.
Sunday, December 15, 2024

Catur Wicaksono, Inisiator Gerakan Sosial Masyarakat

Inovasi Baling Nol Tiga Bentuk Ketahanan Pangan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Gerakan sosial kunci  berbagai hal. Mulai dari terciptanya ketahanan pangan, perekonomian hingga kebudayaan. Semua itu bisa ditemukan di Baling Nol Tiga, Jalan Lahor Desa Pesanggrahan RT 3 RW 12 Kecamatan Batu  Kota Batu.

=========

MALANG POSCO MEDIA-Berjalan di sepanjang RT 03 RW 12 Dusun Macari Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu  Kota Batu pasti melihat pemandangan berbeda dari kampung lain. Jika kampung lain hanya dihiasi tanaman hias, di sepanjang jalan tersebut akan menemui Baling Nol Tiga.

Inisiatornya  ST Catur Wicaksono.  Warga Jalan Lahor ini berhasil mengajak dan memberi contoh  memanfaatkan ruang sempit di fasilitas umum untuk bercocok tanam  hingga mengelola sampah menjadi komposter.

Inovasi  Catur secara tidak langsung berdampak pada kebersihan, keasrian, ketahanan pangan mandiri hingga perekonomian.

Ia menceritakan Baling Nol Tiga merupakan gerakan bersama warga. Gerakan sosial ini dimulai sejak Oktober tahun 2019. Kepanjangan Baling adalah Bangun Lingkungan. Sedang   Nol Tiga adalah nol limbah, nol sampah, dan nol kimia

“Tujuan dari gerakan ketahan pangan adalah mengelola sampah. Serta mampu menghasilkan sesuatu yang sehat dan bernilai. Dalam hal ini perputaran ekonomi,” cerita Catur kepada Malang Posco Media. 

Ia  menerangkan  gerakan sosial tersebut dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang melanda sejak tahun 2020-2021. Karena produk yang dihasilkan dapat terserap dan dirasakan hasilnya oleh masyarakat sekitar.

Melalui Baling Nol Tiga yang mampu bertahan saat ini telah banyak hasil yang didapat. Mulai dari panen sayuran organik, pembibitan, pupuk kompos, hingga pembesaran lele.

Alumnus S1 Jurusan Teknik Mesin ITS ini menuturkan  sayuran organik telah memiliki bibit sekitar ratusan polibag. Pembibitan ia lakukan secara berkala. Sehingga bisa panen dalam setiap pekannya.

Beberapa jenis sayuran yang dibudidaya seperti kailan, sawi daging, sawi bungkuk, sawi manis, andewi, kangkung, tomat, terong, kubis, hingga pagoda. Sekali lagi tidak perlu lahan luas untuk menanam. Karena untuk ketahanan pangan tak perlu terlalu kuantitas, tapi cukup kualitas dan berkelanjutan.

Bahkan lanjut dia media tanam atau polibag yang telah dipakai tak langsung dibuang atau sekali pakai. Tapi digunakan bergantian agar tidak menghasilkan sampah plastik polibag.

“Sayuran kami tanam juga 100 persen organik. Sesuai dengan prinsipnya, nol kimia, kami menggunakan pupuk dari kompos dan pupuk cair yang dibuat sendiri dari limbah sampah. Khusunya limbah sampah organik rumah tangga di sekitar yang kami kumpulkan,” ungkapnya.

Ia menegaskan  apa yang dikerjakan ini harus  berkesinambungan. Memang kelihatannya mudah, tapi karena banyak yang tidak sabar jadi putus di tengah jalan.

Misalnya saja sayur organik butuh proses panjang. Berbeda dengan sayur yang dibudidaya menggunakan pupuk kimia yang bisa lebih cepat produksinya. 

“Pada intinya untuk memulai ini semua cukup dari sampah. Jika sampah terkelola dengan baik, maka kompos dan pupuk cair akan melimpah. Artinya pertanian menuju organik sudah siap. Karena bahan baku sudah ada juga melimpah. Tinggal keinginan dari masing-masing individu saja,” terangnya.

Di sisi lain, Catur mengungkapkan agar gerakan sosial  tetap bertahan sampai saat ini perlu ditanamkan prinsip berpikir ekonomis. Artinya produk yang ada harus bisa dijual dan menghasilkan.

Karena, lanjut dia, dengan adanya penghasilan bisa digunakan untuk membayar tenaga. Hal itulah yang membuat Baling Nol Tiga masih tetap eksis.

Apalagi dari panen dan penjualan sayur yang mereka tanam rata-rata per minggu menghasilkan omzet Rp 300-400 ribu dengan pasar yang menyasar warga sekitar. Keuangan pada kas mereka hingga Juni 2023 ini dilaporkannya telah mencapai Rp 9 juta.

“Yang terbaru, melalui Baling Nol Tiga kami mampu mendorong adanya ruang baca, ruang kreasi serta taman bermain anak dan keluarga yang juga ditempatkan di lahan fasum. Sedangkan pembangunannya mendapat hibah dari Pemdes Pesanggrahan dan ditambah swadaya  masyarakat,” paparnya.

Dengan adanya ruang baca, ruang kreasi serta taman bermain anak dan keluarga,  Catur berharap bisa dimanfaatkan masyarakat. Tremasuk Karang Taruna RW 12 dan 13 untuk berbagai kegiatan seni dan budaya hingga berkarya.

Dari inisiasi Baling Nol Tiga, ST Catur Wicaksono pernah diganjar penghargaan Natural Leader dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Award 2020 tingkat nasional pada November tahun lalu.

Diketahui STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan oleh Kemenkes. (eri/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img