambahnya.
Direktur Lokataru dan Kepala Sekolah LO Social Movement Institute Haris Azhar menyampaikan, keadilan saat ini belum hadir dari negara, dan harus direbut oleh orang yang mencari keadilan. Berupaya merajut jejaring untuk saling membersamai korban adalah keharusan.
“Bahwa kami berusaha merajut lagi, sebagai usaha yang sudah pernah ada dan kita kembali mengupayakan. Mudah-mudahan jadi awal agar terus berlanjut solidaritasnya untuk bergerak bersama. Suara keluarga korban cukup dengan teman-teman yang mendukung perjuangan mereka,” tutur Haris.
Dimana, lanjut Haris, keluarga korban tidak bisa berjuang sendirian. Perlu dukungan untuk berbagai gerakan yang dilakukan. Dia juga mendorong keluarga korban Kanjuruhan mrnjalin komunikasi dengan korban HAM lain, seperti halnya warga Wadas di Jawa Tengah, warga Pakel di Banyuwangi, untuk berbagai cerita.
“Lalu bagi kita semua pertanyaan pentingnya, apa yang akan kita lakukan kedepan, harus direnungkan,” katanya. (tyo/jon)