Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si
MALANG POSCO MEDIA – Dalam setiap langkah hidup, baik itu dalam beribadah maupun aktivitas sehari-hari, menanamkan sifat ikhlas dalam setiap tindakan adalah sebuah keniscayaan. Janganlah memperlihatkan amal kebaikan hanya untuk mencari pujian dari sesama manusia. Sebaliknya, jadikanlah Allah SWT sebagai tujuan utama dalam setiap perbuatan.
Dengan menghidupkan sifat ikhlas dalam diri, manusia akan merasakan ketenangan dan kepuasan batin yang luar biasa. Hidup manusia akan menjadi lebih bermakna, dan segala hal yang dilakukan akan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Mari kita bersama-sama berupaya untuk menjadikan hati kita tulus dan ikhlas karena Allah SWT semata. Jadilah hamba-Nya yang penuh cinta dan mendapatkan berkah-Nya.
Berjihad di Jalan Allah
Bekerja dalam Islam bukan hanya untuk memuliakan diri namun juga manifestasi amal saleh. Artinya, bekerja berlandaskan pada prinsip-prinsip iman yang menunjukkan fitrah seorang muslim. Bekerja juga bisa meninggikan martabat seorang muslim di hadapan Allah SWT.
Salah satu perintah Allah SWT kepada umat-Nya untuk bekerja yang tertuang dalam QS. 9:105 yang artinya “Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Rasulullah Muhammad SAW telah mencontohkan etos kerja dalam Islam untuk umatnya. Rasulullah SAW menjadikan kerja bukan untuk menumpuk kekayaan, namun sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan demi meraih ridha Allah SWT. Pekerjaan yang dilakukan pun kelak akan diminta pertanggung jawaban di akhirat, apakah ada hal yang buruk turut dilakukan demi mendapatkan uang. Seperti mencuri, korupsi, menipu atau melakukan pekerjaan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Seseorang yang makan dari hasil keringatnya sendiri, lebih utama dibanding dengan orang yang makan dari pemberian orang lain, apalagi jika ia masih kuat bekerja, sehat, dan memiliki akal. Karena itu meminta-meminta alias mengemis adalah pekerjaan yang hina di mata Islam. Hadits berikut ini menjadi dalilnya: “Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kerja memiliki nilai yang sangat tinggi. Dalam beberapa hadits, Rasulullah mengatakan sebaik-baiknya orang adalah yang makan hasil kerja dengan tangannya sendiri. Bahkan, terdapat sebuah hadits qudsi yang menerangkan bahwa ada dosa yang hanya bisa dihapus dengan cara mencarikan nafkah untuk keluarga dan orang yang ditanggungnya. Rasulullah SAW bersabda; “Barang siapa bekerja untuk anak dan istrinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari).
Bekerja dan beramal shalih adalah salah satu jalan mendapatkan rahmat dari Allah SWT yang bisa mengantarkan kepada surga. Dijelaskan dalam QS. 45: 30 yang artinya “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Tuhan akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah kemenangan yang nyata.”
Bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian, firman Allah SWT dalam QS. 51:56 yang artinya “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang pekerjaan merupakan bagian amanah dari Allah SWT. Sehingga dalam Islam, semangat kerja tidak hanya untuk meraih harta tetapi juga meraih ridha Allah SWT.
Hal yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah SWT. Sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan dalam kehidupannya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim untuk bekerja.
Prinsip Bekerja dalam Islam
Seseorang yang bekerja layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar “hidup”, ia memerlukan spirit, itulah sebabnya Al-Qur’an diturunkan sebagai spirit hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya) yang tak kunjung padam. Ada beberapa prinsip bekerja dalam Islam yang perlu dimiliki dan dibudayakan oleh pengikutnya. Pertama, ikhlas dan jujur. Ikhlas adalah bersih tanpa pamrih kecuali semata-mata mencari ridha Allah subhanahu wata’ala. Sementara jujur, adalah “Lurus hati, tidak curang. Kejujuran: kelurusan hati, ketulusan hati.”
Setiap pekerjaan yang dilaksanakan dengan ikhlas akan bernilai ibadah. Maka agar pekerjaan bernilai ibadah, yang pertama dan paling utama adalah niat karena Allah SWT. Bekerja ikhlas ialah kerja karena Allah SWT bukan karena riya, karena manusia, atau karena sebab-sebab yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dari sahabat Abu Hurairah ra., yang artinya “Barangsiapa mencari dunia yang halal untuk menjauhkan diri dari minta-minta, dan usaha keluarganya, dan untuk bisa berbuat baik kepada tetangganya, akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat sedang mukanya bagaikan bulan purnama. Dan barangsiapa mencari dunia yang halal untuk memperbanyak (menumpuk) sombong dan riya, maka akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat, sedang Allah murka padanya” (Tanbiihul Ghoofiliin, hal. 162).
Kedua, menghargai waktu. Waktu adalah suatu misteri kehidupan yang sepenuhnya menjadi rahasia Ilahi. Waktu yang telah dilalui tidak mungkin lagi dapat diulang walau hanya sedetik. Oleh karena itu alangkah mubadzirnya apabila waktu disia-siakan, berlalu tanpa arti. Sedemikian pentingnya waktu, sampai Nabi Muhammad SAW mengingatkan, yang artinya “Jangan sia-siakan waktu sebab waktu adalah milik Allah.”
Dalam semangat kapitalisme orang barat bersemboyan bahwa “time is money”, sementara pepatah Arab mengatakan bahwa “al waqtu kassaif” (waktu ibarat pedang), yang akan menebas siapa saja yang tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. Waktu adalah aset Ilahiyah yang sangat berharga, ladang subur yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diperoleh dan dipetik hasilnya pada waktu yang lain.”
Ketiga, memiliki jiwa kepemimpinan. Memimpin berarti mengambil peran secara aktif memengaruhi orang lain agar bersikap dan berbuat sesuai dengan keinginan yang memimpin. “Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran (role), sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya.”
Kepemimpinan tidak hanya wajib dipunyai oleh mereka yang memiliki jabatan tertentu, namun juga wajib dimiliki oleh setiap orang. Agama mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Keempat, kreatif dan inovatif. Tantangan abad XXI demikian besar. Dalam era globalisasi dan informasi ini persaingan bebas tidak bisa dihindari, sehingga tidak ada jawaban lain kecuali selalu berupaya melakukan pengembangan diri dan menimba ilmu pengetahuan. Selalu kreatif dan inovatif. Prinsip “long life education” betul-betul harus dilaksanakan sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat.”
Allah SWT mendorong manusia untuk berpikir agar dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan inovatif termasuk dalam pelayanan. Bahkan amat banyak dalam teks-teks sumber wahyu yang mendorong untuk berpikir secara kreatif dan inovatif. Allah SWT dalam QS. 2: 44 menjelaskan yang artinya “Mengapa kamu menyuruh orang lain untuk (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab suci (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?”.
Tentu masih banyak etos kerja Islami lainnya. Namun dengan empat macam prinsip bekerja tersebut di atas, apabila dihayati serta diamalkan dengan sebaik-baiknya, niscaya akan sangat besar peranannya dalam meningkatkan kinerja seorang pekerja Muslim dalam upaya meraih sukses.(*)